Prancis adalah negara yang menganut demokrasi dengan prinsip laicite, sehingga ruang-ruang publik baik itu ruang kelas, dunia kerja, dan dunia politik harus bebas dari agama.
Oleh. Arum Indah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Prancis menjadi tuan rumah dalam pagelaran Olimpiade 2024. Olimpiade yang diadakan di tepi Sungai Seine itu menuai banyak kecaman, pasalnya salah satu sesi dalam pembukaan pesta olahraga terbesar di dunia itu, panitia menampilkan parodi “Perjamuan Terakhir” dengan unsur LGBTQ yang dinilai menghina umat Kristen. Adegan dimulai dengan tiga drag queen Prancis dan beberapa penari berpakaian mewah berdiri di landasan pacu yang menyerupai meja panjang. Kemudian, datanglah seorang wanita dengan hiasan kepala berwarna perak dan menyerupai lingkaran cahaya seperti penggambaran lukisan Yesus. Aktor dan penyanyi Prancis, Phillipe Katerine muncul sebagai Dewa Yunani Dyonisus yang bercat biru dan hanya menggunakan seikat bunga untuk menutupi kemaluannya. Adegan itu sontak mengingatkan pada “Perjamuan Terakhir” karya Leonardo da Vinci.
Kecaman pun datang dari berbagai pihak. Elon Musk, Bos ptalform X mengkritik pembukaan Olimpiade 2024 dan menuliskan dalam cuitan di akun X miliknya “Ini sangat tidak menghormati umat Kristen.” (rri.co.id, 28-7-2024)
Perusahaan teknologi yang berbasis di Missisipi, C Spire pun memutus kontrak dengan olimpiade beberapa jam setelah parodi ditampilkan.
Setelah mendapat kecaman dari berbagai kalangan, pihak panitia Olimpiade 2024 pun meminta maaf dan mengatakan bahwa tidak ada niatan secara sengaja untuk merendahkan agama tertentu.
Lain hal dengan pihak penyelenggara, Presiden Prancis, Emmanuel Macron justru membela upacara pembukaan yang menuai kontroversi itu. “Terima kasih kepada Thomas Jolly dan kegeniusannya yang kreatif untuk upacara yang megah ini. Terima kasih kepada para seniman untuk momen yang unik dan ajaib ini. Terima kasih kepada polisi dan layanan darurat, agen dan relawan. Terima kasih kepada semua orang yang mempercayainya. Kita akan membicarakannya lagi dalam 100 tahun. Kita berhasil!” tulis Emmanuel di akun X. (Detik.com, 29-7-2024)
Prancis dan Penghinaan Agama
Prancis sebenarnya sudah terlalu sering melakukan penghinaan terhadap agama lain. Tahun 2020 silam, insiden Samuel Paty, pembuat karikatur Nabi Muhammad yang ditunjukkan ke murid-muridnya telah menyulut kemarahan beberapa orang, hingga berakhir dengan tewasnya Paty. Namun, Macron justru memberikan penghargaan tinggi kepada Paty dan menyampaikan tidak akan mengkritik tindakan Paty. Ia justru memberikan gelar pada Paty dengan gelar “wajah republik”.
Selanjutnya ada majalah Charlie Hebdo yang juga berulang kali menghina umat Islam dengan menggambar karikatur Nabi Muhammad. Meskipun menuai kemarahan umat Islam di dunia, pihak Charlie Hebdo tetap tidak mau menghapus karikatur dengan alasan gambar-gambar itu adalah sejarah, sehingga tidak mungkin dihapus atau diganti.
Presiden Macron pun turut mengamini tindakan warga negaranya. Ia bersikeras bahwa apa yang dilakukan rakyatnya tidaklah salah. Bahkan, Macron sendiri juga pernah mengeluarkan statement negatif mengenai Islam. Ia mengatakan bahwa Islam adalah agama krisis di dunia. Pernyataan Macron ini, terang saja memancing amarah kaum muslim dunia, hingga ramailah aksi boikot produk-produk Prancis di berbagai negeri muslim seperti Yordania, Qatar, Kuwait, dan Turki.
Prancis dan Demokrasi Sekularisme
Prancis adalah negara yang menganut demokrasi dan menjunjung tinggi sekularisme. Sekularisme negara atau laicite menduduki posisi sentral dalam identitas nasional Prancis, sebagai asas konstitusional, dan menjadi moto yang tak terpisahkan pasca revolusi, yakni liberte, egalite, dan fraternite (kemerdekaan, kesamaan, dan persaudaraan).
Berdasarkan prinsip laicite ini, maka ruang-ruang publik baik itu ruang kelas, dunia kerja, dan dunia politik harus bebas dari agama. Di Prancis, warga tidak hanya berhak untuk memeluk suatu agama, tetapi juga berhak untuk tidak memeluk agama. Keduanya bahkan dilindungi oleh negara.
Pada tahun 1905, Prancis telah mengeluarkan undang-undang untuk melindungi sekularisme yang menjamin kebebasan rakyatnya untuk memilih dan tidak memilih agama, sekaligus mencegah masuknya agama dalam sendi kehidupan negara. UU ini pun menopang lahirnya UU lain yang melindungi masyarakatnya untuk menistakan agama.
https://narasipost.com/opini/11/2020/permusuhan-dunia-barat-terhadap-islam-politik/
Oleh karena itu, masyarakat Prancis bebas menerbitkan karikatur ataupun parodi tokoh keagamaan, seperti Nabi Muhammad ataupun tokoh agama lain seperti Yesus tanpa perlu khawatir diadili atas dugaan penistaan atau ujaran kebencian. UU ini telah meniscayakan seseorang menghina agama. Ini adalah wujud dari HAM (Hak Asasi Manusia) yang menjunjung tinggi kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berekspresi atas asas demokrasi sekularisme yang diterapkan negara Prancis.
Penting untuk diingat bahwa demokrasi memang meniscayakan keberadaan tiga kebebasan yang telah disebutkan sebelumnya.
Pandangan Islam
Prinsip Islam sangat berbeda dengan demokrasi sekularisme. Islam melarang umatnya untuk menghina agama lain sebagaimana firman Allah dalam surah Al-An’am ayat 108:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, kami jadikan tiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat mereka kembali, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka tentang apa yang mereka kerjakan.”
Juga firman Allah dalam surah Al-Kafirun ayat 6:
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
Artinya: “Untukmu agamamu dan untukku agamaku.”
Dari kedua surah di atas, telah jelas bahwa mengolok-olok atau menghina agama dan pemuka agama lain sangat tidak dibenarkan di dalam Islam.
Sejarah penerapan Islam melalui institusi Khilafah islamiah telah membuktikan kehidupan yang damai antarumat beragama, tidak ada saling hina dan merendahkan. Bahkan Khilafah menjamin pemeluk agama lain untuk beribadah tanpa gangguan dan tidak ada hinaan untuk mereka. Saat itu pun tidak ada satu negara lain yang berani untuk menghinakan Islam dan Nabi Muhammad.
Kisah penghinaan Prancis terhadap Nabi Muhammad bukan baru kali ini terjadi, melainkan juga pernah terjadi pada masa Khalifah Abdul Hamid II. Kala itu, Prancis hendak menampilkan drama teater karya Voltaire (seorang pemikir Eropa) yang berisi penghinaan terhadap Rasulullah. Khalifah pun lantas mengirim ultimatum dan meminta Prancis untuk membatalkan teater tersebut atau mereka akan menerima akibat politik dari perbuatannya. Prancis pun langsung membatalkan perencanaan teater tersebut.
Kemudian pertunjukkan teater tersebut mereka rencanakan dadakan di Inggris. Khalifah Abdul Hamid pun mengetahui rencana ini dan kembali mengirim peringatan berupa ancaman jihad bagi siapa saja yang menghina Rasulullah. Inggris pun tak berkutik dan membatalkan rencana drama itu.
Ternyata memang sejak dulu negeri-negeri Barat gemar menghina Islam dan Rasulullah, hanya pada saat itu, umat Islam masih memiliki pelindung dan kekuatan, sehingga negara Barat takut dan tak berani menghina secara terang-terangan. Sekarang, saat Khilafah tidak ada dan umat tercerai berai, negara Barat pun bebas melecehkan Nabi Muhammad. Tak hanya itu, kerukunan umat beragama pun gagal diwujudkan oleh sistem demokrasi sekularisme.
Khatimah
Penghinaan terhadap agama dan umat beragama hanya terjadi di dalam sistem demokrasi sekularisme. Demokrasi sekularisme telah menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat. Penghinaan dan pelecehan terhadap agama lain adalah wujud dari kebebasan itu.
Berbeda dengan demokrasi sekularisme, Khilafah terbukti menjamin kerukunan antarumat beragama dengan adanya larangan bagi warga negaranya menghina dan melecehkan agama lain. Khilafah juga akan melindungi seluruh warga negaranya dari penghinaan, baik mereka yang beragama Islam maupun Nasrani.
Wallahu a'lam bishawab.[]