Perempuan memang memiliki peran publik, tetapi ia tidak boleh menjadi pemimpin dalam jabatan publik.
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Riak Literasi)
NarasiPost.Com-Perempuan selalu menarik untuk dibicarakan. Tidak hanya membicarakan fisiknya, tetapi juga berbagai aktivitasnya, termasuk kepemimpinannya. Salah satu perempuan yang sedang ramai dibicarakan saat ini adalah Katalin Novak, mantan Presiden Hungaria.
Katalin Eva Novak adalah presiden perempuan pertama di Hungaria. Ia dikenal vokal dalam menyuarakan nilai-nilai keluarga tradisional serta perlindungan terhadap anak-anak. Namun, karier politiknya harus berhenti karena keputusannya untuk mengampuni seorang laki-laki yang melindungi kasus pedofilia. (liputan6.com, 12/02/2024)
Karier Politik Sang Pemimpin Negara
Katalin Eva Novak lahir pada 6 September 1977. Ia menjadi Presiden Hungaria sejak 10 Mei 2022. Ia memulai kariernya dari seorang pegawai di lingkungan Kementerian Luar Negeri pada tahun 2001. Kemudian, ia menjadi Penasihat Menteri pada tahun 2010.
Dua tahun kemudian, yakni pada 2012, ia menjadi Kepala Kabinet Kementerian Sumber Daya Manusia. Pada tahun 2014, Novak diangkat sebagai Sekretaris Negara untuk Urusan Keluarga dan Pemuda di Kementerian Kapasitas Manusia. Sebelum menjadi presiden, ia diangkat sebagai Menteri Keluarga pada tahun 2020. (wikipedia.org)
Kronologi Pengunduran Diri
Katalin Novak adalah Presiden Hungaria yang termuda. Namun, setelah menduduki jabatannya selama hampir dua tahun, ia pun mengundurkan diri. Keputusannya itu diambil setelah terjadi demo yang diikuti sekitar seribu orang menuntutnya mundur dari jabatannya. Demo itu terjadi karena Novak telah memberikan pengampunan kepada seorang laki-laki yang menyembunyikan kasus pelecehan seksual.
Laki-laki itu merupakan seorang wakil direktur sebuah panti asuhan. Ia menyembunyikan pelecehan seksual yang dilakukan oleh direktur panti asuhan tersebut terhadap bocah-bocah di bawah umur. Tindak kriminal itu dilakukannya selama kurun waktu 2004–2016.
Direktur panti asuhan itu kemudian mendapat hukuman selama delapan tahun penjara. Sedangkan wakil direktur yang membantunya mendapat hukuman tiga tahun penjara. Namun, menjelang kunjungan Paus Fransiskus ke Hungaria pada April 2023, Novak memberi pengampunan kepada 25 orang napi. Celakanya, salah seorang di antaranya adalah wakil direktur panti asuhan tersebut. (cnnindonesia.com, 11/02/2024)
Novak memberi grasi kepada wakil direktur tersebut dengan alasan bahwa laki-laki itu tidak mengeksploitasi anak-anak yang berada di bawah pengawasannya. Namun, keputusannya ini justru membuat masyarakat Hungaria meragukan keseriusan pemerintah dalam memerangi pedofilia. Itulah sebabnya, mereka menuntut pengunduran diri Novak dari jabatannya.
Buah Sistem Rusak
Pemberian grasi oleh Novak ini merupakan skandal politik paling buruk di Hungaria. Seorang pemimpin perempuan yang seharusnya melindungi anak-anak dari pedofil, ternyata melakukan yang sebaliknya. Ia memberi pengampunan kepada orang yang dengan sengaja menyembunyikan tindak kejahatan terhadap anak-anak itu.
Fakta ini menunjukkan bahwa keberadaan perempuan dalam lingkaran kekuasaan tidak menjamin keselamatan anak-anak, meskipun ia seorang ibu. Sistem yang rusak membuat perempuan tidak dapat berbuat apa-apa, selain menjalankan aturan yang rusak itu. Fakta ini tidak hanya ditemukan di Hungaria, tetapi juga di negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Peran Perempuan dalam Ranah Domestik dan Publik
Laki-laki dan perempuan memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjadi khalifah di muka bumi. Mereka harus mengatur dan menjalankan kehidupan sesuai dengan ketetapan Allah Swt. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah Swt.
Meskipun demikian, Allah Swt. telah memberikan peran utama bagi perempuan sebagai ummun warabbatul bait. Ini merupakan peran domestik baginya. Melalui peran ini, seorang perempuan akan melahirkan generasi yang siap untuk memperjuangkan Islam. Ia akan mendidik anak-anaknya hingga mereka menjadi sosok yang siap mengembalikan kemuliaan dan kejayaan Islam.
Selain peran domestik, perempuan juga memiliki peran publik. Peran publik itu dapat dijalankannya dengan cara berdakwah, mengajak kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Hal itulah yang dilakukan oleh para shahabiyat pada masa Rasulullah saw. dan masa-masa khulafaurasyidin setelahnya.
Salah seorang di antara mereka adalah Khaulah binti Tsa’labah. Ia melakukan muhasabah terhadap Khalifah Umar bin Khaththab yang menetapkan jumlah mahar tidak boleh melebihi 400 dirham. Mendengar hal itu, Khaulah binti Tsa’labah pun mengingatkan Khalifah Umar bin Khaththab bahwa dia tidak berhak untuk membatasi mahar. Hal itu karena Allah Swt. pun tidak pernah membatasinya.
Mendapat kritik dari seorang perempuan, Khalifah Umar bin Khaththab ternyata tidak marah. Ia mengatakan bahwa perempuan itulah yang benar. Peristiwa ini menunjukkan bahwa suara perempuan dihargai dalam Islam, meskipun perempuan itu tidak memiliki jabatan atau kedudukan.
Selain melakukan amar makruf nahi mungkar, perempuan juga dapat melakukan peran publik lainnya. Misalnya, mengajarkan Islam di tengah-tengah kaum perempuan. Dengan demikian, akan muncul perempuan-perempuan yang berkepribadian Islam yang akan mendidik anak-anak mereka dengan ajaran Islam.
Itulah yang dilakukan oleh Ibunda Aisyah r.a. Dengan kecerdasan yang dimilikinya, ia mengajarkan Islam kepada shahabiyat. Ia juga mengajarkan banyak hadis yang dihafalnya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam sistem Islam, perempuan dapat memainkan perannya di ranah domestik dan publik dengan baik.
Hukum Menjadi Pemimpin bagi Perempuan
Meskipun perempuan memiliki peran publik, tetapi ia tidak boleh menjadi pemimpin dalam jabatan publik. Hal ini dinyatakan oleh Rasulullah saw. dalam hadis riwayat Imam Bukhari.
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أمْرَهُمْ اِمْرَأة
Artinya: “Tidak pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada seorang perempuan.”
Ucapan Rasulullah saw. ini merupakan respons atas diangkatnya Buran binti Kisra untuk menggantikan ayahnya sebagai penguasa di Persia. Jelaslah bahwa yang menjadi sebab turunnya hadis ini adalah kekuasaan yang diberikan kepada seorang perempuan. Adanya celaan berupa frasa “tidak pernah beruntung” menunjukkan adanya larangan secara tegas.
Melalui hadis ini, kaum muslim dilarang untuk memberikan kekuasaan kepada perempuan. Allah Swt. Yang Maha Tahu telah mengetahui bahwa hal itu tidak akan memberi kemaslahatan bagi perempuan dan masyarakat. Sebaliknya, mereka hanya akan mendapatkan kesengsaraan.
Oleh karena itu, hendaknya kaum muslim menjauhkan diri dari melakukan hal ini. Hal itu sebagai bentuk ketaatan kita kepada Allah Swt. dan Nabi Muhammad saw. Inilah bukti keimanan kita kepada keduanya.
Dengan menaati perintah dan larangan-Nya, kita akan mendapatkan kemaslahatan karena setiap hukum syarak mengandung maslahat. Hal ini pasti akan membawa kebaikan bagi kita. Hal itu karena hukum syarak itu berasal dari Allah Swt. yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi kita, hamba-hamba-Nya.
Wallaahu a’lam bi ash-shawaab. []
Indahnya Islam menjaga kehormatan perempuan
Sistem kapitalisme memang memberikan kebebasan yang setara antara laki-laki dan perempuan. Tak heran, perempuan merasa memiliki hak yang sama termasuk menjadi pemimpin. Miris deh sistem saat ini.
Ya, karena feminisme menghendaki seperti itu.
Sengaja pengeksploitasi perempuan ituh. Di balut dengan segala keindahan dan capaian duniawi, nyatanya malah zonk dan keburukana menanti
Begitulah, jika hanya menuruti akal manusia, tanpa peduli dengan aturan Sang Pencipta
Islam sangat memuliakan kaum hawa, semoga dengan tulisan Mba banyak yang tercerahkan
Aamiin
Islam itu menjadikan perempuan ratu. Tetapi perempuan feminis lebih senang jadi 'babu', diakui bisa menghasilkan uang dan melakukan apa yang laki-laki lakukan. Melarang perempuan jadi pemimpin pun bentuk perlindungan pada perempuan.
Wah, betul juga ya.
Zaman now, perempuan mau menyaingi laki-laki dalam segala hal. Naudzubillah
Barokallahu fiik, Mbak. Keren tulisannya
Ya karena mereka menginginkan kesetaraan di segala bidang
Perempuan boleh berperan dipublik, tetapi bukan menjadi pemimpin pada jabatan publik
Betul sekali