“Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak.” (HR Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi)
Oleh. Miladiah Al-Qibthiyah
(Pegiat Literasi dan Media)
NarasiPost.Com-Lagi, harga bahan pokok melonjak setiap jelang Ramadan. Diduga konsumsi masyarakat akan naik, maka kenaikan harga-harga terutama pangan juga ikut naik. Bahan pokok, di antaranya beras, gula pasir, cabai rawit sudah mulai menunjukkan geliat kenaikan harga di awal April ini.
Berdasarkan pantauan di Pusat Informasi Harga pangan Strategis (PIHPS) pada Senin (5/4), harga cabai rawit di pasar tradisional mengalami kenaikan 6-8,5% jika dibandingkan akhir bulan lalu. Salah satu komoditas yang paling perlu diawasi juga adalah bawang putih. Pasalnya, KPPU menilai adanya ketidakberesan dalam realisasi impor bawang putih.
Kenaikan harga pangan yang terus berulang jelang Ramadan menyisakan tanya di benak rakyat. Pasalnya, Indonesia yang merupakan negeri agraris, saking melimpahnya SDA yang ada, bahkan menjadi incaran para kapital, ternyata tak mampu menyediakan stok bahan pangan dan menjaga kestabilan harga. Ada apa sebenarnya?
Penyebab Kenaikan Harga Pangan
Ada beberapa faktor penyebab harga pangan mengalami kenaikan setiap tahun, khususnya jelang Ramadan. Faktor penyebabnya adalah situasi harga di luar negeri dan kurs dolar, kondisi iklim, faktor distribusi, faktor defisit serta kesulitan dalam mengamankan impor pangan.
Faktor situasi harga di luar negeri, biasanya berkenaan dengan komoditas yang pasokannya bergantung pada impor, seperti komoditas bawang putih yang 90% pasokannya masih impor, karena Indonesia dinilai belum bisa memproduksi komoditas bawang putih.
Faktor iklim pun bisa memengaruhi harga suatu komoditas, misalnya, kenaikan harga pada cabai merah yang sering disebabkan faktor cuaca, seperti hujan berkepanjangan ataupun musim kemarau.
Kenaikan harga pangan juga disebabkan karena masalah distribusi. Distribusi terganggu akibat imbas Corona. Adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan berbagai kebijakan pembatasan lainnya mengakibatkan pengiriman kurang lancar sehingga harga berdampak kepada konsumen.
Defisit juga terjadi di berbagai provinsi lantaran bukan penghasil utama dari komoditas-komoditas tersebut. Beberapa komoditas yang sebagian besar sumber ketersediaan berasal dari impor, seperti bawang putih, gula, daging sapi dan kedelai, diprediksi juga akan mengalami fluktuasi harga.
Kesulitan dalam mengamankan impor pangan, khususnya daging sapi dapat meningkatkan kemungkinan kenaikan harga domestik jelang Ramadan dan hari raya. Sebab, jumlah permintaan sudah dipastikan akan melebihi permintaan dari hari-hari biasa.
Oleh karena itu, data produksi pangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan menjadi sangat penting dalam menentukan kebijakan jelang Ramadan ini. Selain itu, pemerintah dipastikan harus lebih serius memperhatikan komoditas pangan dalam negeri agar tidak merugikan para petani.
Peran Negara Menstabilkan Harga Pangan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dapat membantu kelangsungan hidup manusia. Pemerintah dalam hal ini yang memiliki kewajiban menjamin kebutuhan pokok rakyat perlu memperhatikan ketersediaan stok pangan dengan melakukan pendataan. Sebab, kurangnya pengecekan data bisa mendorong harga komoditas melambung.
Pemerintah juga mesti mengatur penyaluran komoditas dengan baik, misalnya dengan melakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga di pasaran. Apabila pemerintah belum bisa mengatur penyaluran barang dengan baik, maka terjadinya lonjakan harga pangan ketika bulan puasa akan terus berulang.
Bila kita berkacamata pada syariat Islam, maka negara akan menjaga kestabilan harga dengan dua cara: Pertama: pada mekanisme pasar syariat, negara akan menghilangkan praktik-praktik penimbunan, intervensi harga, kecurangan, manipulasi dan lain-lain.
Jika pedagang, importir atau siapa saja yang kedapatan menimbun, maka ia akan dipaksa mengeluarkan barang dan memasukkannya ke pasar. Jika efeknya besar, maka pelakunya akan dijatuhi sanksi oleh negara.
Negara juga tidak membenarkan adanya intervensi terhadap harga. Rasul bersabda,
“Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak.” (HR Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi)
Kedua: Menjaga keseimbangan supply dan demand. Jika terjadi fluktuasi (harga pangan naik/turun drastis), negara melalui lembaga pengendali seperti Bulog, segera menyeimbangkannya dengan mendatangkan barang dari daerah lain.
Inilah yang dilakukan Umar bin al-Khaththab ketika di Madinah terjadi musim paceklik. Ia mengirim surat kepada Abu Musa ra. di Bashrah yang isinya: “Bantulah umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam! Mereka hampir binasa.”
Apabila pasokan dari daerah lain juga tidak mencukupi, maka bisa diselesaikan dengan kebijakan impor. Dalam Islam, impor barang hukumnya adalah mubah, sebab masuk dalam hukum kebolehan melakukan aktivitas jual beli. Allah Swt berfirman:
“Allah membolehkan jual beli dan mengharamkan riba (TQS Al-Baqarah: 275).
Ayat ini umum, menyangkut perdagangan dalam negeri dan luar negeri.
Pengelolaan Pangan dalam Islam
Salah satu visi besar negara adalah mewujudkan kemandirian pangan dan jaminan pasokan pangan. Sebab pangan adalah salah satu kebutuhan pokok, maka ia wajib dipenuhi oleh negara untuk kemaslahatan rakyat.
Negara akan melakukan berbagai upaya dalam merealisasikan kebutuhan pangan, seperti peningkatan produktivitas lahan dan pertanian. Hal ini sesuai dengan mekanisme syariat dengan memproduktifkan tanah-tanah mati. Tanah ini bisa dihidupkan oleh siapa saja baik dengan maksud untuk memproduktifkannya atau menanaminya.
Rasul bersabda, “Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya.”
(HR. Tirmidzi, Abu Dawud).
Bila terdapat tanah yang ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun, maka hak kepemilikan atas tanah itu akan hilang. Negara akan mengambilalih lalu mendistribusikannya kepada individu (rakyat) yang mampu mengelolanya.
Islam akan melakukan optimalisasi lahan pertanian dengan meningkatkan hasil pertanian. Bisa melalui peningkatan kualitas benih, pemanfaatan teknologi, hingga membekali para petani dengan ilmu yang mumpuni. Semua aspek itu akan mendapat dukungan dan fasilitas dari negara.
Dalam hal ekspor impor, Islam akan melihat dan memperhatikan sejauh mana kebutuhan pangan negara. Ekspor dilakukan bila pasokan pangan negara sudah terpenuhi dan mengalami surplus. Adapun impor, hal ini berkaitan dengan kegiatan perdagangan luar negeri.
Demikianlah, Islam memberikan solusi tuntas dalam mengatasi persoalan pangan. Pasokan pangan akan merata dan kestabilan harga tetap terjaga meski memasuki Ramadan. Sebab, Islam mengatur kebutuhan pangan berdasarkan mekanisme syariat bukan profit oriented sebagaimana watak kapitalisme yang memandang segala hal dengan mengedepankan asas manfaat. Wallaahu a'lam bi ash-shawab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]