Berburu Untung di Hutan Lindung

Jadi, nilai pendapatan yang diperoleh dari industri pertambangan sangat besar. Namun, hal ini tidak sebanding dengan dampak negatif yang ditimbulkannya. Watak khas kapitalis yaitu mendapatkan sebesar-besarnya keuntungan materi tanpa peduli akibat buruk yang ditimbulkannya.



Oleh: Ratni Kartini, S.Si (Member WCWH dan Mahasiswi Sekolah Ahli Ekonomi Islam)

NarasiPost.Com — Sepanjang tahun 2020 ini, ada beberapa kasus penambangan yang dilakukan perusahaan-perusahaan tambang di kawasan hutan lindung di Sulawesi Tenggara. Salah satu petinggi PT. NBP ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Konawe Utara 0ada pertengahan Februari lalu. Atas dugaan penambangan ilegal di kawasan hutan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Polisi menduga NBP melakukan tindak pidana pertambangan dan kehutanan di Blok Matarape, Desa Molore, Kecamatan Lasolo, Konut (Mongabay.co.id, 22/02/2020).


Pada pertengahan Maret, tujuh perusahaan tambang di Konawe Utara disegel oleh Markas Besar (Mabes) Polri karena diduga menambang di Kawasan Hutan Lindung (KHL). Mabes Polri juga menyegel alat berat milik perusahaan tambang. Bareskrim memberikan tindakan langsung di lokasi pertambangan. (Inilahsutra.com, 18/03/2020)


Kemudian di bulan Juli, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, menyegel perusahaan tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Sebelumnya bulan Mei, polisi mengusut PT. Bososi Pratama, atas dugaan penambangan di hutan lindung, di Kecamatan Lasoso, Desa Marombo, Konut. Tiga perusahaan kontraktor sudah jadi tersangka, sedang AU, Direktur Bososi, masih proses pemeriksaan. (Mongabay.co.id, 09/07/2020)


Aktivitas penambangan di kawasan hutan lindung Sultra kerap terjadi akibat keserakahan manusia. Mereka berburu untung dari setiap galian tambang di bawah tanah bumi Anoa. Mereka tak peduli apa yang dilakukannya akan mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan. Rusaknya hutan sebagai sumber kehidupan baik bagi masyarakat dan polusi terhadap sungai, tanah dan udara. Sebagai imbas dari pengelolaan terhadap pembuangan limbah dari industri pertambangan yang sembarangan. Tentu masih belum terlupa peristiwa banjir besar yang menimpa beberapa wilayah di Sultra. Tidak adanya resapan air sebab kawasan hutan berkurang merupakan salah satu dampak dari aktivitas penambangan di area hutan.

Bisnis tambang memang menggiurkan. Perusahaan lokal ataupun asing berlomba meraih izin usaha pertambangan di humi Anoa. Pendapatan Negara Bukan Pajak dari sektor pertambangan ini tahun 2019 mencapai Rp179,9 trilyun (minerba).

Jadi, nilai pendapatan yang diperoleh dari industri pertambangan sangat besar. Namun, hal ini tidak sebanding dengan dampak negatif yang ditimbulkannya. Watak khas kapitalis yaitu mendapatkan sebesar-besarnya keuntungan materi tanpa peduli akibat buruk yang ditimbulkannya. Jika dipertanyakan kembali, berapa nilai dari kekayaan tambang Indonesia khususnya Sultra yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat? Secara ekonomi bisa saja signifikan, namun tidak sebanding dengan dampak negatif yang dihasilkan oleh industri pertambangan berskala besar maupun kecil.


Kondisi tersebut diperparah dengan disahkannya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) pada tanggal 12 Mei 2020, yang merevisi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009.  Dalam UU tersebut tak ada pasal yang mengatur batasan operasi pertambangan di seluruh tubuh kepulauan yang sudah dipenuhi perizinan, tumpang tindih dengan kawasan pangan, di hulu dan daerah aliran sungai, menghancurkan kawasan hutan dan tumpang tindih dengan kawasan berisiko bencana.


Jika keadaan ini dibiarkan terus menerus, tentu saja bukan untung yang didapat. Namun buntung yang akan ditanggung generasi yang akan datang. Padahal, Allah Swt. telah memperingatkan kita di dalam ayatnya yang agung,

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar-Rum : 41)


Oleh karenanya, selayaknya kita kembali kepada aturan Ilahi untuk mengurusi kehidupan dunia ini. Tanpa terkecuali urusan tambang. Karena Islam memandang bahwa tambang dan hutan termasuk kepemilikan umum yang pengelolaannya diberikan kepada negara dan hasilnya sebesar-besarnya demi kepentingan rakyat. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw.

”Kaum muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal yaitu dalam air, padang dan api." (HR. Abu Dawud)


Dari hadis diatas digali bahwa air, padang dan api adalah sesuatu yang keadaannya terkategori fasilitas umum. Artinya, kehidupan suatu komunitas masyarakat tidak akan bisa dilepaskan dari hal tersebut. Jadi, apa saja yang bisa diberlakukan sebagai kebutuhan (kepentingan) umum maka dianggap sebagai milik umum, termasuk juga tambang. (Sistem Ekonomi Islam, 2010)


Dengan demikian, perusahaan-perusahaan atau badan usaha milik swasta yang bergerak di bidang pertambangan atau perorangan tidak boleh dan tidak mempunyai hak untuk mengelola tambang. Negara (pemerintah) boleh mengadakan kerja sama dengan kalangan tertentu untuk mewujudkan pola produksi yang dibenarkan secara hukum syara' guna merealisasikan keadilan bagi seluruh rakyat. Khususnya dalam hal pendistribusian hasil dan manfaat dari barang tambang. Bukan semata-mata untuk mendapatkan untung bagi kalangan tertentu.


Tentu saja hal ini akan terealisir dengan menerapkan aturan Islam dalam semua aspek kehidupan. Dan mengeliminasi aturan kapitalis yang terbukti membawa mudarat dan mafsadat bagi kehidupan manusia dan juga lingkungan. Sehingga, keberkahan akan senantiasa menaungi negeri. Wallahu 'alam bishawab []

Pictures by google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Cinta Berbelok di Negeri Beton
Next
Demokrasi Suburkan Mental Korup
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram