Kecanggihan teknologi yang diciptakan oleh para ilmuwan sangat berimplikasi besar pada manusia, yaitu untuk mendeteksi datangnya El Nino dan La Nina.
Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Peluang kemunculan La Nina diprediksi berkurang pada periode September sampai November 2024. Peluang kemunculan ini lebih kecil dibandingkan periode tiga bulan sebelumnya. Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang merupakan lembaga atmosfer dan kelautan Amerika Serikat (AS), peluang kemunculan La Nina pada periode September hingga November 2024 mencapai 66%. Kondisi ini diprediksi bertahan sepanjang musim dingin belahan bumi utara 2024–2025 dengan potensi berkembang mencapai 74% selama November–Januari.
NOAA mengungkapkan bahwa saat ini status sistem peringatan El Nino-Southern Oscillation (ENSO) masih "La Nina Watch." Lembaga tersebut juga menyebutkan bahwa status ENSO netral masih akan berlanjut hingga beberapa bulan ke depan.
Di sisi lain, International Research Institute for Climate and Society (IRI) yang berbasis di Columbia University, AS memprediksi bahwa peluang kemunculan fenomena La Nina lebih kecil. Prakiraan objektif ENSO IRI menunjukkan peluang La Nina mencapai 49% pada September–November 2024 yang akan terjadi di Khatulistiwa Pasifik (CNNIndonesia.Com, 15-08-2024). Lantas, apa itu La Nina dan bagaimana dampaknya? Apakah La Nina berbeda dengan El Nino?
Perbedaan La Nina dan El Nino
Pada dasarnya, El Nino dan La Nina merupakan bagian dari fenomena El Nino-Southern Oscillation (ENSO) yang merupakan anomali iklim yang mampu mengubah sirkulasi atmosfer global. ENSO bisa memengaruhi cuaca di Amerika Serikat dan seluruh dunia, termasuk Indonesia. ENSO merupakan interaksi yang terjadi antara laut dan atmosfer yang melibatkan perubahan suhu perairan di Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur.
Selanjutnya, ENSO memiliki fase ektrem yang dinamakan El Nino dan La Nina. Dilansir dari berbagai sumber, El Nino merupakan pemanasan suhu permukaan laut (sea surface temperature/SST) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudra Pasifik bagian timur dan tengah. Ketika terjadi pemanasan pada permukaan laut di Samudra Pasifik bagian timur dan tengah, kondisi ini akan mengurangi curah hujan di Indonesia yang mengakibatkan banyak petaka seperti kekeringan, gagal panen, kekurangan air bersih, dan lainnya.
Sedangkan La Nina merupakan pendinginan suhu permukaan laut (SST) di bawah kondisi normal yang terjadi di Samudra Pasifik bagian timur dan tengah. Ketika terjadi pendinginan pada permukaan laut di Samudra Pasifik bagian timur dan tengah, kondisi ini akan meningkatkan curah hujan di Indonesia yang mengakibatkan hujan lebat dan memicu terjadinya banjir bandang dan tanah longsor, gagal panen, kenaikan harga komoditas pertanian, hujan es, dan lainnya.
Dampak buruk yang ditimbulkan oleh fase ekstrem dari ENSO sangat mengancam keberlangsungan hidup manusia. Oleh karenanya, kecanggihan teknologi yang diciptakan oleh para ilmuwan sangat berimplikasi besar pada manusia, yaitu untuk mendeteksi datangnya El Nino dan La Nina.
Implikasi Kecanggihan Teknologi
Kemajuan teknologi yang kian canggih memang memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Dengan kecanggihan teknologi, manusia akan terbantu untuk melakukan aktivitas mereka sehari-hari. Kecanggihan teknologi juga sangat memudahkan manusia untuk mengantisipasi datangnya bencana yang disebabkan anomali iklim, seperti kemunculan La Nina.
Dengan teknologi satelit canggih dan sistem pemantauan suhu permukaan laut seperti pelampung Array for Real-time Geostrophic Oceanography (ARGO) akan dapat mendeteksi tanda-tanda awal fenomena kemunculan La Nina dan El Nino di Samudra Pasifik. Dengan pengukuran suhu permukaan laut, para ilmuwan akan lebih mudah memberikan peringatan dini tentang fenomena La Nina dan El Nino kepada masyarakat global yang akan terdampak sehingga bisa memungkinkan masyarakat waspada terhadap kemunculannya.
Ini seperti halnya prediksi dari International Research Institute for Climate and Society (IRI) dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) di Amerika Serikat yang menyatakan La Nina berkurang. Masyarakat terkhusus penguasa tidak boleh tenang dengan berita ini, tetapi harus tetap menaruh kewaspadaan terhadap anomali iklim tersebut. Bukan tidak mungkin bahwa berkurangnya La Nina menjadi tanda akan munculnya fenomena iklim sebaliknya, yakni El Nino pada beberapa bulan kemudian sebab suhu permukaan laut bisa berubah-ubah dan tidak menentu. Oleh karenanya, dengan kecanggihan teknologi harusnya bisa membuat penguasa dan masyarakat untuk membuat berbagai rancangan kebijakan guna mengantisipasi dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim tersebut. Misalnya, melakukan pengelolaan pertanian untuk menghindari gagal panen dan pengelolaan air hingga mitigasi bencana yang lebih besar.
Sayangnya, kecanggihan teknologi dalam sistem kapitalisme tidak mampu dimanfaatkan dengan baik oleh para penguasa untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim tersebut. Penguasa acapkali hanya memberikan peringatan kepada rakyat akan kemunculan fase ektrem ENSO tersebut, tetapi tidak mampu mengambil kebijakan yang tepat untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan. Ini sebagaimana kemunculan El Nino yang menyebabkan kekeringan, gagal panen, dan dampak buruk lainnya, tetapi tidak dapat diantisipasi dengan baik oleh penguasa secara keseluruhan. Alhasil, rakyat terus yang menjadi korban dari fenomena alam tersebut.
Teknologi dalam Islam
Teknologi bukanlah hal yang baru dalam Islam, pengembangan teknologi masuk dalam kajian ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang sudah terjadi pada masa kejayaan Islam silam. Misalnya pada masa Kekhalifahan Abbasiyah lahir ilmuwan-ilmuwan hebat yang mampu mengembangkan iptek, seperti Al-Jazari yang dikenal sebagai bapak robot pertama dalam sejarah Islam. Al-Jazari merupakan ilmuwan yang mengembangkan prinsip hidrolik untuk menggerakkan suatu benda yang kemudian diakui sebagai robot.
https://narasipost.com/opini/06/2023/fenomena-el-nino-senjata-impor-negara/
Selanjutnya, pada masa Khalifah Al-Hakim bin Amirillah dari Dinasti Fathimiyah, yaitu Ibnu al-Haitsam merupakan seorang yang ahli matematika, astronomi, dan fisika. Dia merupakan ilmuwan pertama yang menemukan dan menuliskan berbagai data penting mengenai cahaya. Bahkan Ibnu al-Haitsam dijuluki sebagai bapak optik pertama. Karya dan penelitiannya menjadi rujukan banyak ilmuwan Barat untuk menemukan berbagai alat yang bermanfaat bagi manusia, seperti menciptakan teleskop hingga mikroskop. Masih banyak lagi ilmuwan-ilmuwan yang menciptakan teknologi baru dalam kejayaan Islam.
Islam memandang bahwa teknologi merupakan alat yang dimanfaatkan untuk mengenalkan Islam dan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia, serta digunakan untuk kemaslahatan umat, seperti mendeteksi fenomena pergantian musim, dan lainnya. Oleh karenanya, Islam sangat menganjurkan kemajuan iptek dan sangat menghargainya. Allah berfirman, "Dan apabila dikatakan, 'Berdirilah kamu,' maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadalah: 11).
Hanya saja, Islam memberikan penegasan bahwa penerapan dan pengembangan teknologi hanya boleh dilakukan untuk kemaslahatan umat, bukan untuk hal yang lainnya. Oleh karenanya, Islam akan terus mengembang teknologi, apalagi pada era modern ini teknologi makin canggih dan mampu memberikan peringatan dini akan terjadinya bencana, seperti pelampung ARGO yang digunakan untuk mengukur permukaan laut guna mendeteksi kemunculan La Nina dan El Nino.
Dengan kecanggihan teknologi ini, khalifah akan merancang berbagai kebijakan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh fenomena alam tersebut. Semua kebijakan tersebut semata-sama demi kemaslahatan masyarakat, bukan keuntungan pribadi, sebab khalifah paham bahwa kepemimpinan adalah amanah, sedangkan amanah harus dijalankan. Khalifah juga memahami betul tugas pemimpin, yakni mengurusi urusan rakyat.
Khatimah
Teknologi akan sangat bermanfaat jika bernaung dalam sistem Islam sebab landasan pengembangan teknologi adalah syariat Islam untuk kemaslahatan umat. Kondisi ini berbeda jauh dengan prinsip pengembangan teknologi dalam sistem kapitalisme yang hanya berorientasi pada keuntungan, bukan kemaslahatan umat. Wallahua'lam bishawab.[]
Inilah pentingnya penggunaan teknologi untuk mendeteksi berbagai bencana, apalagi negeri ini memang rawan dengan bencana. Kalau mitigasinya canggih, dampaknya akan lebih bisa diminimalisasi.