"Langkah Taliban menjerumuskan diri dalam negosiasi dengan AS melalui agen-agennya merupakan suatu kesalahan fatal.Seharusnya Taliban memiliki kesadaran politik untuk melihat dunia dari paradigma tertentu yang bersumber dari akidah dan Kesadaran akan rencana-rencana Barat terhadap Islam dan kaumnya"
Oleh: Nurjamilah, S.Pd.I.
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Konflik berdarah-darah yang telah terjadi selama 20 tahun di Afganistan digadang-gadang akan berakhir tahun ini. Seiring dengan hengkangnya militer AS dari negara itu. Taliban mulai menguasai sebagian besar wilayah Afganistan dan bersiap mengambil alih kekuasaan demi menerapkan syariat Islam. Namun, bukan antusiasme masyarakat yang didapat, kini warga Afganistan berhamburan meninggalkan negeri ini dengan penuh ketakutan. Proyek islamofobia yang ditancapkan AS berhasil dituai, meski militer adidaya ini telah angkat kaki dengan menyeret ekor kekalahannya.
Sebagaimana diwartakan www.cnnindonesia.com, (15/08/2021) bahwa militan Taliban berhasil menduduki Kabul dan Istana kepresidenan. Sementara Presiden Afganistan, Ashraf Ghani, kabur ke Tajikistan. Taliban menuntut pengambilalihan kekuasaan penuh dari pemerintah Afganistan dan menolak pemerintahan transisi. Dilaporkan sebulan sebelumnya, tepatnya Jumat (02/07/2021) AS menarik pasukan militernya dari Afganistan. Ini mengakhiri perang terpanjang dalam catatan sejarah AS (www.antara.com, 03/07/2021)
Ribuan warga Afganistan memadati Bandara Kabul untuk mengungsi keluar dari negara ini, setelah Taliban berhasil menguasai ibu kota negara. Mereka merasa ketakutan dengan peralihan kekuasaan ini, khususnya para wanita yang khawatir akan terenggut kebebasannya di ranah publik ketika dipimpin oleh Taliban. Padahal Juru Bicara Taliban sudah berupaya meyakinkan warga agar tetap tinggal, karena hal yang ditakutkan itu tak akan terjadi. (www.dunia.tempo.co, 18/08/2021)
Konflik Afganistan memasuki babak baru. Taliban berhasil mengungguli AS dalam militer, namun apakah akan menang dari lobi-lobi politik AS? Euforia kemenangan yang diharapkan justru menjadi ketakutan yang menyeruak di hati warga Afganistan, apatah penyebabnya? Lantas, kemenangan macam apa yang layak diperjuangkan oleh warga Taliban dan kaum Muslim sedunia?
Taliban dalam Pusaran Konflik
Afganistan merupakan suatu wilayah yang dinamakan Great Game, wilayah yang diperebutkan Inggris dan Soviet. Juga AS yang secara diam-diam turut mengincar wilayah itu. Afganistan dikenal dengan kekayaan mineral dan tambang minyak yang melimpah di wilayah Asia Tengah. Terjadilah invasi silih berganti antara dua negara yang bersaing itu, hingga Afganistan jatuh ke tangan Soviet yang berideologi sosialisme-atheisme. Kemudian muncul perlawanan dari warga yang menamakan dirinya kelompok Mujahidin. Kelompok Islam ini besar dengan sokongan dana dan senjata dari AS, melalui perantara Pakistan. Akhirnya, tahun 1989 Soviet minggat dari bumi Palestina.
Sejak itu, Afganistan ada dalam kekuasaan kelompok Mujahidin. Namun, bukan kedamaian yang didapat, justru terjadi perang saudara antara para komandan Mujahidin pada tahun 1992. Tahun berikutnya tampuk pemerintahan dipegang oleh Burhanuddin Rabbani dari etnis Tajik. Namun, tak direstui etnis Pashtun. Kemudian etnis ini membentuk kelompok fundamentalis Islam yang dinamakan Taliban. Nama ini diambil dari istilah bahasa Arab, bentuk jamak thalib yang artinya penuntut ilmu (laki-laki). Juru selamat, ini disematkan rakyat pada militan Taliban. Sebab, mereka menampilkan sesuatu yang berbeda dengan Mujahidin yang kerap kali menjarah dan menculik siapa pun yang dianggap musuh. Gelombang simpati rakyat saat itu menjadikan Taliban berkuasa pada tahun 1996.
Sejak itu, Taliban menerapkan aturan yang diklaim merupakan hukum-hukum Islam. Terbit pelarangan alkohol, televisi, musik, bioskop, fotografi, bahkan para perempuan dikekang tidak boleh sekolah dan berkecimpung di ranah publik. Tahun 2001 Taliban lengser seiring dengan masuknya tentara AS. (www.voi.id, 13/08/2021)
AS yang berideologi kapitalisme-sekularisme memasuki bumi Afganistan pasca penyerangan gedung WTC pada 11 September 2001. Dengan dalih ingin memberangus kelompok terorisme Al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama bin Laden yang menyusup ke negara ini. Penyerangan demi penyerangan dilakukan secara membabi buta kepada kelompok Taliban yang diduga menyembunyikan pentolan Al-Qaeda, bahkan tak sedikit rakyat sipil yang turut menjadi korban kebiadaban pasukan militer AS ini. Pakistan memberikan uluran tangan kepada Taliban sebagai tempat pelarian dan persembunyian sejumlah anggotanya. Ini berlangsung hampir 20 tahun lamanya. Menjadi peperangan terpanjang dalam sejarah AS.
Melihat posisi AS yang kurang menguntungkan, dana dan kekuatan yang sedemikian besar yang telah dikorbankan untuk menguasai Afganistan ternyata tidak juga membuahkan hasil. Taliban pun tak kunjung tersungkur. Akhirnya awal Juli 2021 ini AS mundur dengan menyeret ekor kekalahan militernya dari Afganistan. Maka, AS mengubah haluan strategi dalam penguasaan Afganistan. Tak lagi membombardir dengan senjata militer, tapi dengan lobi-lobi politik. Tentu saja Pakistan setia menjembatani kedua kubu yang bersitegang ini, AS versus Taliban.
Memperdaya Negara-Negara Regional
Upaya untuk menaklukkan Afganistan tak juga membuahkan hasil. Seketika hal itu disadari, AS mulai melibatkan negara-negara regional untuk menanggung beban berat di Afganistan. Pakistan memegang peranan kunci dalam merayu Taliban agar melakukan pembicaraan dengan AS pada tahun 2018. Puncaknya terjadi Perjanjian Doha di Qatar pada 29 Februari 2020, negosiasi yang dilakukan sejumlah perwakilan dari pemerintah Afganistan dan Taliban, dengan mediator negara Qatar. Mereka melakukan kesepakatan yang adil atas konflik berkepanjangan. Bukan hanya itu, Turki mengamankan Afganistan demi memuluskan tujuan politik luar negeri AS, Iran diberdayakan untuk menstabilkan Afganistan bagian utara, India membantu merekonstruksi, Cina melakukan sejumlah investasi di negara yang belum memanfaatkan deposit mineralnya, dan Rusia memberikan dukungan logistik untuk pasokan dan intelijen AS. Negara-negara Asia Tengah seperti Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan mengizinkan pangkalan-pangkalan militernya digunakan AS dan NATO demi memantau Afganistan. Inilah bentuk kerja sama yang dijalin AS dengan negara-negara regional. Memberdayakan mereka, setelah AS menarik militernya dan hanya bisa mengontrol dari jauh.
Berbagai negosiasi yang digelar menggambarkan exit strategy of USA, yaitu keluar dari pintu depan dan masuk lagi lewat pintu belakang. Pintu belakang ini dijaga oleh antek-anteknya yaitu negara-negara tetangga Afganistan yang notabene sama-sama muslim. Miris!
Kesadaran Politik
Apa yang terjadi di Afganistan memberi kita banyak pelajaran. Bahwa langkah Taliban menjerumuskan diri dalam negosiasi dengan AS melalui agen-agennya merupakan suatu kesalahan fatal. Mereka telah bersepakat jahat demi mengamankan kepentingan masing-masing. Taliban dan kaum muslim tak akan mendapatkan keuntungan apa pun, justru nista dan nestapa yang akan ditanggung.
Inilah urgensi kaum Muslim melek dan sadar politik. Kekuatan militer saja tidak cukup untuk mengalahkan musuh-musuh Islam. Taliban tidak belajar dari pengkhianatan negara-negara tetangganya. Apakah Taliban tidak menyadari, bahwa negosiasi yang dituangkan dalam secarik kertas itu akan menghancurkan hasil yang mereka gapai setelah perang panjang yang mereka lalui dengan darah dan air mata?
Sungguh Allah Swt menjanjikan kemenangan kepada orang yang sabar, walaupun jumlah mereka lebih sedikit dibanding musuh. Firman-Nya dalam TQS. Al-Baqarah ayat 249 yang berbunyi, “Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak atas izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Kesadaran politik adalah melihat dunia dari paradigma tertentu yang bersumber dari akidah tertentu dan melahirkan berbagai hukum dan solusi atas segala sesuatu termasuk perbuatan. Sebagai muslim, maka Islamlah yang seharusnya dijadikan paradigma itu. Kesadaran akan rencana-rencana Barat terhadap Islam dan kaumnya, cara dan sarana yang digunakan untuk memuluskan kepentingannya merupakan kewajiban besar yang harus dimiliki setiap muslim. Hal ini bertujuan agar kaum muslim tidak terjerumus pada jebakan-jebakannya. Orang Muslim itu bukan penipu dan pengkhianat, namun tidak akan membiarkan orang lain mengkhianatinya.
Metode dakwah Rasulullah
Perjuangan Taliban selama puluhan tahun di Afganistan ternyata bertepuk sebelah tangan. Mereka berhasil mendepak pasukan militer AS, namun gagal merangkul rakyat. Alih-alih menyambut dengan euforia kemenangan, warga Afganistan justru berbondong-bondong keluar dari negara itu pasca pendudukan ibu kota negara oleh Taliban. Ketakutan mereka terhadap penerapan syariat Islam merupakan buah dari islamofobia yang ditanamkan AS selama kependudukan di tanah Afganistan. Mengapa hal itu terjadi? Karena Taliban fokus pada menghimpun kekuatan militer, tapi abai dalam membina dan memahamkan warganya akan keagungan dan kesempurnaan ajaran Islam.
Benarlah bahwa perjuangan dalam melangsungkan kembali kehidupan Islam tak cukup bermodalkan semangat dan kekuatan fisik semata. Kaum muslim wajib menjadikan thariqah (metode) dakwah Rasulullah sebagai teladan sekaligus acuan dalam berjuang. Sebab, thariqah inilah yang berhasil mengantarkan Rasulullah Saw. dan kaum Muslim pada kemenangan hakiki dengan tegaknya Daulah Islam yang menerapkan seluruh aturan Islam secara keseluruhan dengan Rasulullah Saw. sebagai kepala negaranya.
Lantas, bagaimanakah metode dakwah Rasulullah Saw. yang harus dijejaki kelompok dakwah Islam?
Pertama, tatsqif (pembinaan), yaitu menancapkan akidah dan tsaqafah Islam dengan proses talaqqi fikriyyan, ini ada dalam halqah-halqah. Menjadikan ajaran Islam sebagai kaidah berpikir dengan dibangun secara rasional, faktual, dan praktis. Sekaligus pengontrolan (mutaba’ah) pada orang yang sedang dibina, sehingga terbentuk kepribadian Islam, yakni memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Tatsqif ini dilakukan terhadap personal maupun masyarakat umum (menggunakan sarana lain seperti selebaran, pengajian umum, dan lain-lain).
Kedua, tafa’ul ma’al ummah (berinteraksi dengan masyarakat). Dilakukan dengan berbagai cara seperti ash-shira’u al-fikri (pergolakan pemikiran), yakni dengan membenturkan fakta yang bertentangan dengan pengaturan yang bersumber dari ajaran Islam. Selanjutnya al-kifahu as-siyasi (perjuangan politik) yang dilakukan dengan sejumlah tahapan yaitu mempersiapkan kader dakwah sekaligus pejuang politik Islam generasi awal yang memiliki daya tahan sekaligus daya serang terhadap sistem jahiliah; mendakwahkan Islam ke tengah umat; bertahan dari serangan politik musuh dan melakukan serangan balik; melakukan dharb al-alaqat (memutus kepercayaan umat kepada penguasa yang menerapkan sistem kufur dan mengalihkannya pada Islam); melakukan thalab an-nushrah (meminta pertolongan) kepada ahlul quwwah (orang-orang yang memiliki kekuatan/kekuasaan), agar mereka mau menjadikan negerinya sebagai wilayah yang mau menerapkan aturan Islam kafah dan menjadi pusat penyebaran dakwah Islam ke seluruh dunia.
Perjuangan politik yang dilakukan Rasulullah memiliki karakter yang khas, no compromise, tak tergiur dengan perundingan dan negosiasi macam apa pun, ketika itu harus melunturkan ideologi Islam. Sebab, diplomasi politik itu manuver politik belaka, nol realisasi.
Ketiga, istilamul hukmi (pengambilalihan kekuasaan) dilakukan dengan adanya keridaan dari warga setempat dan bantuan dari ahlul quwwah. Inilah momen tegaknya Daulah Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
Khilafah Pemersatu Umat
Khilafah merupakan suatu negara dengan sistem kepemimpinan umum bagi kaum muslim seluruhnya di dunia, yang menerapkan hukum-hukum Islam dan menyebarkan dakwah ke seluruh penjuru dunia. Pemimpinnya disebut Khalifah. Khilafah ini dibangun di atas empat pilar, yaitu kedaulatan di tangan Syara (Allah Swt.), kekuasaan di tangan umat, hanya ada satu Khilafah yang memimpin kaum muslim sedunia, dan hanya Khalifah berhak mengadopsi hukum-hukum Islam yang akan diterbitkan dalam kebijakan-kebijakan negara.
Menegakkan Khilafah wajib atas seluruh kaum Muslim, berdasarkan firman Allah Swt. pada ayat ke-30 dalam surah Al-Baqarah yang berbunyi, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Sungguh aku akan menjadikan di muka bumi Khalifah…”
Begitu pula sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Bani Israil dahulu telah diurus urusan mereka oleh para Nabi. Ketika seorang Nabi wafat, maka akan digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada lagi Nabi sepeninggalku. Akan ada para Khalifah, sehingga jumlah mereka banyak.”
Khilafah inilah yang akan melibas negara-negara kafir harbi seperti AS dan sekutunya. Sudah terlalu lama mereka berkuasa, menistakan Islam dan menindas kaum muslim sedunia, termasuk Afganistan. Tegaknya Khilafah merupakan lonceng kematian bagi ideologi kapitalisme dan sosialisme yang bukan berasal dari Islam.
Khatimah
Sudah saatnya kaum muslim dunia termasuk Taliban menyadari hal ini. Sesegera mungkin hentikan segala bentuk negosiasi dan kerja sama dengan musuh-musuh Islam! Mencampuradukkan antara Islam dengan sekularisme atau atheisme adalah kebodohan sekaligus dosa yang tak termaafkan. Jangan lagi beri mereka jalan untuk menguasai kaum muslim. Kembalilah pada khittah yang benar, ingatlah agenda besar kaum muslim adalah menegakkan Khilafah setelah lama hilang. Yakinlah pada janji Allah akan kemenangan Islam dan kaum Muslim. Allah Swt. berfirman dalam TQS. An-Nur ayat 55 yang berbunyi, “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan atas orang-orang sebelum kamu berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai.”
Wallahu a’lam bi ash-shawwab[]