Program MBG berupa bantuan dana yang akan diberikan pemerintah Cina kepada Indonesia bukan sekadar nominal yang harus dibayar, melainkan juga instrumen politik.
Oleh. Diyani Aqorib
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Belum lama ini pemerintahan yang baru saja dilantik meluncurkan program yang menarik, yaitu program makan bergizi gratis (MBG). Program ini pun langsung menjadi sorotan berbagai pihak. Ada yang mendukung dengan alasan dapat membantu meningkatkan gizi masyarakat. Namun, tidak sedikit yang mengkritisi program tersebut dari berbagai sudut pandang.
Diketahui bahwa ada beberapa negara yang ikut dalam membiayai program MBG ini. Seperti negara Cina dan Amerika Serikat. Dilansir dari Tempo.co.id, 16/11/2024, bahwa dukungan dana dari pemerintah Cina merupakan hasil lawatan Presiden Prabowo Subianto pada tanggal 8-10 November 2024 lalu. Dari lawatan ini dihasilkan Nota Kesepahaman (MoU) antara kedua negara.
Nota Kesepahaman (MoU) yang ditandatangani kedua negara disebut sebagai Food Supplementation and School Feeding Programme in Indonesia. Tujuannya untuk mendukung peningkatan gizi anak-anak dan ibu hamil di Indonesia. (Fajar.co.id, 11/11/2024)
Utang Ancaman Nyata
Dana bantuan yang diberikan Cina sejatinya adalah utang. Di mana utang merupakan alat yang digunakan negara-negara imperialis untuk menguasai negara lain. Seperti yang disampaikan oleh pengajar Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Peni Hanggarini dalam diskusi yang disiarkan secara daring pada hari Jumat, 15 November 2024. Menurutnya, bantuan dana yang akan diberikan pemerintah Cina kepada Indonesia dalam program MBG bukan sekadar nominal yang harus dibayar, melainkan juga instrumen politik. (Tempo.co.id, 16/11/2024)
Artinya utang menjadi instrumen politik sebuah negara untuk menguasai atau menjajah negara lain. Inilah yang disebut sebagai imperialisme modern. Karena terdapat keterkaitan antara ekonomi dan politik dalam hal utang piutang antar negara. Ancaman akibat utang dapat bersifat spillover atau merambah ke ancaman-ancaman lainnya. Bahkan, salah satu ancaman yang sangat mengkhawatirkan adalah ancaman keamanan. Terutama keamanan negara. Ini bisa dikatakan semakin menumpuk utang dan sulit dibayar. Oleh karenanya, utang dari negeri panda tersebut akan menjadi ancaman nyata.
https://narasipost.com/opini/09/2024/program-bombastis-makan-bergizi-gratis/
Tidak sedikit negara-negara di dunia ini yang terjerat jebakan utang ribawi Cina. Akibatnya, mereka harus kehilangan aset-aset negara dan diserahkan ke pemerintah Cina karena gagal bayar. Sebagai contoh Sri Lanka yang harus kehilangan dua infrastruktur kebanggaannya, yaitu bandara internasional kedua di negara tersebut dan pelabuhan Hambatonta. Parahnya lagi, pelabuhan tersebut diharuskan melayani perusahaan Cina selama 99 tahun!
Tidak hanya di wilayah Asia Selatan, jebakan utang Cina juga menimpa beberapa negara di Asia Tenggara, selain Indonesia tentunya. Salah satu negara di Asia Tenggara yang juga terjerat utang Cina adalah negara Laos. Negara ini mendapatkan kucuran pinjaman bernilai miliaran dolar AS untuk mengembangkan infrastruktur energi dan jalur kereta api berkecepatan tinggi, serta pembangunan bendungan hidroelektrik di sungai Mekong. Tujuannya yaitu menjadikan Laos "baterai" Asia Tenggara. Hal ini dilakukan sesuai kesepakatan antara kedua negara terkait proyek Belt and Road Initiative (BRI).
Kini Laos menghadapi krisis akibat tumpukan utang dengan total USD 13,8 miliar pada akhir 2023 lalu. Kondisi ini menunjukkan bahwa dana pinjaman yang diberikan Cina tidaklah murah. Besaran bunganya sekitar 4 persen. Ini tergolong tinggi untuk proyek konstruksi. Biasanya Jepang dan Bank Dunia hanya mengenakan biaya di bawah 1 persen. Sehingga kini penduduk Laos mulai merasakan beban ekonomi akibat berkurangnya anggaran untuk pelayanan publik, pemeliharaan jalan, pendidikan, dan layanan kesehatan.
Jebakan utang Cina ternyata tidak hanya menimpa negara-negara di wilayah Asia saja. Akan tetapi, juga menyebar di negara-negara Benua Afrika. Antara lain Zimbabwe, Nigeria, Uganda, Ethiopia, Ghana, dan Angola. Akibat jeratan utang Cina banyak negara-negara di dunia mengalami krisis ekonomi karena inflasi yang tinggi dan krisis sosial, yang pada akhirnya menyebabkan negara-negara tersebut jatuh dalam jurang kemiskinan.
Solusi Islam
Seorang penguasa atau khalifah dalam sistem Islam bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Baik sandang, pangan, dan papan. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi saw. yang diriwayatkan Ibnu Umar ra. bahwa:
"Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia bertanggungjawab atas urusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)
Tentu untuk membiayai kebutuhan rakyatnya diperlukan dana yang tidak sedikit. Namun, negara memiliki sumber pemasukan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat, yang semuanya dikelola di baitulmal. Ada beberapa sumber pemasukan tetap baitulmal. Seperti fai, ganimah, anfal, kharaj, jizyah, dan pemasukan dari kepemilikan umum dengan berbagai bentuknya seperti tambang, pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz. Semuanya dikelola berdasarkan hukum syarak demi kepentingan rakyat.
Jadi, tidak ada mekanisme utang kepada negara lain. Apalagi negara yang jelas-jelas memusuhi Islam dan kaum muslimin. Tidak ada juga mekanisme utang kepada badan-badan organisasi internasional, seperti Bank Dunia. Apalagi utang tersebut bersifat ribawi. Karena Allah Swt. telah melarang semua jenis riba dalam semua transaksi, yang tercantum dalam firman-Nya:
"Wahai orang-orang yang beriman, takutlah kalian kepada Allah. Tinggalkanlah semua jenis riba jika kalian termasuk orang-orang yang beriman." (TQS. al-Baqarah (2): 278)
Jika terjadi kekosongan dana di dalam baitulmal, maka negara dapat berutang kepada orang-orang kaya atau aghniya di wilayah daulah. Tentunya utang tersebut tidak bersifat ribawi dan tidak mengancam kestabilan politik dan keamanan negara.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Miris ya demi bisa memberi makan, negara kaya seperti Indonesia harus mengemis.