Membelah Suramnya Masa Depan Generasi Z

Pandemi telah menyadarkan kembali tugas utama orangtua sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya.

-----------------------------------------------

Oleh: Isna Yuli, S. Pd

NarasiPost.com - Menatap generasi Z (mereka yang lahir antara tahun 1997 - 2012) saat ini ibarat menyuguhkan kekhawatiran kehidupan masa mendatang di depan mata. Bagaimana tidak, di tengah kemerosotan akhlak remaja, pandemi yang melanda tidak kunjung usai. Pendidikan yang menjadi salah satu upaya membenahi dan mendidik generasi perlahan menjadi lemah tidak berdaya. Bahkan disangka juga Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) juga menjadi salah satu kesempatan pelajar untuk bebas mengakses internet. Walaupun bukan konten yang tidak seharusnya, namun kedekatan pelajar dan waktu bersama gawai lebih intens.

Di sisi lain ruang gerak mereka juga terbatasi, tidak jarang ada beberapa anak yang stress menghadapi pembelajaran PJJ, bahkan bukan hanya pelajar, orangtuapun banyak mengeluhkan sistem pendidikan saat ini. Memang tidak ada pilihan lain, namun apakah benar pemerintah tidak mampu meriayah semua ini?

Saat proses pembelajaran 'dikembalikan' ke rumah, artinya orangtualah yang memiliki kendali atas semua kegiatan pelajar. Kondisi ini banyak dikeluhkan oleh mayoritas wali murid. Sebab secara psikologi orangtua tidak terbiasa menghadapi cara belajar anak, atau tidak memiliki kemampuan mendidik layaknya guru. Apalagi bagi kedua orangtua dengan kesibukan bekerja di luar rumah, mereka tidak memiliki cukup waktu dan perhatian terhadap proses pembelajaran daring.

Hasilnya banyak orangtua yang tidak sabar melihat proses belajar yang dilakukan si anak. Inginnya anak cepat bisa atau cepat mengerjakan tugas daring, sedangkan psikologis anak banyak terjadi perubahan. Yang biasanya sekolah bertemu dengan banyak teman, bisa bermain dan bercanda, ada kebebasan bergerak di luar rumah, sekarang harus duduk mendengarkan penjelasan guru melalui daring, tidak bisa bergurau dengan teman-temannya, harus mengerjakan tugas daring yang banyaknya melebihi tugas harian biasanya. Semua ini menumpuk menjadi satu beban berat yang jika tidak segera diuraikan akan menjadi sel stress.

Parahnya lagi jika antara anak dan orangtua tidak terjalin komunikasi dengan baik serta akidah yang kuat, percekcokan kecil dalam masalah pendidikan akan mengantarkan pada tindak kriminal. Sebagaimana yang banyak terjadi di beberapa wilayah akhir-akhir ini.

Jika sebelumnya anak-anak berusaha dijauhkan dari gadget, maka saat ini orangtua mau tidak mau harus memfasilitasi belajar anak dengan gedget. Di sisi lain ancaman dari dunia maya semakin mengganas. Jika orangtua tidak mendampingi dengan benar, anak-anak dipastikan terjerembab ke dalam game-game online atau aplikasi-aplikasi unfaedah.

Jika fenomena pendidikan seperti ini terus berlanjut bisa dibayangkan bagaimana kondisi bangsa 5,10 atau 20 tahun ke depan? Relakah kita jika bangsa ini nanti dipimpin oleh generasi Z yang saat ini bisa kita lihat prestasinya?

Lebih parah lagi, negara tidak memiliki program atau sistem yang mampu mengentaskan masyarakat dari keterpurukan generasi. Padahal generasi Z adalah tumpuan masa depan bangsa.

Melihat fakta demikian, ada beberapa simpul permasalahan yang harus kita uraikan.

Pertama, permasalahan sistem pendidikan tidak bisa dipisahkan dari sistem pemerintahan. Sebab kebijakan yang diambil oleh Menteri Pendidikan juga mengacu apa yang diputuskan oleh kebijakan Presiden. Oleh karenanya pemerintah harus mampu menyelesaikan semua permasalahan kesehatan terkait pandemi ini.

Kedua, meskipun terhalang oleh wabah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan juga harus mengambil terobosan kebijakan untuk mengurusi semua permasalahan pendidikan. Mulai dari penyesuaian kurikulum, evaluasi pendidikan, kendala jaringan, kendala perangkat, perbedaan kondisi antar wilayah dan lain sebagainya.

Ketiga, pandemi telah menyadarkan kembali tugas utama orangtua sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya. Selama ini terjadi penyerahan tanggungjawab sepenuhnya dari orangtua kepada pihak sekolah ataupun pondok pesantren. Ketika pendidikan mengharuskan kembali ke rumah, maka banyak orangtua yang tidak siap, kelabakan hingga menimbulkan konflik antar anak dan orangtua.

Setidaknya ketiga permasalahan di atas harus segera dipecahkan oleh bangsa ini, jika tidak ingin masa depan negeri hancur akibat kesalahan pengelolaan dan kebijakan yang diterapkan pada generasi saat ini.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Memilih Pahala daripada Harta
Next
Keluarga Harmonis dengan Sistem Islam
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram