Perbuatan bunuh diri dalam Islam merupakan salah satu dosa besar dan tegas melarang manusia melakukan tindakan tersebut, serta mengancam pelakunya dengan siksa neraka, sebagaimana firman Allah Swt. di dalam surah An-Nisa' ayat 29-30.
Oleh. Neni Nurlaelasari
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kasus bunuh diri kembali menghiasi kabar di media sosial. Stres yang dialami menyebabkan pelaku nekat untuk mengakhiri hidupnya. Pelaku yang disangka dalam kondisi baik-baik saja, seketika membuat keluarga tercengang dengan kejadian tersebut. Seperti kasus bunuh diri yang terjadi di Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. NAN (16) seorang pelajar SMK yang dikenal pendiam, menabrakkan dirinya ke KA Gajayana (Detik.com, 19-10-2023).
Sementara itu, NJW (20) mahasiswi Universitas Negeri Semarang (Unnes), ditemukan dalam keadaan tak bernyawa usai diduga melompat dari lantai empat tempat parkir Mal Paragon Semarang (Liputan6.com, 12-10-2023). Maraknya kasus bunuh diri yang dilakukan generasi muda, menandakan kondisi masyarakat yang sakit secara mental. Lantas, apa penyebab meningkatnya kasus tersebut?
Akar Maraknya Bunuh Diri
Jika kita cermati, penyebab pelaku nekat mengakhiri hidup adalah stres yang dialaminya. Stres ini dipengaruhi beberapa faktor seperti faktor internal, keluarga, lingkungan, pendidikan, dan sistem kehidupan yang diterapkan. Faktor internal yang disebabkan lemahnya iman memengaruhi kondisi mental seseorang. Hal ini bisa terjadi akibat dari pola asuh yang diterapkan orang tua terhadap anak-anak. Tak sedikit para orang tua sebatas hadir secara fisik, namun tidak hadir untuk mendidik.
Selain itu, sebagian orang tua memiliki pandangan bahwa mendidik anak sudah diserahkan kepada institusi pendidikan. Sehingga mereka tidak menanamkan fondasi akidah yang kokoh pada anak. Di sisi lain, minimnya peran orang tua dalam mendampingi anak, menjadikan anak-anak merasa tidak mempunyai tempat nyaman untuk mencurahkan segala rasa dan ujian yang dihadapinya. Anak kehilangan sosok teladan yang seharusnya diperoleh dari kedua orang tuanya.
Sementara itu, lingkungan pergaulan yang buruk ikut memengaruhi perilaku dan mental seseorang. Seperti perilaku teman yang berakhlak buruk, adanya bullying, pergaulan bebas, budaya pacaran hingga zina. Gempuran pandangan hidup kapitalisme yang menjadikan standar bahagia terletak pada materi, membuat individu berlomba mengejar kesenangan dunia semata. Hal ini bisa memicu terjadinya stres, ketika kebahagiaan yang diinginkan individu tidak terpenuhi.
Baca juga : https://narasipost.com/surat-pembaca/07/2022/marak-bunuh-diri-akibat-mahalnya-biaya-pendidikan-tinggi/
Institusi pendidikan yang diharapkan mampu mendidik generasi, nyatanya malah menerapkan kurikulum berasaskan prinsip sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan). Sehingga pendidikan yang ada sebatas mentransfer ilmu pengetahuan semata. Alhasil, output pendidikan sekadar mencetak individu yang berprestasi dalam akademik, namun kering jiwanya dari pendidikan akidah dan akhlak. Sehingga lahirlah generasi cerdas dalam ilmu, namun jiwanya sangat rapuh saat menghadapi permasalahan.
Mirisnya, peran negara dalam mengatasi kasus bunuh diri tak bisa diharapkan. Sebab, negara menerapkan sistem kapitalisme sekuler yang justru memicu stres pada rakyat. Penerapan ekonomi kapitalisme membuat biaya hidup semakin mahal. Karena sebagian besar SDA di kuasai swasta, sehingga negara tak mampu menyejahterakan rakyat. Alhasil, tak hanya para ayah yang mencari nafkah, namun akhirnya ibu pun turut andil mencari penghasilan tambahan agar bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Sehingga, waktu orang tua semakin sempit untuk mendidik dan memperhatikan anak-anaknya.
Sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, membuat peran negara sangat minim dalam menjaga keimanan rakyat. Amar makruf nahi mungkar kurang optimal digaungkan. Maka tak heran, jika masyarakat termasuk generasi muda memiliki tingkat stres yang tinggi, yang bisa memicu terjadinya kasus bunuh diri. Melihat kondisi yang ada, solusi apakah yang mampu mengatasi kasus bunuh diri agar tak terulang kembali?
Sistem Islam Mencegah Kasus Bunuh Diri
Islam sebagai agama yang sempurna, tak sekadar mengatur ritual ibadah semata, namun mengatur segala aspek kehidupan baik individu, masyarakat maupun negara. Dalam Islam, setiap muslim wajib memahami akidah Islam sebagai pandangan hidup. Sehingga, individu bisa memahami hakikat penciptaan manusia serta tujuan yang hendak dicapai dalam kehidupan. Islam menjawab pertanyaan dasar manusia dalam menjalani kehidupan ini. Islam menjelaskan bahwa, manusia diciptakan oleh Allah semata untuk beribadah. Sebagaimana dalam firman Allah Swt.,
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (TQS. Az-Zariyat : 56).
Tugas manusia selain beribadah kepada Allah, adalah sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi dengan menerapkan seluruh aturan Allah. Islam pun menjelaskan bahwa setelah kehidupan dunia, manusia akan kembali pada Allah untuk dihisab dan mendapatkan balasan sesuai amalan yang dilakukan. Pemahaman individu terhadap hakikat hidup akan menjadikan individu kokoh dalam akidah. Sehingga akan senantiasa berhati-hati dalam berpikir maupun bertindak. Selain itu, dalam Islam perbuatan bunuh diri merupakan salah satu dosa besar. Sehingga, Islam dengan tegas melarang manusia melakukan tindakan tersebut, serta mengancam pelakunya dengan siksa neraka. Sebagaimana dalam firman Allah Swt.,
"...Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan zalim, akan Kami masukkan dia ke dalam neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah." (TQS. An-Nisa' : 29-30).
Sementara itu, negara dalam sistem Islam berperan menciptakan suasana keimanan rakyat. Amar makruf nahi mungkar digalakkan agar mampu mencegah potensi keburukan maupun pelanggaran terhadap syariat Islam. Penerapan ekonomi Islam pun mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok keluarga dengan harga yang murah. Sebab potensi SDA yang melimpah dan berbagai pemasukan kas baitulmal sepenuhnya digunakan untuk memakmurkan rakyat. Sehingga, orang tua memiliki banyak waktu untuk menanamkan akidah yang kokoh pada anak. Alhasil, tingkat stres pada masyarakat termasuk generasi pun bisa diminimalisasi.
Selain itu, kurikulum pendidikan dalam sistem Islam, disusun berasaskan akidah Islam. Tujuan yang hendak dicapai adalah mencetak generasi penerus yang tak hanya pandai dalam bidang ilmu, namun memiliki akidah kuat serta kepribadian yang sesuai Islam. Sehingga, generasi muda benar-benar terjaga baik secara keimanan, ilmu, maupun akhlak. Maka tak heran, jika pada masa kejayaan Islam dahulu, mampu mencetak banyak ilmuwan sekaligus ulama yang hebat.
Dengan demikian, sudah saatnya mencampakkan sistem kapitalisme sekuler, yang terbukti memicu stres hingga terjadinya kasus bunuh diri. Kemudian, beralih menerapkan sistem Islam secara menyeluruh (kaffah), agar kasus bunuh diri tak terulang kembali. Wallahu a’lam bishawab.[]
Kasus bunuh diri ini sempat FYP beberapa pekan.
Saya baca tuh komen-komen netizen.
Banyak di antara mereka yang malah ingin ikut, kok nggak ngajak-ngajak, dan ungkapan apatis lainnya.
Ya Allah ...
Miris.
Betul. Miris sekali. Ketidakberdayaan menyergap berbagai kalangan dan usia. Mestinya fenomena seperti ini segera disikapi dan ada upaya nyata. Sayangnya negara menganggap angin lalu dan urusan pribadi. Ya Allah... hidup ke depan tambah berat
Setuju, kapitalisme sekular biang kerok kerusakan sudah saatnya dicampakkan, ganti dengan sistem Islam yang menjaga tak cuma harta namun akidah juga akal manusia..
Sepakat, Campakkan sistem kapitalisme sekuler, terapkan sistem Islam secara menyeluruh (kafah).
Allahu Akbar.
Miris ya, bunuh diri kok jadi tren. Selain tipisnya keimanan, sistem yang tidak memanusiakan manusia ini memang akan menciptakan banyak masalah.
Solusi tuntas bunuh diri back to Islam kaffah, aturan yang datangnys dari Allah
Keren naskahnya semoga banyak yang tercerahkan
Nama FB nya siapakah biar bisa tag
Naudzubillah mindzalika.
Balik lagi, emang sistem ini rentan, memperbanyak masalah, salah satunya adalah bunuh diri