Bila sang Arsitek Peradaban Terpapar Insecure Akut

"Naskah pemenang pertama Challenge ke-4 NarasiPost.Com dalam rubrik Parenting "

Oleh : Nurjamilah,S.Pd.I
( Kontributor Tetap NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (TQS. Al-Hujurat: 13)

Hidup ini tak selamanya diliputi kebahagiaan. Bumbu-bumbu kehidupan berjuta warna dan rasa mengiringi perjalanan kita. Kadang kita berdiri tegak, atau bahkan merunduk nyaris tersungkur. Terlebih hawa sekularisme-kapitalisme yang menyelimuti bumi ini, menambah perihnya nestapa yang merundung kita.

Bunda, pernahkah mendengar istilah insecure? Istilah ini kini tak asing lagi di telinga kita, bahkan kerap kali mendera manusia masa kini. Siapa pun bisa terjeratnya, tak pandang usia. Insecure ini semacam upaya dari dorongan emosi yang memosisikan diri sendiri inferior dibandingkan orang lain sehingga muncul rasa bersalah, tidak percaya diri alias minder yang menjangkiti seseorang. Ada yang timbul sewaktu-waktu atau bahkan setiap saat.

Nah, apakah bunda pernah mengalami insecure? Setangguh-tangguhnya kita, tetap saja kita hanya manusia biasa yang juga rentan terserang penyakit ini. Jangankan orang biasa, bahkan seseorang yang telah berhijrah total dan biasa bergelut pada dunia dakwah pun tak luput dari penyakit ini.

Pemicu Insecure

Bunda, penting bagi kita untuk mengetahui hal apa saja sih yang bisa menjadi pemicu insecure ini. Beragam sekali penyebabnya, ada faktor internal dan eksternal. Ibarat penyakit, kita harus tahu faktor pemicu, gejala, nama penyakit, sekaligus obatnya.

Pertama, faktor internal berupa bentuk fisik atau kondisi pribadi (materi) yang tidak ideal. Misalnya kulit yang tidak glowing ala Korea, suara yang tidak merdu bak biduan, ketidakpiawaian mengomunikasikan konten dakwah ke masyarakat baik lisan maupun tulisan, merasa gagal mendidik anak karena terlambat memahami ilmu parenting, kondisi ekonomi yang kembang kempis, terlalu perfeksionis dan lain sebagainya.

Kedua, faktor eksternal berupa tuntutan dan ekspektasi yang tinggi dari suami dan mertua bahkan juga masyarakat, mengingat banyak sekali peran yang kita mainkan sebagai ummun warabbatul bait dan pengemban dakwah, bahkan kritikan tajam yang bertubi-tubi atas kinerja dan langkah kita, termasuk perundungan yang kini seakan jadi tren di tengah masyarakat.

Jika rasa insecure benar-benar telah menjerat, bisa berefek pada banyak hal. Di antaranya mager alias malas mengerjakan apa pun, toh segala yang dilakukan selalu salah di mata orang, anak terbengkalai, takut berinteraksi dengan orang lain, padahal melakukan silaturahmi dan silah ukhuwah merupakan salah satu komponen penting dalam Islam, bahkan dakwah pun ikutan kendor karena merasa tidak pantas lagi mengemban misi besar Islam. Na’uzubillahi min zaalik!

Jangan anggap remeh gangguan psikis ini ya, karena jika dibiarkan dan terus berkelanjutan akan berujung pada depresi. Bahaya kan? Lantas, siapa yang akan mengurus suami dan anak-anak kita, juga meriayah umat jika sang arsitek peradaban justru mengalami insecure?

Gegara Sekularisme

Bunda, ingat ya bahwa kita masih berpijak di bumi Allah dan belum beranjak ke surga. Konsekuensinya, ujian hidup akan selalu menerpa. Diperparah dengan kondisi negara yang mengadopsi paham sekularisme yang semakin mendera. Semakin menambah berat dosa dan beban hidup kita.

Paham sekularisme telah merenggut kewenangan agama dari kehidupan ini, diganti dengan hawa nafsu dan arogansi manusia mencipta aturan sendiri. Ingin untung sendiri, semesta jadi tumbal berduri. Kesenangan dunia jadi standar bahagia bagi manusia produk kapitalisme yang mengalami krisis jati diri.

Akhirnya kita dilema dan terasing dengan prinsip kebahagiaan hakiki, sementara masyarakat terus menuntut dan menjadikan kebahagiaan ala kapitalisme jadi standar penilaian. Kita terombang-ambing dalam ketidakpastian dan sorotan masyarakat agar tetap seirama dengan sistem yang ada.

Tapi kita tidak boleh kalah dengan kondisi ini. Bukankah Allah telah membekali kita dengan segala potensi? Sejak lahir kita sudah dianugerahi khasiyatul insan (potensi manusia) berupa hajatul udhowiyah (kebutuhan jasmani), beragam naluri (gharaaiz), dan akal (tafkir). Belum lagi ajaran Islam, yang menjadi anugerah terindah sepanjang masa. Itu sudah lebih dari cukup untuk mengantisipasi serangan insecurity dalam diri kita.

Cara Atasi Insecure

Bunda, jika telah terlanjur terpapar insecurity, jangan sampai kita tenggelam di dalamnya ya. Karena biasanya insecure mudah menjangkiti orang dengan suasana keimanan lemah. Segera lakukan deteksi diri sedini mungkin agar tak berujung pada depresi. Berikut adalah cara-cara dalam mengatasi insecure:

Pertama, kenali dan sadari dengan ma’rifat al-nafs (mengenal diri). Ambil secarik kertas kosong lalu petakan penyebab-penyebabnya. Apakah faktor internal atau eksternal pemicunya.

Kedua, positive self-talk yakni berdialog dengan diri sendiri dengan penuh optimisme. Melakukan muhasabah diri. Setiap manusia diberikan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Belajarlah untuk menerima diri kita apa adanya. Yakinlah bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu sesuai kadarnya. Dengan begitu, kita tidak akan tersulut pada cibiran orang lain. Allah Swt. berfirman dalam QS. Tin ayat 4 yang berbunyi, “Sungguh kami telah menciptakan manusia dengan bentuk sebaik-baiknya.”

Ketiga, optimalkan kelebihan. Eksplorasi potensi dan kelebihan yang kita miliki. Pilih kegiatan bermanfaat yang membuat nyaman dan mampu menyalurkan bakat dan minat kita. Utamanya salurkan potensi yang kita punya untuk mendidik generasi dan berkontribusi dalam perjuangan dakwah Islam.

Keempat, hindari membandingkan diri sendiri dengan orang lain, jika ternyata tidak memberikan manfaat. Kecuali, jika hal tersebut mampu memotivasi kita agar lebih baik lagi.

Kelima, berkumpul dengan orang-orang saleh/salehah. Agar tidak sendiri dan merasa kesepian. Teman yang baik itu ibarat penjual parfum, walau kita tak membelinya, tapi tetap terbawa harum. Mereka akan membesarkan hati dan pikiran serta terus menyemangati kita. Namun, mereka tak segan untuk mengingatkan kita jika salah, tentu saja dengan cara yang makruf dan bukan ingin menjatuhkan.

Keenam, ganti insecure dengan syukur. Banyak sekali anugerah yang telah Allah berikan pada diri kita. Bahkan, jika dihitung banyaknya ujian dengan kenikmatan, dapat dipastikan kenikmatan lebih berlimpah dibanding ujian. Firman Allah Swt. dalam TQS. Ibrahim ayat 34: “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluan) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”

Ambil Peran Penting dalam Arus Perubahan Hakiki

Bunda, ada gelar istimewa yang disematkan pada kita yaitu arsitek peradaban. Bagaimana tidak, kitalah yang mencetak generasi yang nantinya akan menjadi pemimpin peradaban. Tugas mulia ada di pundak kita. Maka bayangkan jika kita hanya ‘asyik’ berkubang dalam kolam insecurity dan enggan move on, apa kata dunia?

Bunda, kalau Allah saja memuliakan posisi kita, lantas mengapa justru kita yang menjerumuskan diri pada kondisi inferior. Stop! Buka mata, hati, dan telinga. Angkat dagu kita menghadapi musuh yang sebenarnya, yaitu para penyeru sistem kufur: kapitalisme dan sosialisme! Berdamailah dengan diri sendiri dan berikan kepercayaan penuh. Rapatkan barisan dengan orang-orang saleh/salehah untuk melangkah bersama dalam mewujudkan perubahan hakiki. Tegaknya peradaban Islam di bawah naungan Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Allahu Akbar! Wallahu ‘alam bi ash-shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Tsuwaibah Al-Aslamiyah Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Menapaki Terjalnya Jalan Hijrah
Next
Para Pemenang Challenge ke-4 NarasiPost.Com
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram