Jelas sudah kiranya sistem kapitalisme telah gagal dalam menciptakan keamanan dan kesejahteraan bagi anak dan perempuan di dunia.
Oleh: Siti Ningrum, M.Pd. (Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com — Viral, aksi bocah yang melakukan hal diluar nalar. Di usianya yang sangat belia itu, sudah bisa menggasak uang jutaan rupiah. Masyarakat pun menjadi resah atas ulahnya. Ada apa sesungguhnya di balik perbuatannya tersebut?
Dilansir dari laman kompas.com, seorang anak berusia 8 tahun di Nunukan tercatat melakukan aksi pencurian hingga 23 kali, dengan hasil curian jutaan rupiah. Anak yang diduga kleptomania itu berinisial B. Saking nakalnya anak itu, balai rehabilitasi pun menyerah dalam menanganinya. Rupanya, ada kisah memilukan di balik sikap B yang disebut nakal di luar nalar. (23/11/20)
Fakta mengejutkan diungkapkan oleh Sekretaris Dinas Sosial, bahwa dari data Pekerja Sosial (Peksos), ayah B ternyata sering mencampurkan sabu ke susu B sejak berusia 2 bulan. Alasannya supaya tidak rewel. Ini disinyalir membuat pola pikir anak terganggu. Tetapi, belum ada yang busa memastikan bahwa sabu tersebut sebagai penyebab kleptomania. Namun, anak tersebut dikatakan tidak memiliki rasa takut dan rasa sakit.
Ayahnya kini masih ditahan di penjara karena terjerat kasus narkoba. Sedangkan, ibunya tidak bisa menjaga anaknya karena fokus bekerja sebagai buruh ikat rumput laut.
Setiap aksinya diketahui, dia selalu mengaku dengan jujur. Polisi pun bingung jika harus menempatkan di sel tahanan, mengingat usianya yang masih di bawah umur. Akhirnya akan di bawa ke tempat rehabilitasi. Namun di tempat rehabilitasi tersebut ia juga melakukan aksinya.
Sangat miris memang ketika hal ini terjadi disebabkan oleh ayah kandung, yang seharusnya menjadi pelindung utama bagi keluarga dan anak-anaknya.
Gagalnya Jaminan Keselamatan dalam Sistem Kapitalisme untuk Anak dan Perempuan
Ibu sejatinya adalah orang yang harus mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Namun ketika terdesak kebutuhan keluarga, dengan sangat terpaksa akhirnya mengais rezeki di luar rumah. Meninggalkan anak-anaknya bersama siapa saja yang bisa dititipkan. Bisa suami atau keluarga lainnya.
Perempuan dalam kaca mata kapitalisme, harus menghasilkan pundi-pundi rupiah. Bahkan banyak sekali perempuan yang rela mengeksploitasi dirinya hanya demi meraih popularitas.
Zaman sekarang saat pekerjaan sulit didapat untuk kaum adam, tapi sebaliknya untuk kaum hawa bisa didapatkan dengan mudah. Tidak sedikit perempuan yang nekad bekerja di luar negeri, jalannya pun begitu mudah. Dan negara pun malah mendukungnya bahkan dielu-elukan sebagai pahlawan devisa negara. Maka kaum perempuanlah yang akhirnya menanggung semua resiko. Tidak sedikit nyawa pun menjadi taruhannya.
Sistem kapitalisme telah mengubah paradigma berpikir baik laki-laki maupun perempuan. Bukan hanya di Indonesia namun di seluruh dunia. Sudut pandang hak dan kewajiban pun sudah tidak berada pada yang seharusnya. Akhirnya anaklah yang akan menjadi korban. Bahkan termasuk perempuan itu sendiri, tidak jarang yang kemudian mendapatkan kekerasan. Fakta di lapangan pun sudah banyak korban kekerasan terhadap anak dan perempuan. Alih-alih mendapatkan kebahagiaan namun yang terjadi adalah menuai petaka. Itulah hasil dari hembusan semu sistem kapitalisme.
Kementerian PPPA setidaknya mencatat ada 4.116 kasus kekerasan pada anak dalam periode 1 Januari hingga 31 Juli 2020, yang juga terjadi pada saat pandemi Covid-19.
Berdasarkan sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak (Simofa PPA) per 1 Januari sampai 31 Juli 2020 ada 3.296 anak perempuan dan 1.319 anak laki-laki menjadi korban kekerasan (Kompas.com, 12/08/20).
Sistem kapitalisme sudah mengakar kuat baik di dunia maupun di Indonesia. Segalanya hanya diukur dengan materi belaka. Halal dan haram sudah tidak diindahkan. Hak dan kewajiban pun sudah tidak dalam semestinya.
Jelas sudah kiranya sistem kapitalisme telah gagal dalam menciptakan keamanan dan kesejahteraan bagi anak dan perempuan di dunia.
Islam Menjamin Keselamatan dan Kesejahteraan Anak dan Perempuan
Sejak 14 abad yang lalu, Islam adalah agama yang diturunkan Allah swt kepada hamba-Nya yang mulia yakni Nabi Muhammad saw. Islam datang untuk menyelamatkan manusia dari segala keburukan. Termasuk menyelamatkan nyawa perempuan sejak dalam kandungan.
Sebelum Islam datang, di kehidupan bangsa Arab jahiliyah, seorang bayi perempuan tidak boleh hidup. Melahirkan bayi perempuan adalah aib. Maka dibunuh adalah jalan satu-satunya.
Akan tetapi, setelah Islam datang, semuanya berubah. Jaminan keselamatan terhadap anak sejak lahir pun telah diberikan. Bayi perempuan memiliki hak hidup yang sama dengan laki-laki. Haram kiranya membunuh manusia dengan tanpa alasan yang dibenarkan syariah. Begitu terjamin rasa aman terhadap jiwa anak.
Begitupun dengan keselamatan jiwa dan harga diri seorang perempuan baik sebelum menikah atau pun setelah menikah, Islam sangat menjaganya. Bahkan seorang perempuan sangat dimuliakan. Begitu proporsionalnya Islam memperlakukan seorang perempuan.
Banyak contoh teladan yang bisa kita ambil hikmahnya. Bagaimana wanita-wanita di masa Rasulullaj begitu dimuliakan di dalam Islam. Mereka seperti meneguk air segar di tengah gurun nan tandus. Ya, oase itu adalah ajaran Islam nan agung. Masa-masa setelah Rasulullah pun demikian, kita tak pernah lupa pada Ibunda ulama besar Imam Syafi'i. Totalitas dalam mengasuh dan membimbing putranya. Hingga bisa menghantarkannya menjadi ulama yang kitabnya menjadi rujukan bagi setiap muslim hari ini.
Dalam Islam perempuan tidak disibukkan dengan mencari nafkah. Akan tetapi, seorang ibu disibukkan dengan tugas utamanya yaitu sebagai ummu warobatul bait. Sebab, dalam Islam telah jelas aturannya. Allah swt, berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 19, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Begitu juga dengan laki-laki sebagai kepala keluarga, yang wajib mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga. Ini pun sudah ada dalam aturan Islam, termaktub dalam Al-Qur'an, yang artinya:
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allâh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisâ/4:34)
"Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf." (Al-Baqarah/2:233)
Islam selalu menempatkan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan sesuai dengan fitrah penciptaannya. Jika masing-masing menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tuntunan syariah, Insya Allah tiadalah generasi yang rusak seperti hari ini. Keluarga yang menjadi benteng utama dalam pendidikan anak pun diberangus dari segala arah. Lalu, anak-anak dididik oleh lingkungan yang rusak. Lingkungan rusak ini imbas dari diterapkannya sistem kehidupan yang rusak pula. Jadi, benarlah bahwa kehidupan kita hari ini penuh ujian dan cobaan dari segala arah.
Sehingga, tidak ada lagi harapan untuk terus hidup dalam sistem yang penuh kerusakan ini. Saatnya, beralih pada sistem hidup yang menjamin jiwa, kehormatan dan kemuliaan manusia itu sendiri. Tidak lain ialah Islam.
Manusia mempunyai sifat lemah dan terbatas, tidak selayaknya membuat sebuah aturan. Apalagi aturan untuk manusia itu sendiri. Kekacauan pun sudah pasti akan terjadi.
Sistem Islam telah terbukti memberikan rasa aman dan memberikan kesejahteraan bagi anak dan perempuan khususnya. Umumnya, bagi semua makhluk ciptaan Allah swt. Islam datang sebagai rahmat bagi seluruh alam, dan semuanya itu hanya bisa terwujud dalam sebuah institusi negara yakni khilafah. Wallahu 'alam bishawab []
Pictures by google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email narasipostmedia@gmail.com