Khilafah, Penjaga Utama Agama

"Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna telah meletakkan aturan mengenai penyampaian pendapat. Islam tidak menghalangi siapa pun dalam mengutarakan pendapatnya selama sesuai dengan koridor syara dan dalam hal yang memang diperbolehkan."

Oleh. Nay Beiskara
( Tim Redaksi NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-Ironi. Di negeri yang amat menjunjung tinggi toleransi, rangkaian diksi berujung penistaan agama kembali terjadi. Ungkapan M. Kece dalam sebuah video yang viral di media sosial menjadi bukti dugaan penistaan agama karena dinilai telah menghina Nabi Muhammad Saw. Dalam video tersebut dinyatakan oleh M. Kece bahwa tidak ada ayat yang mengabarkan Nabi Muhammad Saw masuk surga. Ia pun menambahkan bahwa Nabi Muhammad dikerumuni oleh jin dan dekat dengan jin. (cnnindonesia.com, 22/8/2021)

Tidak hanya itu yang menjadi kontroversi, menurutnya kitab kuning sebagai hasil usaha manusia itu membingungkan dan menyimpang dari Al-Qur'an. Tak ayal ungkapan M. Kece di kanal Youtubenya menuai banyak protes karena jelas-jelas telah melukai hati kaum muslim di negeri ini dan berpotensi merusak harmonisasi kerukunan antarumat beragama, khususnya Islam dan Nasrani.

Saat ini M. Kece telah ditangkap di Bali dan akan dibawa ke Bareskrim Polri. Detik.com (25/8/2021) melansir, Youtuber ini resmi berstatus sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. Penangkapan ini terjadi setelah beberapa pihak melaporkan terkait konten ceramahnya di kanal Youtube yang meresahkan masyarakat. Polisi mengabarkan tidak ada pembiaran atas kasus ini. Polisi beserta Kominfo telah mengajukan take down atas 400 video ceramah tersangka yang dianggap kontroversial dan provokatif, tapi baru 20 video yang diblokir oleh pihak Youtube (Detik.com, 24/8/2021).

Negara Gagal Melindungi Agama

Adanya kasus penistaan agama yang terjadi berulang kali merupakan wujud dari gagalnya negara yang menganut sistem demokrasi-sekuler ini dalam melindungi agama. Kebijakan tentang penodaan agama yang diatur dalam pasal 156a KUHP pun tidak mampu menjamin terjaganya kehormatan agama. Bahkan, sebagian pihak menyangsikan aturan ini karena dianggap sebagai pasal karet sehingga dituntut untuk dihapuskan. Kebijakan yang dibuat oleh manusia memang telah terbukti lemah, tidak solutif, dan tidak membuat jera para pelakunya.

Padahal, keberadaan sebuah negara salah satunya bertujuan untuk menjaga agama, melindungi akidah dan akhlak masyarakatnya. Karena itu, ketika ada pihak tertentu yang sengaja menyebarkan ujaran kebencian, ejekan, dan penghinaan terhadap simbol agama, maka negara sebagai institusi hukum wajib memberi sanksi yang mampu menjerakan dan mencegah orang lain melakukan perbuatan yang sama.

Namun, berharap pada sistem saat ini untuk dapat melindungi agama dari penistaan, baik kepada Allah, Nabi, Al-Quran, maupun ajaran Islam, bak pungguk merindukan bulan. Sesuatu hal yang mustahil. Pasalnya, sistem demokrasi-sekuler dengan empat pilar kebebasannya telah menjamin kebebasan bagi siapa pun untuk berpendapat. Tidak ada standar baku yang ditentukan sehingga seseorang dapat berkata atau menyampaikan apa pun sesuai dengan sekehendak hatinya. Satu hal yang membatasi seseorang dalam menyampaikan persepsinya, yakni bila ada laporan dari pihak lain yang merasa tidak nyaman, tersinggung, atau tidak suka.

Permintaan maaf saja oleh penista agama tidaklah cukup. Kaum muslim tentu akan memberikan maafnya, tetapi hukuman yang tegas terhadap penista agama tetaplah harus berjalan. Karena ini telah menyentuh ranah akidah, perkara yang paling mendasar dalam kehidupan beragama seorang muslim.

Bila seseorang menghadapi dirinya diejek dan dihina oleh orang lain, sebagai muslim kita diperintahkan untuk bersabar. Tapi, berbeda ceritanya bila yang dihina dan dinista adalah Nabinya yang wajib dijunjung tinggi, maka sikap seorang muslim jelas harus marah. Karena marahnya seorang muslim ketika Nabinya dihina merupakan bukti cinta pada Allah dan Rasul-Nya. Bahkan, dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari disampaikan bahwa seseorang tidak dikatakan beriman hingga ia mencintai Nabinya melebihi apa yang ia miliki, yakni orang tua dan anak-anaknya. Sebaliknya, menerima dan tidak marah saat kekasih Allah dinista adalah indikasi cacatnya keimanan.

Khilafah Penjaga Utama Agama

Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna telah meletakkan aturan mengenai penyampaian pendapat. Khilafah sebagai institusi penerap Islam adalah penjaga utamanya. Islam tidak menghalangi siapa pun dalam mengutarakan pendapatnya selama sesuai dengan koridor syara dan dalam hal yang memang diperbolehkan. Bahkan, Islam memandang berpendapat dan memuhasabahi penguasa merupakan hak setiap warga negaranya. Khilafah sebagai pemangku kebijakan akan memfasilitasinya dalam wadah majelis umat.

Khalifah memahami bahwa menjaga akidah umat dan menjamin setiap warga negaranya dapat melaksanakan setiap bentuk ketaatan merupakan kewajiban yang tersemat di pundaknya. Khalifah pun meyakini bahwa negara Islam ada memang diperuntukkan memenuhi tujuan keberadaannya, yakni sebagai pelindung akidah umat dan ajaran Islam. Karena itu, akidah dan syariat adalah dua hal yang harus menjadi prioritasnya. Apabila ada pendapat atau ujaran, pemahaman, bentuk-bentuk aliran kepercayaan yang terbukti menyimpang dari akidah dan ajaran Islam, maka negara akan memberikan sanksi yang tegas. Tidak ada toleransi pada perkara yang menyalahi keduanya.

Pada kasus penistaan agama yang kerap terjadi ini, Islam memiliki pandangan yang jelas. Hal ini tersirat dan tersurat dalam hadis yang mengisahkan seorang sahabat Nabi yang membunuh budak wanitanya karena selalu menghina Nabi Muhammad Saw. (HR Abu Daud 4363, ad-Daruquthni 3242 dan disahihkan al-Albani), tapi kemudian Nabi mendiamkannya. Artinya, siapa pun yang menghina Nabi Saw. maka darahnya halal secara hukum syara.

Begitu tegasnya Islam dalam menghukum pelaku penista agama dengan cara dibunuh. Ini merupakan hukuman atau sanksi yang mampu membabat habis penistaan terhadap agama sehingga akan menjadi pelajaran bagi orang lain yang berniat sama. Cukuplah pelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa penghentian pementasan drama karya Voltaire yang menista Rasulullah Saw. oleh Khalifah Abdul Hamid II. Ultimatum dari sang Khalifah mampu menggetarkan musuh penista Rasulullah Saw. sehingga akhirnya drama itu tidak ditampilkan. Bukan main-main apa yang dilakukan oleh Khalifah karena yang dikumandangkannya secara langsung adalah jihad akbar.

Inilah negara yang mampu menuntaskan masalah penistaan agama apa pun bentuknya. Dengan kewibaan dan kegagahannya dalam menerapkan prinsip Islam, Khilafah akan menjadi pelindung pertama dan utama bagi kaum muslim dan Islam. Sudah saatnya kita mencampakkan sistem buatan manusia dan kembali pada sistem Islam. Sistem yang memberikan kehidupan pada seluruh alam dan mampu menjadi benteng bagi kaum muslim. Wallahua'lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim NarasiPost.Com
Nay Beiskara Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Penghapusan Mural, Bentuk Pembungkaman Kritik (?)
Next
Kecerdasan Akal Manusia dalam Mengalahkan Setan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram