Memang benar, pertumbuhan ekonomi Vietnam mencatatkan pencapaian luar biasa. Namun, ternyata tidak serta-merta sejalan dengan perbaikan ekonomi rakyat.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasiku/Bianglala Aksara)
NarasiPost.Com- Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi target banyak negara. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai salah satu syarat untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Banyak negara yang akhirnya menganggap jika pertumbuhan ekonomi tinggi, makin tinggi pula tingkat kesejahteraan, keamanan, dan kemajuan suatu bangsa. Salah satu negara yang mampu menjaga perekonomiannya tetap tumbuh adalah Vietnam.
Fakta Pertumbuhan Ekonomi Vietnam
Dilansir dari cnnindonesia.com (29-6-2024), pada semester pertama tahun 2024 atau periode Januari–Juni, perekonomian Vietnam mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,4 persen. Pertumbuhan tersebut mengalami kenaikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya tumbuh 3,7 persen. Ekonomi negara itu tumbuh di tengah gejolak ekonomi global dan turunnya nilai tukar beberapa mata uang terhadap dolar AS.
Pertumbuhan ekonomi Vietnam tahun 2024 disebut sebagai hasil dari sejumlah langkah yang diambil oleh pemerintah. Mengutip data Kantor Statistik Umum (GSO), Vietnam mencatatkan kenaikan pendapatan pada sektor industri sebesar 7,5 persen, investasi asing 8,2 persen, dan ekspor 14,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Meskipun demikian, seorang analis dari Dana Moneter Internasional (IMF), menyebut bahwa Vietnam tetap membutuhkan gelombang reformasi baru. Misalnya dengan meningkatkan produktivitas, investasi lanjutan pada sumber daya manusia, dan investasi swasta pada energi terbarukan. Lantas, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan ekonomi Vietnam tetap tumbuh? Benarkah pertumbuhan tersebut berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan rakyat? Bagaimana pula mewujudkan kesejahteraan hakiki menurut Islam?
Faktor Pendorong Pertumbuhan Ekonomi
Vietnam merupakan salah satu negara komunis yang memiliki kisah sukses dalam perekonomiannya. Pada tahun 2022 misalnya, perekonomian negara itu bahkan tumbuh sebesar 8 persen. Jika diukur berdasarkan produk domestik bruto (PDB), ekonomi Vietnam berada pada posisi ke-47 terbesar di dunia. Sementara itu, jika dihitung berdasarkan keseimbangan kemampuan berbelanja (PPP), ekonomi negara itu berada pada peringkat ke-35 terbesar di dunia.
Ada beberapa faktor yang selama ini mendukung tumbuhnya perekonomian Vietnam, di antaranya:
Pertama, teknologi dan inovasi. Teknologi dan inovasi menjadi salah satu pilar pendorong perekonomian Vietnam. Masuknya investasi besar dalam aktivitas penelitian dan pengembangan telah membuahkan hasil yang luar biasa. Terbukti, Vietnam masuk dalam Indeks Inovasi Global (pemeringkatan tahunan berdasarkan keberhasilan suatu negara dalam berinovasi) karena kebijakan tersebut.
Vietnam juga menonjol di antara negara-negara yang memiliki pendapatan menengah. Bisa dikatakan, negara itu mengalami kemajuan pesat selama satu dekade terakhir. Kondisi ini menjadikan Vietnam sebagai basis manufaktur dan pusat inovasi yang potensial oleh banyak perusahaan asing, termasuk raksasa industri, seperti LG, Samsung, dan Foxconn.
Kedua, investasi asing langsung (FDI). Investasi asing yang masuk dalam jumlah besar berkaitan erat dengan meningkatnya perekonomian Vietnam. Negara itu bahkan menjadi salah satu yang teratas dalam daya tarik FDI secara global. Investasi asing yang masuk ke Vietnam terus menunjukkan peningkatan meski terdapat berbagai tantangan global. Pada tahun 2015 misalnya, investasi asing yang masuk berjumlah US$22,7 miliar, kemudian meningkat menjadi US$28,53 miliar pada tahun 2020. Sementara itu, tahun 2021 investasi asing melonjak lagi menjadi US$31,15 miliar.
Investasi asing tersebut disuntikkan pada 19 sektor ekonomi sipil dari 21 sektor yang ada. Fokus utama dari dana investasi asing tersebut ditujukan pada sektor ritel, grosir, manufaktur pembangunan, sains, dan teknologi. Hasil dari investasi tersebut adalah meningkatnya PDB Vietnam secara fantastis, yakni mencapai 8,02 persen pada tahun 2022. Perbaikan ekonomi tersebut juga meningkatkan PDB per kapita, yakni sekitar US$4.119/orang dan produktivitas tenaga kerja sebesar US$8.083/orang.
Ketiga, pembangunan infrastruktur. Faktor selanjutnya yang turut menunjang perekonomian Vietnam adalah pembangunan infrastruktur. Komitmen pembangunan infrastruktur oleh negara menjadi faktor penting untuk mendorong ekspansi ekonomi Vietnam. Pemerintah berkomitmen menyelesaikan pembangunan jalan tol sepanjang 2.000 kilometer pada tahun 2025 mendatang sebagai upaya meningkatkan konektivitas.
Keempat, membangun ekonomi hijau dan berkelanjutan. Komitmen Vietnam membangun ekonomi hijau dan berkelanjutan bukan sekadar retorika, tetapi didukung oleh target-target nyata. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Menteri Perencanaan dan Investasi Vietnam, Nguyen Chi Dung. Nguyen menyebut, negaranya akan meningkatkan kontribusi ekonomi hijau terhadap PDB yang semula US$6,7 miliar pada tahun 2020, menjadi US$300 miliar pada 2050 mendatang.
Kebijakan tersebut telah menempatkan Vietnam sebagai pelopor pembangunan berkelanjutan yang menyelaraskan strategi mereka dengan pembangunan ramah lingkungan. Salah satu fokus negara adalah membangun ekosistem hidrogen bersih yang bertumpu pada energi terbarukan. Kebijakan tersebut memiliki potensi pemasukan PDB setiap tahunnya sebesar US$40–50 miliar. Kebijakan itu juga mampu membuka lapangan kerja sebanyak 40–50 ribu, membuka jalan bagi pertumbuhan pasar domestik, serta ekspor ke negara-negara maju.
Demikianlah beberapa faktor yang turut mendukung kemajuan ekonomi Vietnam. Negara komunis itu bahkan telah mencatat pertumbuhan PDB tercepat selama 25 tahun. Mencermati fakta tersebut menyiratkan sebuah tanya, benarkah pertumbuhan ekonomi Vietnam sejalan dengan perbaikan kualitas hidup masyarakatnya?
Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan
Memang benar, pertumbuhan ekonomi Vietnam mencatatkan pencapaian luar biasa, terutama pada tahun 2022. Pencapaian tersebut sampai diberitakan sebagian surat kabar dan media internasional. Namun, sebuah survei yang dilakukan oleh salah satu situs berita di Vietnam, VnExpress, justru memperlihatkan sudut pandang yang berbeda dari kondisi ekonomi Vietnam. Survei yang dilakukan tersebut berisi pertanyaan tentang pendapatan masyarakat selama tahun 2022, apakah meningkat, tetap, atau justru menurun.
Tanggapan responden terhadap survei tersebut justru bertolak belakang dengan fakta pertumbuhan ekonomi negara itu. Dari 5.672 responden, sebanyak 58 persen mengatakan pendapatan mereka menurun, 21 persen mengatakan pendapatan mereka tetap, sedangkan 21 persen lainnya mengatakan jika pendapatan mereka meningkat. (fulcrum-sg, 4-1-2023)
Tak hanya masyarakat, perusahaan-perusahaan domestik juga mengalami nasib serupa (kerugian) di tengah meningkatnya ekonomi Vietnam. Ditambah lagi, invasi Rusia ke Ukraina beberapa waktu lalu dan sanksi Barat terhadap Rusia telah berakibat pada melonjaknya harga energi. Hal ini menyebabkan terjadinya inflasi di seluruh dunia yang berimbas pula pada perekonomian Vietnam. Inflasi tersebut mengakibatkan permintaan ekspor Vietnam turun hingga membuat pabrik-pabrik memotong gaji ataupun memangkas jumlah karyawan.
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak serta-merta sejalan dengan perbaikan ekonomi rakyat. Secara teori, jika pertumbuhan ekonomi meningkat, seharusnya berimbas pada kesejahteraan rakyat. Hal ini karena mayoritas negara di dunia menggunakan pertumbuhan ekonomi sebagai ukuran kesejahteraan. Sayangnya realitas justru berkata lain. Banyak negara yang membanggakan pertumbuhan ekonominya, tetapi pada saat yang sama tingkat kemiskinan, kesenjangan, dan ketimpangan tetap menggurita. Inilah fakta miris yang terjadi di balik pertumbuhan ekonomi banyak negara di dunia.
Pertumbuhan Ekonomi Bukan Jaminan Kesejahteraan
Sesungguhnya, ukuran pertumbuhan ekonomi yang menyandarkan pada indikator PDB bukanlah indikator kesejahteraan rakyat. Menurut Lorenzo Fioramonti, menggunakan PDB sebagai alat mengukur tingkat kesejahteraan hanya mengantarkan pada masa kejayaan materi, tetapi melahirkan ketimpangan, perusakan SDA, dan peningkatan keresahan sosial. Pertumbuhan ekonomi seharusnya tidak hanya diukur berdasarkan pencapaian materi semata, tetapi juga harus diukur dari perbaikan kehidupan agama, sosial, dan kemasyarakatan.
Jika pertumbuhan ekonomi terjadi, tetapi ketimpangan, keterbelakangan, kemiskinan, dan hilangnya nilai keadilan justru merajalela, dapat dikatakan bahwa peningkatan tersebut tidak berdampak pada nasib rakyat. Demikianlah, neraca pertumbuhan yang digadang-gadang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, ternyata jauh panggang dari api.
Mewujudkan Kesejahteraan dalam Islam
Kesejahteraan memang menjadi perkara langka dalam sistem kapitalisme. Tak ada masyarakat yang benar-benar sejahtera, kecuali hanya segelintir orang. Namun, tidak demikian dalam Islam. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat bukanlah hal yang utopis. Satu hal mendasar yang membedakan antara Islam dan kapitalisme adalah standar dalam mengukur kesejahteraan.
https://narasipost.com/opini/08/2023/indonesia-kalah-dari-vietnam-akankah-ieu-cepa-jadi-solusi/
Jika sistem kapitalisme menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai alat untuk mengukur kesejahteraan, berbeda halnya dengan Islam. Dalam Islam, mengukur kesejahteraan sejatinya sangat sederhana, yakni dengan melihat kondisi setiap orang apakah seluruh kebutuhan dasarnya terpenuhi atau tidak. Jika kebutuhan dasar setiap individu dalam suatu negara sudah terpenuhi, sejatinya ia telah sejahtera.
Langkah Khilafah dalam Mewujudkan Kesejahteraan
Islam adalah agama paripurna yang juga memiliki aturan sempurna dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok. Kebutuhan tersebut berupa pangan, sandang, papan, dan lapangan pekerjaan. Berkaitan dengan jaminan pemenuhan tersebut, Islam memiliki beberapa langkah konkret yang dilakukan.
Pertama, Islam mewajibkan laki-laki untuk bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Kewajiban tersebut dibarengi dengan dorongan spiritual agar para pencari nafkah tidak merasa terbebani akan kewajiban tersebut.
Kedua, Islam juga mewajibkan bagi kerabat yang mampu secara ekonomi untuk menanggung saudaranya yang masih kekurangan, sebagaimana para tetangga yang punya kewajiban serupa terhadap tetangga lainnya.
Ketiga, memberikan peluang yang sama bagi setiap warga negara untuk hidup lebih sejahtera tanpa ada diskriminasi.
Keempat, melarang segala hal yang dapat menyebabkan kekacauan ekonomi, seperti judi, riba, penipuan harga dalam jual beli, penipuan barang, penimbunan, meminta-minta atau mengemis, dan semua hal yang diharamkan Allah Swt.
Kelima, mewajibkan negara mengurusi seluruh urusan rakyat. Jika ada penguasa yang melalaikannya, Allah Swt. memberikan ancaman berat baginya. Hal ini karena seorang penguasa adalah pemelihara urusan rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, "Seorang imam adalah pemelihara urusan umat dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya."
Khatimah
Demikianlah langkah-langkah negara dalam mewujudkan kesejahteraan hakiki. Namun, konsep tersebut hanya mampu diwujudkan secara maksimal dalam naungan Khilafah. Di bawah naungan Khilafah, pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan. Kebijakan negara yang bersandar pada syariat Islam meniscayakan pertumbuhan ekonomi terjadi secara riil, bukan sekadar hitung-hitungan angka. Dengan demikian, secara otomatis kesejahteraan rakyat pun terjadi secara nyata, bukan sejahtera di atas kertas.
Wallahua'lam bishawab.[]
#MerakiLiterasiBatch2
#NarasiPost.Com
#MediaDakwah