Rasulullah Saw bersabda,
"Siapa saja yang kami angkat sebagai pegawai atas suatu pekerjaan, kemudian kami beri dia upahnya, maka apa yang dia ambil selain itu adalah kecurangan. "(HR. Abu Dawud)
Oleh.Firda Umayah, S.Pd (Praktisi Pendidikan)
NarasiPost.Com-Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Menpan RB), Tjahjo Kumolo tak menampik masih mendapati PNS atau ASN yang terjerat korupsi. Tjahjo menyebut setiap bulan Kemenpan RB memecat tidak hormat para PNS korup. (merdeka.com/18/04/2021)
Sementara itu, Riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) mendapati bahwa mayoritas Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak mengetahui terjadinya perilaku korupsi di instansinya bekerja. Berdasarkan hasil riset, sebanyak 39,2 persen PNS sama sekali tidak mengetahui dan 30,4 persen kurang tahu terjadinya korupsi di instansinya. (republika.co.id/18/04/2021)
Kasus korupsi yang terus menggurita termasuk di dalam tubuh aparatur negara bukanlah problem biasa. Ia merupakan bagian dari problem sistematik akibat buruknya penerapan sistem pemerintahan. Sistem sekularisme yang diterapkan oleh berbagai negeri termasuk Indonesia telah menjadikan segala cara untuk meraih keuntungan menjadi halal. Termasuk dengan melakukan korupsi.
Adapun solusi parsial yang yang diberikan dalam penanganan korupsi dengan pemecatan oknum yang terlibat korupsi bukanlah solusi tuntas. Terlebih lagi, hukuman yang diberikan dalam ranah hukum juga tidak mampu memberikan efek jera. Meskipun sudah ada lembaga khusus untuk menangani kasus korupsi, faktanya pasca revisi undang-undang yang dilakukan justru lembaga ini semakin melemah. Padahal, para koruptur dapat disebut sebagai pengkhianat rakyat.
Islam memandang bahwa hal ini merupakan perkara yang haram dilakukan dan harus mendapatkan sanksi yang tegas. Islam telah memberikan batasan yang jelas terhadap harta yang harus dimiliki oleh seorang aparatur negara. Ia hanya boleh menerima uang gaji sesuai dengan upah yang telah ditentukan saat ia menjadi aparatur negara.
Harta yang diperoleh dari selain gaji, tanpa alasan yang jelas maka dianggap harta gelap atau ghulul. Bahkan Islam melarang seorang aparatur negara mengambil komisi atas pemanfaatan wewenang atau kekuasaan yang dimilikinya. Rasulullah Saw bersabda,
"Siapa saja yang kami angkat sebagai pegawai atas suatu pekerjaan, kemudian kami beri dia upahnya, maka apa yang dia ambil selain itu adalah kecurangan. "(HR. Abu Dawud)
Islam juga memberikan sanksi yang tegas kepada para koruptor. Sanksi ini diberikan oleh seorang hakim dengan mempertimbangkan beratnya pelanggaran korupsi yang dilakukan. Sanksi yang diberikan dapat berupa teguran, denda, penjara, diumumkan di masyarakat, hukuman cambuk hingga hukuman mati.
Agar pemerintah mengetahui apakah seorang aparatur negara melakukan korupsi atau tidak, maka dilakukan upaya pencatatan oleh petugas yang ditunjuk kepada aparatur negara sebelum ia diberi tugas hingga setelah diberi tugas. Hal ini sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab.
Hal yang tak kalah penting dalam memberantas korupsi adalah adanya penguatan akidah dan pemahaman terhadap syariat Islam yang diberikan kepada seluruh warga negara, khususnya para aparatur negara sebelum mereka diberi amanah. Sehingga, faktor keimanan dan ketakwaan juga menjadi kunci agar aparatur negara dan warga negara tidak melakukan kemaksiatan termasuk tindak korupsi. Semua itu akan mudah dicapai ketika Islam diterapkan secara totalitas di dalam seluruh aspek kehidupan di bawah naungan negara Islam, khilafah Islamiyah.