”Sebanyak 86% koruptor di Indonesia yang berasal dari lulusan perguruan tinggi seharusnya menjadi evaluasi bahwa kasus korupsi merupakan kasus sistemis bukan kasuistik.”
Oleh. Firda Umayah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sobat, pemilu 2024 sudah di depan mata. Saat ini, pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota masih berlangsung sampai 25 November 2023 nanti. Namun, ada yang tak lazim dalam syarat pencalonan anggota legislatif tahun ini. Dilansir dalam cnnindonesia.com pada Jumat, 19 Mei 2023, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menyatakan bahwa orang yang berstatus sebagai tersangka ternyata masih berhak menjadi caleg alias calon legislatif. Hem, kok bisa ya?
Inilah yang terjadi pada Johnny Plate, tersangka kasus korupsi proyek pengadaan menara BTS (Base Transceiver Station). Padahal ya, Sob. Salah satu syarat umum yang biasanya ada di masyarakat saat melamar pekerjaan saja, harus memiliki SKCK alias Surat Keterangan Catatan Kepolisian yang dijadikan bukti kalau seseorang tidak memiliki catatan kriminal berdasarkan data kepolisian. Terus, mengapa caleg yang notabene akan menjadi wakil rakyat justru malah bebas dari syarat ini, ya?
Demokrasi, Menyuburkan Korupsi
Sobat, kasus korupsi memang semakin marak bahkan telah menggurita di negeri ini. Hampir semua lini masyarakat ada saja yang tersandung kasus korupsi. Termasuk di dalam tubuh aparat penegak hukum. Miris banget, ya.
Demokrasi yang sarat akan kebebasan dalam berperilaku memang jadi sumber masalahnya. Sistem pemerintahan yang lahir dari ideologi kapitalisme ini, menyandarkan semua perbuatan manusia kepada asas manfaat. Di mana ada manfaat atau keuntungan yang bisa diambil, di sana pula akan ada tindakan yang dilakukan untuk mengambil manfaat tersebut. Tak peduli apakah tindakan itu halal atau haram. Sebab, ideologi kapitalisme menjadikan sekularisme sebagai akidah atau landasan berpikir dan berperilakunya.
Yup, sekularisme yang berarti memisahkan aturan agama dalam kehidupan, telah membuat manusia tak takut lagi kepada semua tindakan yang dilarang oleh agama. Walhasil, masyarakat yang ada dalam sistem demokrasi adalah masyarakat yang minus keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Astagfirullah, ngeri banget ya, Sob.
Begitu besarnya pengaruh sekularisme, membuat sebagian besar orang yang melakukan tindakan korupsi justru adalah para lulusan perguruan tinggi. Sebanyak 86% koruptor di Indonesia yang berasal dari lulusan perguruan tinggi seharusnya menjadi evaluasi bahwa kasus korupsi merupakan kasus sistemis bukan kasuistik. Terlebih lagi, dengan sistem hukum yang tidak menjerakan, membuat para koruptor tidak kapok untuk menghentikan perilaku buruk ini. Bahkan, para koruptor kerap mendapatkan diskon vonis alias remisi tahanan. Sangat disayangkan, bukan?
Sobat, maraknya tindak korupsi yang kerap dilakukan sebelum atau sesudah pemilu juga dipicu karena modal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang wakil rakyat atau pemimpin sangatlah besar. Oleh karena itu, korupsi yang dilakukan menjadi jalan alternatif untuk mengembalikan modal kampanye yang telah dikeluarkan. Nah, jika caleg yang notabene tersangka korupsi dibiarkan tetap maju dalam konstelasi politik, lalu akan menjadi apakah negeri ini?
Sobat, inilah gambaran umum dari penerapan sistem demokrasi. Sebuah sistem buatan manusia yang lemah dan terbatas. Sehingga sistem ini bukannya membawa ketenangan hidup justru membawa ketidakamanan. Oleh karena itu, masyarakat akan sulit pula untuk mendapatkan pemimpin yang amanah selama sistem yang diterapkan juga tidak amanah. Kalaupun ada orang-orang baik dan saleh yang terjun ke dalam sistem pemerintahan, maka selama sistem yang diterapkan buruk, orang baik tersebut tetap ada pada dua pilihan. Ikut terseret arus yang buruk ataukah tersingkir dari sistem buruk yang ada. Karena bagaimanapun juga, kebaikan dan keburukan tidak akan pernah bersatu. Setuju?
Islam Lahirkan Pejabat Adil dan Amanah
Sobat, jika sistem demokrasi tidak mampu melahirkan pemimpin yang amanah, maka ini tidak berlaku dalam sistem pemerintahan Islam. Sebab, sistem pemerintahan Islam berasal dari aturan Allah Swt. yang tertuang dalam berbagai sumber hukumnya. Islam sebagai pedoman hidup, memiliki seperangkat aturan yang mengatur semua sistem kehidupan mulai dari sistem pendidikan, ekonomi, hukum, sosial, kesehatan, hingga pemerintahan.
Sistem pemerintahan Islam yang lahir dari akidah Islam akan mampu melahirkan para pemimpin yang memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Masyarakat yang ada dalam sistem Islam memandang bahwa jabatan adalah amanah yang harus dijalankan penuh tanggung jawab. Oleh karena itu, menjadi pemimpin atau wakil rakyat bukanlah perkara remeh yang mudah untuk diperebutkan.
Sobat, untuk mewujudkan pemimpin yang adil dan amanah, negara penerap Islam memiliki beberapa prinsip yang harus diperhatikan sebagai berikut.
Pertama, dalam Al-Qur'an surah Al-Mudasir ayat 38, Allah Swt. berfirman bahwa setiap orang yang bernyawa memiliki tanggung jawab atas semua perbuatannya. Dalam ayat ini, Allah hendak mengingatkan agar para hamba-Nya tidak melakukan suatu perbuatan sebelum mengetahui hukumnya.
Dalam surah Al-Maidah ayat 27, Allah Swt. juga berfirman:
… إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
"Sesungguhnya, Allah akan menerima dari orang-orang yang bertakwa."
Maksud dari ayat ini adalah Allah hanya menerima amal saleh dari orang yang bertakwa. Karena orang yang bertakwa memiliki ilmu untuk mengetahui apa saja yang merupakan perintah Allah dan larangan-Nya.
Oleh karena itu, dalam sistem Islam, masyarakat akan berhati-hati dalam mengambil sikap, sebab semua perbuatannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Kedua, dalam sistem pendidikan, negara selalu menghadirkan akidah dan tsaqafah Islam dalam setiap jenjang pendidikan. Ini bertujuan agar setiap pendidik dan yang dididik terjaga keimanan dan pemahamannya dari hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam.
Para lulusan dalam pendidikan Islam termasuk lulusan perguruan tingginya akan menjadi orang-orang yang memiliki integritas tinggi.
Ketiga, dalam sistem pemilihan pemimpin, Islam memiliki sistem yang praktis, mudah, dan cepat dalam proses pemilihan. Islam menetapkan bahwa proses pemilihan pemimpin tidak boleh melebihi dari tiga hari tiga malam. Ini merujuk kepada ijmak sahabat pada proses pemilihan khalifah Abu Bakar sepeninggal Rasulullah saw.
Dalam kitab Nizamul Hukmi fil Islam karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dijelaskan bahwa ada tujuh kriteria mendasar yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang pemimpin dalam ranah hukum dan pemerintahan. Ketujuh kriteria ini akan menjamin seorang pemimpin menjadi memimpin yang amanah. Ketujuh syarat itu adalah laki-laki, beragama Islam, balig, sehat akalnya, merdeka alias bebas dari intervensi apa pun, mampu alias punya kapasitas untuk memimpin, dan adil alias bukan ahli maksiat.
Oleh karena itu, proses pemilihan pemimpin dalam Islam akan menutup peluang para calon dalam suap menyuap, korupsi dan negosiasi antara calon pemimpin dengan para pemilik kepentingan di balik pemilihan tersebut. Keren banget, 'kan?
Keempat, sistem hukum yang ada dalam negara Islam adalah sistem sangsi yang tegas yang mampu memberikan efek jera, menghapus dosa, dan mencegah masyarakat lain untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
Untuk tindak korupsi misalnya. Ini bisa masuk pada kategori khianat karena menyalahi amanah rakyat. Hukuman untuk tindak korupsi bisa beragam. Mulai dari teguran, denda, penjara, cambuk hingga dibunuh. Semua tergantung dari seberapa besar tindak korupsi yang dilakukan dan keputusan hakim yang menyelesaikan perkara tersebut.
Kelima, dalam sistem sosial, adanya kontrol masyarakat dalam negara Islam turut menjaga pemimpin dan anggota masyarakat agar selalu berjalan sesuai dengan syariat Islam. Perintah Allah agar setiap muslim saling mengingatkan dalam kebaikan, tolong menolong dalam kebajikan dan mencegah kepada kemungkaran akan senantiasa hadir dalam kehidupan sehari-hari (lihat QS. Al-Asr, Al-Maidah ayat 2, dan Ali Imran ayat 104).
Keenam, jaminan pemenuhan kebutuhan hidup yang diberikan oleh negara akan membuat masyarakat untuk tidak melakukan tindakan kriminal, termasuk korupsi. Terlebih lagi, sikap cukup di dalam harta dan lebih mementingkan rida Allah akan membuat masyarakat memiliki sifat kanaah dan terbebas dari budaya konsumtif serta hedonisme.
Penutup
Sobat, tetap berlakunya seorang tersangka dalam pencalonan anggota legislatif merupakan bukti bahwa sistem demokrasi tak menjamin akan lahir pemimpin yang adil dan amanah. Justru sistem ini membuktikan bahwa seakan tak ada orang lain yang mampu menjadi pemimpin amanah hingga seorang narapidana pun tetap layak maju dalam konstelasi politik.
Hal ini sangat berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Sistem ini selalu mengedepankan keimanan dan ketakwaan kepada Allah bagi siapa saja yang ingin memimpin umat. Sistem ini tidak lepas dari sistem lain yang juga harus berjalan sesuai dengan syariat-Nya. Wallahu a'lam bishawab.[]