"Keterikatan perjanjian sebagai anggota WTO hanya membuat Indonesia tak mampu berkutik. Alhasil keran-keran impor semakin kendor."
Oleh. Dewi Fitratul Hasanah
(Pemerhati Sosial, Pendidik Generasi)
NarasiPost.Com-Skakmat. Sebuah kata yang pas untuk mewakili kondisi perniagaan ayam dalam negeri saat ini. Ya, Indonesia telah kalah telak oleh Brasil dalam sengketa perdagangan di Badan Perdagangan Dunia (WTO). (cnbcindonesia.com, 24/4/2021)
Indonesia tak punya pilihan, selain tunduk dengan ketentuan peraturan WTO yang ada, yakni dengan bersedia menerima impor ayam. Meskipun pasokan ayam di Indonesia sendiri sedang surplus.
Jamak diketahui, beragam impor pangan, mulai dari beras, gula, garam hingga daging sapi pun telah membudaya di Indonesia. Dan kini, Indonesia rupanya harus rela membiarkan Brasil, berikut 14 negara lainnya mengimporkan ayam-ayam mereka ke Indonesia sebagai konsekuensi atas kekalahan Indonesia dalam menghadapi gugatan Brasil di sidang WTO tersebut. (tirto.id, 29/10/2020).
Harga ayam-ayam impor mereka diperkirakan lebih murah 20-30 persen dari harga ayam negeri. Permintaan mungkin akan datang dari industri pengolahan. Jika impor ayam ini lolos masuk, maka para peternak ayam dalam negeri akan sepi permintaan. Sementara pemeliharaan dan pakan ayam selama ini telah berbiaya mahal. Klimaksnya, perniagaan ayam Indonesia akan keok.
Brasil merupakan produsen ayam terbesar kedua setelah Cina.Tak mengherankan jika Brasil bersikukuh menggugat Indonesia. Sebab pasar Indonesia yang volumenya sekitar 3,6 juta ton ini telah lama menjadi incaran pasar dunia yang menggiurkan.
Menyikapi hal tersebut, seharusnya negara tidak boleh membiarkan gempuran ayam impor masuk ke negeri ini. Sebab jika itu terjadi, maka peternak ayam negeri akan berguguran dan tata niaga negeri ini pun akan segera mengalami kehancuran. Lebih-lebih sebuah negera yang bergantung pada impor dan tak memiliki ketahanan pangan akan rentan dikuasai dan dijajah asing.
Dikutip dari CNBC (24/04/ 2021), Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan, Syailendra mengatakan, pemerintah Indonesia saat ini terus melakukan banding. Tujuannya agar serbuan impor ayam tersebut bisa ditunda. Ia pun menghimbau peternak ayam agar bisa menekan harga ayam dengan mengefisiensikan harga pakan ternak. Namun di sisi lain, ia juga mengatakan, "Sekarang kita banding. Tapi kalau diserang terus ya satu, dua tahun roboh juga," katanya.
Mencermati imbauan tersebut, tak lantas membuat hati peternak tenang. Sebab daya saing industri perunggasan negeri sendiri masih sangat lemah. Jadi sekalipun tata niaga ayam ditekan dengan harga yang lebih murah, peternak ayam negeri akan tetap mengalami kerugian dikarenakan harga pakan yang sangat tinggi.
Jika demikian, bukankah kondisi ini menjadi begitu pelik? Betapa tidak, imbauan yang disuguhkan sekadar wacana bergincu teori lucu. Pengupayaan kepedulian di dalamnya juga terkesan setengah hati. Banyaknya wacana dari berbagai pihak yang hingga kini tak kunjung terealisasi justru semakin menambah resah dan pilunya hati.
Sejak awal, Indonesia berharap dengan menjadi anggota WTO, akan menguntungkan Indonesia dalam perdagangan Indonesia. Namun justru faktanya merugikan. Ini terbukti dengan begitu banyaknya perusahaan asing yang telah menguasai pasar di berbagai sektor. Keterikatan perjanjian sebagai anggota WTO hanya membuat Indonesia tak mampu berkutik. Alhasil keran-keran impor semakin kendor.
WTO sendiri mayoritasnya beranggotakan negara pengemban ekonomi kapitalis. Sedangkan watak dari sistem ekonomi kalitalis ini memang tak mengenal pembagian keuntungan secara adil. Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yakni sistem yang berasal dari aturan-aturan Allah Swt. Negara yang menerapkan sistem Islam ini senantiasa memberikan solusi terbaik pada tiap persoalan secara detil dan paripurna demi terwujudnya kemaslahatan rakyat.
Dalam sistem Islam, perdagangan luar negeri dikontrol sepenuhnya oleh negara. Sehingga negara luar tak semena-mena memaksakan kehendak dalam bekerja sama. Negara dengan sistem Islam ini berhak menolak sebuah tawaran kerjasama jika jelas-jelas terlihat merugikan. Negara bersistem Islam ini tidak akan mudah tunduk begitu saja pada aturan atau hegemoni luar, termasuk tunduk pada aturan sebuah lembaga internasional seperti WTO sekalipun. Sebab karakter negara bersistem Islam adalah pelindung dan pengayom bagi rakyat.
Negara bersistem Islam akan bertanggungjawab dan melindungi sektor peternakannya dengan memenuhi kebutuhan penunjang peternakan seperti, menyediakan bibit ternak dan riset pakan yang terbaik beserta komoditasnya dengan mudah dan murah. Ketersedian produk ayam negeri pun selalu dalam kondisi yang mencukupi.
Sungguh hanya di dalam negara bersistem Islamlah jaminan perlindungan tersebut dapat terwujud. Apabila sistem Islam ini kembali diterapkan, maka perdagangan ayam negeri tak mudah digempur dengan ayam impor. Sehingga perniagaan ayam negeri pun akan terus gagah berkokok tanpa keok. Wallahua'alam bishshawaab[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]