Penting untuk diingat bahwa bantuan pangan bukanlah solusi mendasar. Bahkan, program ini tak cukup efektif untuk mengatasi wabah kemiskinan di negeri ini.
Oleh. Arum Indah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Miris, bantuan beras justru menjadi polemik di negeri yang katanya agraris. Padahal negeri itu bukanlah negeri miskin. Kekayaan alamnya melimpah ruah, bahkan ia dijuluki dengan “gemah ripah loh jinawi”. Areal persawahan terbentang luas di setiap pulau besarnya. Jutaan ton beras pun berhasil dipanen tiap tahunnya. Kekayaan alam yang lain juga banyak, tetapi kondisi itu berbanding terbalik dengan kondisi rakyatnya yang masih kesulitan untuk sekadar membeli beras. Padahal beras merupakan komoditas utama yang dihasilkan negeri agraris.
Melansir dari kontan.co.id, setidaknya ada 22.004.077 keluarga terkategori sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang akan menerima bantuan pangan beras. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa bantuan pangan beras ini sangat efektif sebagai bantalan ekonomi untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Total beras yang akan disalurkan mencapai 660.000 ton yang akan diberikan secara berkala. Beras yang disalurkan mengambil stok dari Bulog yang mencapai 1,7 juta ton secara nasional dengan kualitas tinggi.
Namun, fakta di lapangan sering menunjukkan bantuan pangan beras justru tidak tepat sasaran. Banyak juga keluarga miskin yang tidak terdata. Artinya bisa jadi data KPM jumlahnya lebih besar dari 22 juta.
Apa sebenarnya yang terjadi di negeri ini? Mengapa beras justru menjadi masalah di negeri agraris? Tampaknya pemerintah memang harus banyak berbenah untuk memperbaiki kondisi negeri ini.
Sumber Pembiayaan Bantuan Pangan Beras
Bantuan pangan beras ini telah dilakukan sejak bulan Januari lalu dan akan berlanjut hingga bulan Desember mendatang. Presiden Jokowi mengatakan bahwa pembiayaan bantuan pangan ini berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), Jokowi pun menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan perhitungan cermat untuk memastikan kecukupan dana. “Itu sudah kita hitung-hitung di APBN, diteruskan atau enggak. APBN cukup atau tidak, karena ini duit triliunan, gede banget. 10 kilogram per bulan untuk 22 juta masyarakat kita,” ujar Jokowi. (Tempo.co, 29-6-2024)
Di lain sisi, Bank Dunia memproyeksikan APBN Indonesia akan mengalami defisit sebesar 2,5% dari PDB (Produk Domestik Bruto) atau naik dari target pemerintah yang hanya sebesar 2,25%. Kenaikan ini diakibatkan lonjakan anggaran subsidi akibat pelemahan rupiah dan perpanjangan program bansos termasuk bantuan pangan beras.
Dalam laporan yang dibuat Bank Dunia, perpanjangan program bansos, peningkatan belanja subsidi akibat depresiasi nilai rupiah, dan pembayaran bunga yang tinggi akan mengakibatkan defisit fiskal sebesar 2,5% pada akhir tahun 2024.
Keefektifan Program Bantuan Pangan Beras
Program bantuan pangan beras memang menjadi program yang digalakkan pemerintahan Jokowi untuk meringankan beban para keluarga tak mampu. Benar memang, bahwa bansos bisa sedikit meringankan beban hidup masyarakat, tetapi hanya bersifat temporer.
Penting untuk diingat bahwa bantuan pangan bukanlah solusi mendasar. Bahkan, program ini tak cukup efektif untuk mengatasi wabah kemiskinan di negeri ini.
Berulang kali bantuan pangan diberikan, akan tetapi problem kemiskinan tak kunjung selesai. Angkanya justru makin bertambah. Jika ada penurunan angka kemiskinan, tetapi yang terjadi sebenarnya adalah penurunan standar kemiskinan. Standar kemiskinan benar-benar ditekan melebihi kewajaran sehingga tampaknya angka kemiskinan turun, tetapi rakyat tetap kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya.
Lebih dari itu, pelaksanaan bantuan pangan beras ini pun masih sangat kental dengan nuansa kapitalisme, baik dari sisi penerapan maupun pendanaan. Terkadang bantuan malah dijadikan ajang kampanye untuk memuluskan jalan kekuasaan. Belum lagi oknum-oknum tak bertanggung jawab yang justru mengambil keuntungan dari program ini.
Dari sisi pendanaan, lagi dan lagi, apa pun nama dan bentuk bantuannya atau subsidi dari pemerintah selalu dianggap sebagai hal yang membebani APBN. Dari dulu selalu dan akan terus begitu selama kapitalisme masih diterapkan di negeri ini. Padahal sumber utama APBN adalah pajak dari masyarakat. Artinya uang APBN juga berasal dari kantong rakyat. Bahkan hampir semua pembiayaan di negeri ini dibiayai oleh pajak rakyat. Jadi, sebenarnya siapa yang membebani keuangan negara? Rakyat atau justru pemerintah sendiri?
Salah Kelola Negeri Agraris
Merujuk pada Neraca Produksi-Konsumsi Beras 2023-2024, total produksi beras sepanjang Januari-Juli 2024 adalah sebesar 18,64 juta ton dengan total konsumsi 18 juta ton. Artinya masih ada surplus sebesar 0,64 juta ton.
Namun, beberapa bulan ke depan, produksi beras diprediksi akan turun, sebab Indonesia akan memasuki musim kemarau. Pemerintah pun telah mengambil ancang-ancang dengan mengimpor 3,6 juta ton beras guna menambah cadangan untuk memenuhi kebutuhan nasional. Harga beras pun diprediksi akan mengalami kenaikan lagi karena kondisi ini. Tetapi pemerintah tetap menjamin ketersediaan beras untuk bantuan pangan.
Sayang beribu sayang, negeri agraris yang pernah menjadi swasembada pangan ini justru bergelut dengan penderitaan rakyatnya sendiri. Lahan yang subur dan luas tak dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kemakmuran rakyat, tetapi malah dimaksimalkan untuk keputusan para korporasi. Lahan persawahan justru beralih fungsi menjadi perkebunan, perumahan, perkantoran, pengembangan jalan, mal, dan lain sebagainya. Pengurangan lahan pertanian tentu akan berpengaruh terhadap total produksi panen. Alhasil, untuk menutupi kebutuhan rakyat pun, pemerintah justru melakukan impor.
Sistem kapitalisme yang diterapkan juga telah mengantarkan negeri ini ke jurang penderitaan. Salah kelola sumber daya alam telah membuat pemerintah mencari celah dana lain untuk menutupi kebutuhan negeri. Segala hal diswastanisasi dan dibuka investasi dengan dalih menambah pemasukan dan penghematan APBN. Swastanisasi dan investasi asing sudah lama digalakkan, alih-alih menyejahterakan rakyat. Rakyat justru makin terjerat kesulitan hidup, bahkan makin sulit untuk sekadar memenuhi kebutuhan pangan harian. Rakyat makin miris di negeri yang katanya agraris.
Khilafah Menjamin Kebutuhan Pokok Masyarakat
Berbeda dengan kapitalisme, Khilafah yang menerapkan ideologi Islam justru akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat.
Langkah awal yang akan dilakukan Khilafah adalah mengatur dan menetapkan kepemilikan. Mana yang menjadi milik negara, umat, dan pribadi. Dengan pembagian ini, Islam telah menetapkan bahwa kekayaan sumber daya alam adalah milik umat dan harus digunakan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan umat. Dengan langkah ini, akan banyak kesulitan hidup yang lenyap. Masyarakat akan bisa mengakses pendidikan dan kesehatan tanpa bayaran yang memberatkan.
Langkah selanjutnya, Islam akan mendorong setiap laki-laki untuk menjalankan kewajibannya mencari nafkah bagi keluarga. Mereka bebas bekerja apa saja selama masih dalam koridor syariat. Hebatnya lagi, Khilafah akan menyediakan lapangan pekerjaan dan modal usaha bagi mereka yang ingin berusaha.
Siapa saja yang memiliki minat dalam dunia pertanian, Khilafah akan memberi dukungan dan bahkan bisa jadi juga menyediakan lahan bagi mereka yang ingin bertani. Khilafah akan memudahkan segala hal yang dibutuhkan dalam pertanian, semisal alat-alat dan pupuk. Dengan mekanisme ini, rakyat akan mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka.
Selanjutnya Khilafah juga akan mengatur keseimbangan pembangunan. Pembangunan akan berorientasi kepada kemaslahatan umat, bukan keuntungan para pebisnis. Segala pembangunan yang dapat merusak lingkungan, tidak akan diberikan izin.
https://narasipost.com/teenager/09/2023/harga-beras-naik-lagi-kok-bisa/
Sedangkan untuk kebutuhan pangan berupa beras, Khilafah akan memaksimalkan wilayah agraris untuk menjadi penopang ketahanan pangan rakyat. Khilafah akan berfokus untuk mengembangkan teknologi yang tidak merusak lingkungan demi keberlangsungan sektor pertanian.
Dengan penerapan sistem Islam, rakyat akan mampu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, termasuk beras. Akan sangat jarang ditemukan atau bahkan nyaris tidak ada rakyat yang kesulitan hanya sekadar untuk membeli beras.
Khatimah
Bantuan pangan beras untuk masyarakat negeri agraris hanya terjadi di dalam sistem kapitalisme. Sistem yang telah rusak dan merusak ini harus segera ditinggalkan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
Berbeda dengan kapitalisme, Islam datang untuk menjadi problem solving atas segala kerusakan yang terjadi. Manusia wajib untuk terikat dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah dan Khilafah Islam adalah satu-satunya bentuk negara yang akan menerapkan Islam secara kaffah.
Allah berfirman dalam surah Sad ayat 26:
يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ
Artinya: “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan perkara di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah.”
Wallahu’alam bishowab. []
Negeri agraris tapi banyak masyarakat yg ga punya beras di rumah! geram saya sebagai warga!
Tamparannkeras bagi negeri ini ya mbak
Iyes mbak.. jazakillah khoir sudah mampir, mbakku