“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali Imran: 85)
Oleh. Qisti Pristiwani
(Mahasiswi UMN AW, Medan)
NarasiPost.Com-Baru-baru ini, netizen ramai mencibir seorang ulama kondang, Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah. Pasalnya, beliau menyampaikan orasi kebangsaaan di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Amanat Agung di Penjaringan, Jakarta Utara dan viral di media sosial. Mereka menyebut Gus Miftah sesat. (Jakarta, Sindonews.com 03/05/2021)
Orasi kebangsaan yang disampaikan Gus Miftah menurutnya berisi nasihat pesan persatuan. Berikut narasi pesan nasihatnya: "Di saat aku menggenggam tasbihku dan kamu menggenggam Salibmu. Di saat aku beribadah di Istiqlal. Namun engkau ke Katederal. Di saat bioku tertulis Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan Biomu tertulis Yesus Kristus. Di saat aku mengucapkan Assalamualaikum dan kamu mengucapkan Salom. Di saat aku mengeja Al-Quran, Dan kamu mengeja Al-Kitabmu. Kita berbeda saat memanggil nama Tuhan tentang aku yang menengadahkan tangan dan kau yang melipatkan tangan saat berdoa. Aku, kamu, kita, bukan Istiqlal dan Katederal yang ditakdirkan berdiri berhadapan dengan perbedaan, namun tetap harmonis. Andai saja mereka bernyawa, apa tidak mungkin mereka saling mencintai dan menghormati antara satu dengan yang lainnya. Terima kasih, Assalamualaikum, Salom." (Jakarta, Tim Okezone, 29/4/2021)
Dari narasi tersebut tampak ada kejanggalan isi pesan yang disampaikan. Pasalnya, kalimat perkalimatnya menggandeng dua agama berbeda dan berupaya menyamakannya. Seolah agama Islam dan Kristen adalah dua agama yang sama benar- benar. Lebih tepatnya, narasi tersebut mengarahkan pada pluralisme agama. Lantas bagaimana pandangan Islam terhadap pluralisme ini?
Pluralisme adalah suatu paham yang menganggap bahwa semua agama adalah sama karena kebenaran tiap-tiap agama adalah relatif. Sehingga, orang yang beragama tak boleh mengatakan agamanya sajalah yang benar dan yang lain salah. Tiap-tiap agama memiliki surga dan akan akan hidup berdampingan di sana. Adanya pluralisme ini dianggap dapat menekan ekstremisme, radikalisme, dan solusi menjaga persatuan di tengah keberagaman. Paham pluralisme ini sejatinya adalah upaya menggiring umat Islam pada sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Dengan mengklaim semua agama adalah sama, maka hukum agama mana pun tak boleh dijadikan sebagai hukum negara agar tercipta keadilan bagi semua penganut agama. Walhasil, agama dan negara haruslah dipisahkan. Ini berimbas pada keyakinan kaum muslimin yang tak dapat menjalankan syariatnya secara menyeluruh. Karena hukum Islam hanya dapat dijalankan secara totalitas bila ada institusi negara yang menerapkannya. Tentulah sangat tak adil bagi kaum muslimin. Sebab, Islam mewajibkan bagi seorang muslim agar taat totalitas terhadap ajaran agamanya. Sementara itu, aturan yang terdapat dalam syariat Islam adalah aturan yang juga mampu mewujudkan kemaslahatan seluruh umat manusia.
Pemahaman pluralisme ini jelas membahayakan akidah seorang muslim. Bagi orang yang beriman, meyakini keberadaan Allah Swt sebagai satu-satunya Tuhan yang disembah adalah sebuah kewajiban. Sebab, akidah Islam dibangun atas kalimat “Laailaha illallah Muhammadur Rasulullah (tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah)”. Dengan persaksian ini, maka seorang muslim wajib pula meyakini apa yang telah ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an. Termasuk firman Allah dalam kitabullah berikut :
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ [٣:٨٥]
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali Imran: 85)
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridai) disisi Allah hanyalah Islam.” (QS Ali Imran: 19)
Melalui firman Allah Swt tersebut, jelas bahwa pluralisme tak sejalan dengan akidah Islam. MUI melalui fatwa Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme juga menyatakan paham pluralisme bertentangan dengan ajaran agama Islam dan umat Islam haram mengikutinya. Sebab, membenarkan pluralisme sama halnya meyakini adanya tuhan selain Allah. Hal ini adalah bentuk kemusyrikkan yang sangat dimurkai Allah Swt.
Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya PD (percaya diri) dengan agama yang dianutnya. Seorang Muslim semestinya lantang menyuarakan kebenaran agamanya dan tak membiarkan jika perkara keimanan, ibadah dan syariat dianggap sama dengan agama yang lain. Karena memang hanya Islamlah satu-satunya agama yang diridai Allah Swt.
Adapun keberagaman dalam ajaran Islam adalah suatu keniscayaan. Islam mengakui adanya pluralitas, bukan pluralisme. Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna sudah lebih dahulu mencontohkan keharmonisan dalam keberagaman lebih dari 13 abad lamanya. Dapat dilihat pada pengakuan seorang peneliti sejarah dan kebudayaan Universitas Pennsylvania, dalam bukunya Surga di Andalusia, Maria Rosa Menocal. Ia menceritakan bagaimana keharmonisan umat Islam, Yahudi dan Nasrani yang hidup berdampingan pada masa kekhilafahan Abbasiyyah. Bagaimana keberadaan kaum Kristen Koptik di Mesir, Kristen di Suriah, tetap ada sampai sekarang meski negerinya telah dikuasai kaum muslimin. Bahkan di Yerussalem, Gereja Makam Kudus, dijaga oleh keluarga muslim hingga detik ini oleh keturunan dari muslim yang diperintahkan Khalifah Umar untuk menjaganya beribu tahun silam.
Kunci keharmonisan daulah Islam di tengah keberagaman masa itu adalah karena Islam menerapkan konsep toleransi beragama yang tepat. Islam tak memaksa penganut agama lain yang hidup dalam naungannya untuk memeluk agama Islam. Islam membiarkan penganut agama lain beribadah sesuai keyakinan yang dianutnya. Tak mengusik dan tak pula turut mencampuri peribadatan mereka. Bahkan segala kebutuhan hidup mereka menjadi tanggung jawab negara Islam untuk menjamin pemenuhannya dan darah mereka haram untuk ditumpahkan.
Aturan Islam yang diterapkan dalam kehidupan negara juga mampu menaungi seluruh umat dan membawa kesejahteraan. Karena Islam adalah satu-satunya agama yang memiliki aturan terperinci dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. Aturan Islam sangat rasional dan sesuai dengan fitrah manusia dan tak terdapat di agama selainnya, sehingga Islam dapat mengayomi semua penganut agama lain di luar Islam. Oleh karena itu, jika ingin mewujudkan persatuan dan kesatuan umat, sudah semestinya mencontoh pada daulah (negara) Khilafah yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Bukan menderaskan paham pluralisme yang nyatanya menjauhkan umlmat manusia dari rahmat Islam. Dengan demikian seluruh umat manusia bisa turut merasakan indahnya hidup dalam naungan Islam. Wallahua’lam bisshowab.[]
photo : google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]