"Bahwa Al-Qur'an bukan buatan manusia dan bukan sekadar teori tanpa makna. Tetapi merupakan suluh kehidupan bagi umat manusia. Sehingga tertunjuki selalu cahaya kebenaran dan keselamatan. Maka, sangat ceroboh, bila ada seseorang hendak menghapuskan catatan petunjuk kebenaran (Al-Quran). Sikap itu sama halnya telah menantang Allah Swt. berlaku zalim dan sombong."
Oleh. Misnawati
(Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Heboh, seorang murtadin telah melontarkan perkataan yang menyinggung perasaan umat Islam di negeri ini. Dia dengan pongahnya meminta kepada Menteri Agama untuk menghapus 300 ayat Al-Qur'an yang dinilainya sebagai ayat teroris dan radikal.
Tentu saja, apa yang dilakukan pendeta Saefudin tersebut menimbulkan reaksi kemarahan dari semua kalangan. Diketahui, hal ini bermula dari sebuah
video pendeta Saefuddin yang di unggah channel YouTube NU Garis Luris pada Ahad (13/3/2022).
Pendeta Saefuddin dalam ocehannya mengatakan, "Bahkan kalau perlu Pak, 300 ayat yang menjadikan hidup intoleran, pemicu hidup radikal, itu direvisi atau dihapuskan dari Al-Qur'an Indonesia, ini sangat berbahaya sekali," ujarnya. Di video itu ada teks "Pendeta Saefuddin: Pak Menteri jangan cuma aturan toa. Hapus juga dong pak 300 ayat Al-Qur'an." (republika.co.id, 14/3/2022)
Intoleransi Tanda Buruk Adab
Indonesia, negeri yang mayoritas beragama muslim justru dari dulu selalu diganggu dari kelompok minoritas. Tak henti-hentinya tuduhan, fitnahan, hinaan, cacian, serta diskriminasi ajaran Islam terjadi. Bahkan seorang pendeta dengan lancang menyuruh Menteri Agama menghapus 300 ayat suci Al-Qur'an yang dianggapnya menjadi sumber masalah terorisme.
Tidak aneh juga apa yang dilakukan Saefuddin. Sebelumnya, Kemenag telah mengeluarkan statement dan peraturan volume pengeras suara azan (baca: toa) yang menimbulkan kegaduhan di tengah umat. Hal inilah yang mendasari pendeta Saefuddin berani melakukan usulan penghapusan 300 ayat. Sebab menganggap Kemenag menoleransi terhadap minoritas. Sehingga ia juga memberikan dukungannya kepada Menag agar tidak takut terhadap siapa pun yang menentangnya.
Sungguh perbuatan intoleransi dan buruknya adab. Di mana kebebasan menganut agama Islam dan Al-Quran sebagai kitab suci selalu dicampuri dan diusik oleh agama lain.
Demokrasi Sekuler Biang Masalah
Kehidupan sekuler demokrasi hari ini yang menjadi naungan dalam mengatur aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara mampu memunculkan orang-orang "Sakit Jiwa" dengan perilaku tiada beradab dan saling menularkan. Sangat tampak jelas kebencian mereka terhadap ajaran Islam. Mereka tanpa rasa takut berulang kali melecehkan dan menghina Al-Quran secara terang-terangan di media sosial. Tanpa bisa dicegah oleh siapa pun, tak terkecuali penguasa.
Pendeta Saefuddin dengan kelancangannya itu mengatur ajaran Islam, membuktikan politik ala demokrasi yang ada di negeri ini lemah, terbatas, tidak mampu melindungi, tidak memenuhi rasa keadilan bagi umat Islam. Tidak ada tindakan tegas meski ada peraturan UU. peraturan sekadar peraturan, terbukti dari kasus-kasus terdahulu. Jika ada yang menista/menghina paling disuruh meminta maaf, dicap gila, bahkan ada yang tidak tersentuh hukum sama sekali. Lalu, kasus menguap begitu saja.
Demokrasi sekuler adalah sistem yang menghendaki kebebasan dalam hal apa pun. Apatah lagi, ada jaminan yang memuluskannya. Seperti yang tertuang dalam pasal 281 ayat (4) UUD 45. Jadilah HAM senjata ampuh melakukan pembenaran atas sikap kebebasan pengusungnya. Akibatnya bermunculan para penghina Al-Qur'an. Bila umat Islam diam atas penghinaan agamanya, artinya boleh dilakukan, sebab tidak ada yang keberatan. Tetapi bila umat bereaksi barulah mereka mereda dalam mengusik.
Sistem demokrasi, bila dicermati dari sisi mana pun tidak ada kebaikan sedikit pun di dalamnya. Sebab sistem ini telah menyandingkan hukum Allah dengan buatan manusia, sehingga menghasilkan hukum yang lemah, syarat kepentingan, ketidakadilan, terbatas bahkan bisa diperjualbelikan. Karena sistem ini tidak mengakui keberadaan Allah Swt. sebagai Al-Mudabbir dalam urusan individu dan muamalah masyarakat. Maka, umat wajib membuangnya ke tong sampah peradaban. Tidak boleh mengambil dan mengadopsi sebagai jalan hidup. Selain hukumnya haram, hanya membuat keributan dan kesengsaraan di negri ini.
Islam Menjaga Agama
Al-Qur'an merupakan kitab suci umat Islam yang telah diturunkan 14 abad silam kepada nabi Muhammad saw. Al-Qur'an berisi firman-firman Allah Swt sebagai petunjuk jalan kebenaran dalam menapaki kehidupan di dunia.
Di dalamnya memuat ayat perintah, larangan, dan berbagai peraturan.
Sebagai orang beriman, kita wajib menegakkan hukum Al-Quran, meyakini dengan sepenuh jiwa, membenarkan dengan hati dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di tatanan individu, masyarakat maupun level negara. Bila tidak, bisa dipastikan keimanan seseorang hanyalah kepura-puraan belaka.
Al-Quran merupakan kalamullah karya Sang Pencipta langit dan bumi, Allah Swt. diturunkan dalam bahasa Arab. Meskipun begitu realitas membuktikan, sekalipun ahli bahasa sastra Arab tak ada yang bisa menyamai atau membuat satu ayat pun serupa Al-Qur'an.
Allah Swt. memberikan tantangan kepada manusia melalui firman:
" … Katakanlah: '(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggilan orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kalian memang orang-orang yang benar." (TQS. Hud: 13)
Demikian pula, dalam surah Al-Baqarah ayat 23, Allah Swt berfirman:
"Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami Muhammad, buatlah satu surat saja yang semisal dengan Al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolong kalian selain Allah. Jika kamu orang-orang yang benar."
Sebuat tantangan langsung dari Allah, bahkan sekalipun seluruh bangsa jin dan manusia dikumpulkan di muka bumi ini, maka tak akan sanggup membuatnya.
Memahami dalil-dalil di atas merupakan realitas yang tak terbantahkan. Bahwa Al-Qur'an bukan buatan manusia dan bukan sekadar teori tanpa makna. Tetapi merupakan suluh kehidupan bagi umat manusia. Sehingga tertunjuki selalu cahaya kebenaran dan keselamatan. Maka, sangat ceroboh, bila ada seseorang hendak menghapuskan catatan petunjuk kebenaran (Al-Quran). Sikap itu sama halnya telah menantang Allah Swt. berlaku zalim dan sombong. Sebagaimana Allah mengabarkan, orang semacam ini di dalam firman-Nya:
"Sesungguhnya manusia itu zalim dan amat bodoh." (TQS. Al-Ahzab: 72)
Andai saja hari ini ada khilafah, berlaku hukum syariat Islam. Tak akan ada orang yang berani murtad seperti Saefuddin setelahnya malah menghina agama sebelumnya. Sebab Islam sebagai agama sekaligus ideologi sangat menjaga akidah umat dan memberikan perlindungan secara kaffah. Riwayat hadis dari Ibnu Abbas ra. Rasulullah saw. bersabda:
"Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah dia." (HR. Bukhari dan An-Nasai)
Bila seorang murtadin telah didakwahi dan tetap murtad, maka hukuman akan dilaksanakan negara khilafah. Begitu pun bila seorang kafir dzimmi yakni pemeluk agama lain telah menjadi warga khilafah, dan kafir mu'ahad dan musta'min yang kehidupannya dalam jaminan keamanan perlindungan agama, jiwa, kehormatan dan harta. Ketika melanggar aturan akan mendapat hukuman yang sama sebagaimana muslim. Karena telah terikat perjanjian dengan khilafah tunduk pada syariat Islam.
Namun, khilafah Utsmani diruntuhkan 1924 di Turki. Sejak itu pula Islam dan umat tak ada yang melindungi dan menjaga. Hantaman datang bertubi-tubi, diskriminasi, penghinaan, pelecehan agama Islam tak terbendung.
Tentu sebagai umat kita harus membela diri dan bergerak melawan kezaliman ini seperti yang telah dicontohkan Rasulullah saw. Umat Islam berkewajiban menegakkan amar makruf nahi mungkar. Mengembalikan tegaknya syariat Islam dalam bingkai khilafah. Karena hanya itu yang bisa menolong umat agama Islam. Maka, dalam mewujudkannya dibutuhkan keberadaan seorang pemimpin, hingga umat bergerak dibawah satu ke pemimpinan, yakni khalifah (Imam).
Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah saw. bersabda:
"Khalifah (Imam) adalah perisai, rakyat akan berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya. "
Dengan demikian, tiada alasan bagi umat Islam untuk tidak memperjuangkan penerapan hukum Al-Qur'an secara kaffah di negeri ini. Selain itu merupakan perintah wajib Allah Swt yang tidak boleh ditawar-tawar untuk mewujudkannya. Oleh karenanya, sebagai hamba bertakwa. Hanya ada satu kalimat, yakni "Sami'na wa atho'na". Walhasil, penodaan dan penghinaan agama bisa ditiadakan dan ditumpas hingga ke akarnya.
Wallahu a'lam bhishshawab[]