Gapai Takwa dalam Sistem Permisif, Mungkinkah?

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"
(QS. Al-Baqarah: 183)


Oleh. Mila Sari, S.Th. I
(Pegiat Opini, Pendidik Generasi, dan Member Akademi Menulis Kreatif)

NarasiPost.Com-Takwa adalah takut kepada Allah Swt, baik itu takut akan murka-Nya atau takut tidak mendapatkan rida-Nya sehingga menjadikan seorang hamba patuh dan tunduk atas setiap apa yang telah diperintahkan-Nya. Takwa juga berarti menjalankan semua perintah dan menjauhi segala larangan-Nya agar terhindar dari dosa dan selamat dari siksa neraka. Dan ini hanya diyakini oleh kaum muslimin saja.

Adapun tujuan dari disyari'atkannya puasa Ramadan adalah dalam rangka meraih predikat takwa. Hal ini senada dalam firman Allah Swt sebagai berikut:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْکُمُ الصِّيَامُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِکُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"
(QS. Al-Baqarah: 183)

Dalam rangka menyambut datangnya bulan Ramadan pada tahun 2021 ini, siaran televisi diperketat dengan tidak menampilkan siaran yang bernuansa LGBT hingga mistik. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegaskan, selama bulan Ramadan 2021, lembaga penyiaran diminta untuk tidak menayangkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya. Di samping itu, KPI juga mengimbau untuk tidak menampilkan muatan yang mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan. (Deskjabar.com, 24 Maret 2021)

Aturan itu tercantum dalam Surat Edaran KPI 2/2021 berdasarkan keputusan pleno 16 Maret 2021. Adapun tujuannya adalah dalam rangka meningkatkan kekhusyukan dalam menjalankan ibadah puasa. "Sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai agama, menjaga dan meningkatkan moralitas," tulis Ketua KPI Pusat Agung Suprio itu dalam surat tersebut. (Tirto.id, 20 Maret 2021)

Sepintas, bila kita cermati aturan tersebut memang bagus dan bernilai positif bagi kaum muslimin karena akan semakin menertibkan suasana Ramadan dari hal-hal yang dapat merusak amalan baik di bulan nan suci dan penuh berkah tersebut. Namun, hal itu saja tidaklah cukup. Karena kontrol media saja tidaklah optimal. Butuh solusi hakiki agar permasalahan tersebut benar-benar bisa teratasi sehingga tidak akan pernah memunculkan masalah baru.

Hal itu karena masyarakat, khususnya kaum muslimin yang akan menjalankan ibadah puasa Ramadan, tidak hanya membutuhkan tayangan yang mendukung tercapainya tujuan puasa. Akan tetapi butuh kepada sistem kehidupan dan sistem aturan yang mengatur tercapainya tujuan takwa. Dan itu tidak hanya selama satu bulan Ramadan saja, tapi selamanya.

Sebagaimana saat Islam diterapkan dalam sebuah aturan negara, maka dapat kita lihat dari lembaran-lembaran sejarah bahwa di bulan Ramadan begitu banyak kemenangan dan kegemilangan yang diraih. Hal itu terjadi sepanjang kurun sejarah, mulai dari didirikannya Daulah Islam di Madinah oleh Rasul Saw dan para Sahabat hingga runtuhnya Daulah Islam di Turki oleh Mustafa Kemal Pasha, Inggris dan para sekutunya.

Saat itu, penaklukan demi penaklukan yang dimenangkan sehingga menjadikan Islam semakin berwibawa dalam kancah dunia internasional dan pasukan kaum muslimin dikenal dengan pasukan yang tak terkalahkan.

Puasa Ramadan sedikitpun tidak menjadikan mereka lemah, justru gelora semangat juang semakin membahana karena dorongan iman yang dilandasi ketakwaan yang hakiki. Semua tidak akan terwujud bila Islam tidak diterapkan dalam sebuah aturan institusi negara. Dan mustahil ketakwaan akan diperoleh bila kita masih saja diatur oleh sistem sekularisme yang permisif (serba boleh).

Negara Islam hadir dalam rangka mengontrol dan memastikan pelaksanaan hukum syara' dapat berjalan secara sempurna dan menyeluruh (syamil wa kamil), sehingga dengannya ketakwaan akan terbentuk. Sementara sistem yang tengah dipaksakan penerapannya hari ini, justru menjadikan negara berperan sebagai kontrol atas kebebasan individu yang dengannya mustahil takwa akan terwujud.

Wallahu 'alam bishsawab[]


Photo: Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Alergi Makanan atau Alergi Syariat, Pilih Mana?
Next
Terusan Suez Macet Total, Rugikan Perdagangan Global
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram