Misteri di Balik Kasus Koruptor Istimewa, Akankah Segera Terkuak ?

“Sungguh ironi, jeruji berterali tebal mampu memasung mental heroik pahlawan negeri, membungkam berjuta kebenaran merintangi asa perubahan hakiki. Namun, tak mampu mengurung mental pecundang musuh negeri yang melukai ibu pertiwi.”

Oleh. Witta Saptarini, S.E

NarasiPost.Com-Sejenak kita flashback secuil fakta lawas koruptor istimewa di tanah air. Masih ingat Chen Zihuang ? Ya, itulah nama Mandarin dari seorang Eddy Tanzil, buron sepanjang masa di era pertengahan 90-an, dengan kasus melarikan uang negara triliunan rupiah atas dakwaan penggelapan kredit Bank Bukopin. Ia menjadi legenda pembobol bank di Indonesia, julukan koruptor legendaris melekat pada dirinya. Ditambah keberhasilannya meninggalkan jejak dari LP Cipinang pada tahun 1996 hingga sekarang.

Cina adalah salah satu negara favorit bagi para koruptor dan buron koruptor kelas kakap. Mereka dapat bermukim serta memasukan aset di sana. Tepatnya, di Putian yang notabene kampung halaman sang ayah menjadi tempat petualangan sang legend. Banyaknya uang, afiliasi bisnis di berbagai lini menjadikannya pengusaha yang patut diperhitungkan. Memiliki jaringan dengan orang-orang berpengaruh, termasuk kuatnya relasi dengan orang nomor satu Xi Jinping, menjadikan rekam jejaknya sulit ditelusuri. Bagaimana tidak, sang legend banyak memberikan keuntungan bagi negara dimana ia bersembunyi. (Youtube Channel Narasinewsroom, 2/7/2020)

Predikatnya sebagai buron secara normatif membatasi ruang geraknya, wujud konsekuensi hukum yang menjeratnya. Namun, vonis jeruji tak lantas menghentikan keonarannya menggelapkan dana perbankan. Eddy Tanzil tidak hanya rusuh di Indonesia, tapi kisruh di Cina. Dengan status buronan, ia tetap punya posisi terhormat. Keberhasilannya membentuk sebuah potret kolektif bahwa Eddy Tanzil berasal dari keluarga perantauan yang sukses, kaya, patriotik juga dermawan. Reputasi manis inilah membuatnya terselamatkan di sana. Tak dimungkiri, kuatnya dominasi otoritas negeri Tirai Bambu dalam hubungan diplomatik dengan Indonesia saat ini semakin melemahkan upaya penangkapannya, sekaligus mengonfirmasi 24 tahun kegagalan Indonesia menaklukkannya.

Menjadi Pelopor Bagi Penerusnya

Kini, merebaknya kasus-kasus serupa membangkitkan kekuatan pikir akan kasus silam yang sulit terpecahkan. Fenomena berulang menjadi kiblat bagi penerusnya. Sebut saja, kasus pelarian buron Harun Masiku, mantan politikus PDIP sekaligus aktor kunci atas dugaan penyuapan komisioner KPU. Pasalnya, dengan tertangkapnya HM akan menguak otak di balik kasus suap pergantian antarwaktu anggota legislatif PDIP. Episode baru kasusnya kini menuai kontroversi. Interpol resmi menerbitkan red notice atas nama Harun Masiku, dengan demikian statusnya ditetapkan sebagai buronan internasional. (iNews Official Youtube Channel,1/8/2021)

Namun, penerbitan red notice oleh Interpol sebagai upaya KPK meringkusnya diragukan sejumlah pihak. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, menilai tampak adanya ketidakseriusan KPK dalam perjalanan upayanya, sekadar membendung kritik masyarakat yang dianggap tak akan menemui titik terang. Sebab, bobroknya tubuh KPK sulit ditutupi. (kompas.com, 2/8/2021)

Kasus tidak rumit dibuat rumit, jual beli kasus oleh mafia peradilan, adanya penggunaan kewenangan yang diduga menggunakan wewenangnya untuk berpihak, keterlibatan orang-orang besar, praktik sistem proteksi eksklusif super ketat yang tak mampu ditembus. Pun, lobi-lobi buron korupsi ke lembaga tinggi senantiasa mewarnai kejanggalan peradilan. Itulah sebagian dari sekelumit kasus sensitif dan complicated karena penuh dengan kepentingan. Segala sesuatu mudah diatur hanya karena uang, menjadi refleksi bagaimana aksi kriminal kerah putih kelas kakap sangat sulit diselami.

Maraknya praktik korupsi makin mencoreng wajah hukum di Indonesia. Bobroknya sistem politik negeri ini menambah goresan luka hati rakyat. Panjangnya perjalanan kejahatan ini diawali nasionalisasi perusahaan Belanda dan asing tahun 1958. Lalu, berlanjut hingga lamanya rentang waktu masa Orde Baru yang ditandai penguasaan bisnis kalangan pejabat dan anteknya hingga era masa kini. Aturan, undang-undang, serta lembaga pemberantas korupsi dibuat acapkali tak menyolusi. Apa yang salah dengan konstelasi politik negeri ini ?

Demokrasi Sistem Utopis Memecah Kasus Korupsi

Buruknya profil hukum di tanah air akibat tak hentinya menjalankan praktik sistem politik demokrasi. Ya, lagi-lagi demokrasi dengan ide-ide kebebasannya menancap kuat di benak para pengembannya, menjadi biang kerok di balik mengguritanya korupsi. Tak heran, kuatnya lobi-lobi terjadi di negeri yang mengadopsi sistem yang sarat akan kompromi, menjadi surga bagi aksi kejahatan luar biasa ini. Membangun citra keadilan bersyarat bagi seluruh rakyat Indonesia.

Demokrasi membuka lebar akses korupsi dan mencetak cukong politik tiada henti. Kejahatan serta kecurangannya menimbulkan kerugian terhadap negara dan rakyat. Kejahatan sistemis ini subur karena ada sistem yang mendukungnya. Sistem yang berpegang teguh pada salah satu prinsip simbiosis mutualisme ini, meniscayakan kolaborasi penguasa dan pengusaha (korporatokrasi), memberikan penguasa kursi kekuasaan dan kebijakan yang memuluskan monopoli korporasi.

Tak terkendalinya korupsi diakibatkan lemahnya hukum yang terlahir dari otoritas manusia, keserakahan pelaku juga mahalnya ongkos politik sistem demokrasi. Keganjilan-keganjilan kasus extraordinary crime terhadap negara dan rakyat acapkali menguji integritas hukum dan peradilan. Walhasil, kini riwayat integritas lembaga KPK tengah dikebiri. Wacana dihidupkannya kembali Tim Pemburu Korupsi (TPK) dan urgensi reformasi kepolisian sudah tergambarkan, bagaimana sepak terjang perburuannya kelak.

Melawan gelombang penaklukan korupsi tanpa diiringi sistem yang benar adalah utopis, hanya akan mengantarkan pada jejak-jejak kegagalan kembali.

Islam Sistem Solutif Memecah Kasus Korupsi

Korupsi dalam pandangan Islam adalah masalah yang dipandang sebagai suatu kejahatan yang tidak berdiri sendiri, tetapi kejahatan yang muncul karena sistem. Sehingga, masalah korupsi dilihat melalui perspektif sistem tidak semata-mata persoalan independen.
Sistem yang terlahir dari akidah Islam, yang menempatkan Allah sebagai satu-satunya pemilik otoritas pembuat aturan dan menetapkan hukum. Dengan profil hukum dan peradilan yang sempurna, mencakup seluruh problematika yang terkodifikasi dalam ‘Nidzham Uqubat fil Islam’ yang berasaskan Al Qur’an dan As Sunnah. Sistem hukum pidana Islam disyariatkan untuk mencegah manusia dari tindak kejahatan.

Kunci menuntaskan korupsi dalam pandangan Islam yaitu; pertama, ketakwaan individu. Iman menjadi pondasi individu yang akan mengawal setiap hal yang dilakukan. Karenanya, Islam mengajarkan konsep bagaimana perbuatan itu merupakan aktivitas fisik yang lahir dari keimanan dan kesadaran akan hubungan dengan Allah. Membentuk keyakinan yang kuat, bahwa kita selalu diawasi dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan-Nya.

Kedua, kontrol masyarakat. Ketika iman itu ada di tengah masyarakat, masyarakat tadi adalah masyarakat islami. Pemikirannya, perasaannya begitu pula dengan sistemnya dibangun dengan Islam.

Ketiga, penerapan sistem Islam oleh negara. Ketika iman itu ada pada negara, negara dibangun berdasarkan akidah Islam. Sehingga, yang menjadi patokan adalah halal dan haram. Pun yang menjadi standar adalah hukum Islam. Pada saat Islam diterapkan dalam konteks negara, otomatis potensi pelanggaran tindak pidana korupsi sangatlah kecil. Sebab, ada pengawasan yang dilakukan baik itu oleh masyarakat maupun adanya amar makruf nahi mungkar.

Seperti firman Allah Swt, “Dan hendaknya kamu saling mengingatkan dalam kesabaran dan mengingatkan dalam kebenaran .” (QS. Al-‘Asr [103] : 3)

Konsekuensi masyarakat dibangun atas dasar Islam akan menumbuhkan kesadaran bersama-sama untuk melakukan tindakan pencegahan yang muncul karena keimanan. Kemudian, kesadaran bahwa adanya konsekuensi dari kejahatan itu bukan sekadar diketahui ataukah tidak pada saat di dunia, tetapi ada konsekuensi sampai di akhirat. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i, Rasulullah Saw bersabda, “Seorang pencuri tidak akan mencuri ketika dia beriman.”

Korupsi tak akan terus tumbuh bila dicabut hingga ke akar penyebabnya. Jika disebabkan faktor ekonomi, maka negara memberikan jaminan ekonomi berupa; sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Bila aparat yang bekerja kepada negara kekurangan pendapatan, maka negara akan memberikan gaji jauh lebih dari cukup. Di saat yang sama, negara pun menjamin pemenuhan kebutuhan dasarnya yang menjadi hak setiap warga negara. Jika masih saja melakukan tindak korupsi, maka di situlah negara mengambil tindakan yang tegas, yaitu menjatuhkan sanksi. Sanksi yang diberlakukan dalam Islam memiliki dua karakter; Pertama, fungsi jawabir. Memiliki kedudukan sebagai penebus yang akan menggugurkan sanksi akhirat.

Kedua, fungsi zawajir. Memiliki kedudukan sebagai pencegah. Artinya menjadi cerminan seseorang bahwa ia akan berpikir seribu kali untuk melakukan kejahatan yang sama, serta tak ingin terperosok ke lubang yang sama. Memaksa mereka yang melakukan tindak kejahatan agar menyesal dan jera seumur hidup, serta tidak mengulanginya.

Begitulah Islam menyelesaikan masalah korupsi hingga ke akar-akarnya. Dalam konteks ini iman menjadi pondasi bagi individu, masyarakat dan negara. Maka, ketika tiga pilar itu diterapkan, kehidupan akan berjalan sesuai track ketentuan Allah Swt. Islam sistem unik dan solutif dari Sang Khalik. Sebab, Islam sistem yang begitu luhur, secara mendasar melampaui daya tangkap manusia. Maka, tak diragukan lagi untuk memecahkan berbagai problematika, termasuk menguak kasus korupsi yang sulit diselami dengan tuntunan hukum dan aturan Sang Ilahi.
Wallahu a’lam Bish Shawwab[]


Photo: pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Witta Saptarini S.E Kontributor Narasipost.Com
Previous
Tersesat
Next
Praktik Kotor Pernikahan Anak di Zimbabwe: Bukti Kapitalisme Gagal Menyejahterakan Anak dan Perempuan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram