Segala pro dan kontra yang menyertai program Wolbachia ini menegaskan bahwa rakyat membutuhkan kepastian.
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Beberapa waktu ini, Wolbachia sedang ramai diperbincangkan. Wolbachia diklaim bisa menurunkan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Namun, ternyata tidak semua menerimanya sehingga pro dan kontra pun terjadi di tengah masyarakat.
Sebenarnya apa itu Wolbachia? Benarkah teknologi Wolbachia dapat menekan angka DBD? Bagaimana pandangan Islam tentang hal ini?
Mengenal Wolbachia
Wolbachia adalah bakteri alami yang terdapat pada artropoda, termasuk serangga seperti ngengat, lalat buah, kupu-kupu, dan lainnya. Pada serangga, Wolbachia hidup sebagai parasit dengan menyerap nutrisi tanpa memberi manfaat atau bantuan pada serangga tersebut.
Dilansir dari wikipedia.org, Wolbachia pertama kali diidentifikasi pada tahun 1924 oleh Marshall Hertig dan Simeon Burt Wolbach pada nyamuk Culex pipiens. Keduanya kemudian mendeskripsikan Wolbachia sebagai organisme pleomorf, berbentuk batang, Gram-negatif, dan intraseluler yang hanya menginfeksi ovarium dan testis. Pada tahun 1936, Hertig mendeskripsikan spesies ini secara formal dan mengusulkan nama generik formalnya: Wolbachia pipientis.
Infeksi Wolbachia pada hewan akan menyebabkan partogenesis atau perkembangan sel telur yang tidak dibuahi, kematian pada hewan jantan, dan feminisasi atau perubahan serangga jantan menjadi betina. Hewan yang terinfeksi Wolbachia juga dapat mengalami inkompatibilitas sitoplasma. Yaitu, suatu fenomena penyebaran faktor sitoplasma yang umumnya dilakukan dengan membunuh progeni (keturunan) yang tidak mewarisi/membawa faktor tersebut. Intinya, bakteri Wolbachia bisa membuat serangga yang terinfeksi olehnya menjadi mandul atau telur yang dihasilkannya tidak bisa berkembang.
Teknologi Wolbachia
Di kemudian hari, ditemukan bahwa strain Wolbachia dapat memperpendek usia lalat buah, Drosophila. Temuan ini lalu menginspirasi ilmuwan untuk memasukkan Wolbachia ke populasi nyamuk supaya usia nyamuk menjadi lebih singkat. Mereka berpikir bahwa Wolbachia bisa digunakan sebagai upaya pencegahan penyebaran demam berdarah dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti.
Bakteri Wolbachia yang ada pada lalat buah itu lalu disuntikkan ke sel nyamuk Aedes aegypti. Bakteri yang begitu kecil disuntikkan ke sel yang juga sangat kecil. Bisa dibayangkan alat suntiknya sekecil apa, ya? Proses ini hanya bisa dilakukan oleh ahli dengan teknik atau peralatan yang khusus di laboratorium. Butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa menghasilkan nyamuk yang mengandung Wolbachia.
Seperti apa proses selanjutnya? Dilansir dari tekno.tempo.co (28/11/2023), Adi Utarini, sang peneliti nyamuk dari UGM, mengungkapkan bahwa Wolbachia dalam sel Aedes aegypti menyebabkan virus dengue tidak berkembang sehingga tidak bisa menularkan penyakit demam berdarah ke manusia. Transmisi Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti bisa melalui tiga cara. Pertama, saat nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina yang ber-Wolbachia dan kemudian menetaskan telur yang juga ber-Wolbachia. Kedua, nyamuk jantan yang tidak ber- Wolbachia kawin dengan nyamuk betina yang ber-Wolbachia sehingga menghasilkan nyamuk ber-Wolbachia. Ketiga, saat nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan betina yang tidak ber-Wolbachia sehingga telur tidak akan menetas.
Virus dengue dalam nyamuk tidak bisa bereplikasi karena tidak mendapatkan makanan. Persaingan dalam merebutkan makanan antara bakteri Wolbachia dengan virus dengue membuat virus dengue tidak dapat berkembang biak. Adanya Wolbachia menyebabkan Aedes aegypti tidak lagi menjadi vektor dengue.
Nyamuk yang sudah terinfeksi Wolbachia kemudian dilepaskan dengan menaruhnya di ember berisi air bersih supaya menetas. Sebanyak 250 hingga 300 telur nyamuk dengan angka penetasan telur sekitar 90 persen. Setiap ember diletakkan pada jarak 75 meter persegi. Jumlah ember yang berisi telur nyamuk setidaknya harus mencapai 10 persen dari populasi Aedes aegypti di daerah tersebut. Penyebarannya dilakukan sebanyak 12 kali. Setiap satu kali penyebaran diasumsikan hanya 1 persen dari populasi nyamuk. (tekno.tempo.co, 28/11/2023)
Teknologi Wolbachia secara prinsip memanfaatkan bakteri alami yang banyak ditemukan pada serangga. Nyamuk-nyamuk baru yang dihasilkan adalah yang memiliki Wolbachia dan sudah tidak bisa lagi menularkan virus dengue.
Wolbachia di Yogyakarta
Teknologi Wolbachia bukanlah hal yang baru. Penelitian teknologi Wolbachia sudah dilakukan sejak 12 tahun yang lalu di Yogyakarta. Penelitian ini meliputi beberapa fase. Fase pertama adalah untuk uji kelayakan dan keamanan (2011-2012). Fase kedua adalah masa pelepasan skala terbatas (2013-2015). Fase ketiga merupakan pelepasan skala luas (2016-2020). Fase keempat adalah masa implementasi (2021-2022). Ini merupakan Studi Aplikasi Wolbachia untuk Eliminasi Dengue (AWED) yang pertama kalinya di dunia dengan menggunakan desain Cluster Randomized Controlled Trial (CRCT). Hasil studi menunjukkan bahwa nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia mampu menurunkan kasus dengue sebesar 77,1% dan menurunkan tingkat rawat inap sebesar 86%. (ugm.ic.id, 17/11/2023)
Penelitian di Yogyakarta tersebut juga pada awalnya mendapatkan penolakan dari masyarakat. Namun, karena adanya pendekatan dari pihak-pihak terkait, akhirnya masyarakat pun menerima. Masyarakat di dua dukuh di Sleman dan dua dukuh di Bantul bersedia menjadi bagian dari program teknologi Wolbachia. Inovasi Wolbachia tidak hanya menjangkau Indonesia, tetapi juga Australia, Vietnam, Sri Lanka, Kiribati, Vanuatu, Fiji, New Caledonia, Meksiko, Kolombia, dan Brazil.
Penelitian Wolbachia dilakukan oleh World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta yang merupakan hasil kolaborasi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Monash University, dan Yayasan Tahija. Setelah dilakukan program nyamuk ber-Wolbachia terjadi penurunan kasus DBD. Pada tahun 2016 tercatat ada 1.700 kasus DBD di Yogyakarta. Angka ini turun drastis menjadi hanya 67 kasus pada pertengahan November 2023. Catatan ini menjadi yang terendah sepanjang sejarah di Yogyakarta. (cnnindonesia.com, 23/11/2023)
Teknologi Wolbachia dijalankan bersamaan dengan cara-cara yang sudah ada sebelumnya seperti pemberantasan nyamuk dengan 3M (menguras, menutup, dan mendaur ulang barang yang berpotensi menjadi tempat berkembang biak nyamuk) dan jumantik. Teknologi Wolbachia menjadi salah satu cara tambahan untuk mengurangi kasus DBD. Program ini bisa berjalan jika masyarakat ikut berperan. Untuk ikut berperan tentunya masyarakat telah mendapatkan informasi tentang teknologi Wolbachia dan menerimanya. Jika masyarakat menolak, maka program tidak bisa dilaksanakan. Sebab, program ini berkaitan dengan masyarakat di mana nyamuk-nyamuk ber-Wolbachia disebarkan di tengah-tengah mereka.
Pro dan Kontra
Dalam sebuah inovasi selalu ada pro dan kontra yang mengiringi. Begitu pula dengan teknologi Wolbachia. Sejumlah masyarakat di Bali menolak rencana pelepasan nyamuk ber-Wolbachia di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng, Bali. Petisi penolakan penyebaran yang dibuat secara daring pada awal November pun telah mendapat dukungan lebih dari seribu orang.
Penolakan disebabkan karena sosialisasinya yang kurang kepada masyarakat. Selain itu, banyak informasi yang belum jelas kebenarannya beredar membuat masyarakat resah dan bingung.
I Wayan Puspa Negara, Ketua Aliansi Pelaku Pariwisata Bali, mengatakan bahwa video viral di TikTok dan tersebar di grup WhatsApp menimbulkan kebingungan dan keresahan. Salah satu video viral tersebut berasal dari rekaman diskusi prof. Richard Claproth dan mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari. Dalam video tersebut, keduanya mempertanyakan urgensi Indonesia terlibat dalam uji coba Wolbachia lantaran kasus DBD dalam 10 tahun terakhir diklaim menurun dan menuding ada agenda terselubung di balik program Wolbachia tersebut. Juga ada dugaan bahwa nyamuk ber-Wolbachia bisa mengakibatkan penyakit Japanese encephalitis, memengaruhi ekosistem, dan memicu pandemi. (bbc.com, 23/11/2023)
Kabar yang juga banyak berseliweran adalah bahwa nyamuk ini merupakan senjata biologis untuk depopulasi. Nyamuk mengalami rekayasa genetika dan membawa virus yang membentuk genetik LGBT. Adanya sosok Bill Gates yang seorang tokoh bisnis, investor, dan filantropis dalam program nyamuk ini turut menimbulkan dugaan-dugaan. Faktanya, yayasan milik Bill Gates turut mendanai program nyamuk Wolbachia. Jika kemudian muncul dugaan bahwa program nyamuk ini ujung-ujungnya adalah uang, maka itu tidak bisa dimungkiri.
Paradigma Kapitalisme
Masyarakat juga tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Sebab, dunia tempat mereka tinggal dipenuhi dengan informasi yang sangat banyak dan bercampur aduk. Sulit membedakan antara informasi yang benar dan yang salah sehingga orang sering tersesat dan salah berbuat.
Ditambah lagi kenyataan bahwa dalam kehidupan yang diatur dengan kapitalisme sekularisme ini, masyarakat selalu dibohongi dan dibodohi secara sistemis oleh kekuasaan. Masyarakat juga selalu dijadikan objek penderita berbagai macam kebijakan penguasa kapitalis. Tak heran jika kemudian muncul respons penolakan dan skeptis terhadap inovasi atau program yang berkaitan dengan masyarakat. Ibaratnya, karena sering dibohongi, maka ketika suatu saat benar dan jujur pun orang tidak percaya.
Dalam kapitalisme, sektor kesehatan dijadikan lahan bisnis para kapitalis. Negara yang harusnya mendukung rakyat juga malah berpihak pada para pemilik modal. Biaya kesehatan menjadi mahal. Akses rakyat untuk fasilitas kesehatan juga tidak merata. Hanya yang punya uang saja yang bisa menikmati pelayanan kesehatan. Belum lagi kualitasnya yang rendah kian memperburuk keadaan. Mau percaya, tetapi faktanya tidak seindah kata-kata.
Segala pro dan kontra yang menyertai program Wolbachia ini menegaskan bahwa rakyat membutuhkan kepastian. Rakyat butuh jaminan bahwa kepentingan mereka akan terlindungi. Jaminan dan kepastian ini dalam urusan apa pun. Masyarakat akan tenang dan patuh pada kebijakan bila pemerintahnya bisa dipercaya. Hal inilah yang nihil dalam sistem kapitalisme sekarang.
Pandangan Islam
Dalam Islam, teknologi merupakan sesuatu yang sifatnya mubah atau boleh. Meskipun sains dan teknologi itu berasal dari Barat, tetap boleh bagi muslim untuk mengambilnya karena sifatnya universal dan bebas nilai. Kita boleh mengadopsi ilmu dan teknologi dari mana pun sumbernya. Bahkan, muslim harus menguasai sains dan teknologi dalam rangka menegakkan Islam.
Namun, jika ilmu itu berkaitan dengan pandangan hidup tertentu seperti tsaqafah Barat, maka tidak boleh bagi muslim untuk mengambilnya. Sebab, tsaqafah tidak bersifat universal dan bebas nilai. Ia merupakan ilmu yang mengandung nilai-nilai dari sebuah pandangan hidup tertentu. Seperti halnya ideologi kapitalisme sekularisme yang berasal dari Barat, tidak boleh bagi muslim untuk mengambilnya.
Adapun teknologi Wolbachia yang digunakan untuk menekan penyebaran DBD boleh saja diterapkan selama tidak bertentangan dengan syarak. Jika teknologi tersebut tidak ada rekayasa genetika dengan mengubah kromosom, berpotensi menimbulkan mudarat, atau melanggar hak orang lain, maka boleh dilakukan.
Kesehatan merupakan kebutuhan rakyat yang harus dijamin oleh negara. Segala upaya akan dikerahkan negara demi menjaga kesehatan rakyat. Jika ada inovasi yang berguna untuk meningkatkan kesehatan rakyat, maka negara akan mendukungnya.
Terkait beredarnya informasi yang tidak jelas, negara akan menghentikannya. Negara akan menyaring informasi yang boleh beredar di tengah masyarakat. Penegakan sistem sanksi yang tegas juga mampu mencegah tindakan pelanggaran seperti kebohongan dan berita palsu.
Teknologi dalam Khilafah
Islam mendorong manusia untuk selalu belajar dan berinovasi. Dengan mengamati segala sesuatu yang ada di alam, manusia bisa menemukan banyak hal yang bermanfaat bagi kehidupan. Dari situlah kemudian manusia berusaha membuat inovasi dan teknologi baru. Dalam kerangka keimanan, muslim melakukannya untuk keperluan dakwah dan jihad dan demi kemaslahatan umat.
Berbagai macam teknologi yang diciptakan oleh para ahli sejatinya untuk memenuhi kebutuhan umat. Dengan teknologi, umat menjadi lebih mudah menjalankan aktivitas atau dalam memenuhi hajatnya. Maka, teknologi yang dihasilkan merupakan teknologi yang tepat guna. Yakni, teknologi yang pasti berguna bagi umat.
Di sinilah peran penting negara. Khilafah akan mendukung setiap inovasi dan teknologi yang memberi manfaat kepada umat. Dukungan negara berupa dana, fasilitas, dan peta jalan riset.
Pendanaan bisa diambil dari baitulmal sehingga para peneliti maupun rakyat umum yang terlibat akan bisa maksimal dalam menjalankan program. Negara juga mendorong orang-orang kaya untuk menyumbangkan hartanya dalam membiayai riset dan teknologi yang sedang dikembangkan. Hal ini merupakan amal yang mendatangkan pahala bagi mereka. Setiap orang akan berupaya sebaik mungkin untuk memberikan kontribusinya di jalan dakwah.
Adanya peta jalan riset membuat arah dan tujuan riset menjadi jelas. Setiap prosesnya pun selalu berada dalam koridor syariat. Maka, riset akan menghasilkan inovasi dan teknologi yang membawa maslahat bagi umat dan mampu mendukung aktivitas dakwah dan jihad.
Begitulah pula seharusnya dalam teknologi Wolbachia. Sebelum dijalankan, pihak berwenang pasti akan meneliti seberapa urgen hal itu. Ketika program benar-benar dilaksanakan, maka negara tidak akan membiarkannya tanpa pengawasan. Negara akan selalu memastikan bahwa riset dan teknologi berjalan dengan baik dan benar. Inilah tugas negara sebagai pelayan rakyat sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Imam/khalifah itu pengurus dan dialah yang bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Khatimah
Ketika Islam menjadi paradigma, maka inovasi dan teknologi akan selalu ditujukan untuk meraih kemaslahatan. Ini hanya akan terwujud dalam negara yang menerapkan Islam secara totalitas di bawah naungan Khilafah.
Wallahu a’lam bishshawwab. []
Hehm, solusi yang tak sampai setengah hati. Solusi yang akan menyeret rakyat untuk menjadi korban hakiki. Naudzubillah
Kasihan sekali rakyat dalam sistem ini
Rakyat akuirnya yg jd korban kebingungan. Mana yg harus diikuti karena sebegitu tidakpercayanya rakyat pada pemerintah saat ini
Susah untuk percaya karena terlalu sering dibohongi
Hanya negara dengan Islam kaffah yang bisa memberi kepastian dan jaminan keamanan
Agak mengkhawatirkan juga ya dan pastinya bikin bingung rakyat, apakah harus percaya dan ikut berpartisipasi atau justru menolak. Soalnya kita tahu bersama bahwa urusan kesehatan berserta seluruh turunannya, misal obat, dll, memang jadi ajang bisnis, bukan benar-benar untuk menjaga kesehatan rakyat.
Betul, mbak.. karena selama ini faktanya memang begitu.. harusnya rakyat dapat pelayanan, tp malah harus bayar mahal..
Memang benar dalam kehidupan sekuler- kapitalisme sering sulit dibedakan antara kebenaran & kebohongan. Rakyat kadung kehilangan kepercayaan pada pemimpin dan apa yang diurusinya, seperti pada masalah nyamuk woldbacia ini.
Akibat melalaikan amanah jadinya susah dipercaya orang.. lagi2 yg dirugikan adl rakyat..
Negara harus membuktikan risetnya adalah benar dalam rangka melindungi rakyat dan kesehatan, kalau kapitalisme menjadi paradigma tentu negara tidak seluruhnya mengawasi. Dan ini sangat mengancam jiwa dan ketenangan rakyat terabaikan. Barakallah penulis
Berul.. Kalau paradigmanya kapitalisme, negara tidak bisa cenderung abai terhadap perlindungan untuk rakyatnya