Pembentukan SWF - INA, Akankah Indonesia Sejahtera?

"Sesungguhnya pendanaan proyek-proyek dengan mengundang investasi asing adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri-negeri Islam. Investasi asing bisa membuat umat menderita akibat bencana yang ditimbulkannya, juga merupakan jalan untuk menjajah suatu Negara"


Oleh. Renita (Pegiat Literasi)

NarasiPost.Com-Nampaknya, negeri dengan kekayaan melimpah ini selalu memiliki masalah terkait sumber pembiayaan negara. Seolah tak pernah mengalami surplus, negeri ini terus mencari celah untuk mendapatkan suntikan dana segar ‘dengan alasan’ pembiayaan pembangunan nasional. Padahal, pemasukan negara selalu digenjot dari berbagai pungutan pajak yang semakin membuat rakyat melarat, gencarnya penambahan utang luar negeri dan yang tak kalah ‘luar biasa’ adalah menjadikan dana abadi umat seperti dana haji, zakat dan wakaf menjadi sumber pemasukan bagi percepatan pembangunan ekonomi negara.

Begitupun yang santer diberitakan akhir-akhir ini, dengan dalih meningkatkan nilai aset negara dan menyediakan pembiayaan alternatif bagi pembangunan nasional, akhirnya pemerintah meresmikan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF) yang di Indonesia diberi nama Indonesia Investment Authority (INA) pada Selasa (16/2). Dengan adanya SWF-INA, diharapkan sumber pembiayaan negara tidak lagi ditopang oleh utang, akan tetapi bertumpu pada penanaman modal dari berbagai investor. Lembaga ini dianggap memiliki posisi strategis dalam percepatan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Dimana pola pembiayaan infrastruktur dilakukan melalui penyertaan modal asing, baik dengan divestasi asset BUMN maupun pendanaan proyek baru.

Direktur Utama INA, Ridha Wirakusumah mengatakan, pada periode awal berjalan lembaga ini akan memfokuskan untuk menggandeng investor untuk menyuntikkan dananya pada sektor jalan tol. Pasalnya, Ridha menilai sektor jalan tol mempunyai  multiplier effect yang besar dan menghabiskan biaya yang tinggi. Dalam keterangan pers di istana negara, Jakarta,  beliau memaparkan tiga visi dan misi SWF salah satunya yaitu untuk menciptakan iklim investasi yang membuat investor lebih nyaman dan yakin dalam menanamkan modalnya di Indonesia.(ekonomi.bisnis.com, 16/02/2021)

Menanggapi hal itu, Ekonom Senior, Faisal Basri mengungkapkan perbedaan antara Sovereign Wealth Fund (SWF) yang dibentuk Indonesia dengan SWF umum global. Ia mencontohkan SWF Singapura dimana untuk investasi menggerakkan ekonominya, sumber dananya diambil dari pendapatan negara. Sedangkan, SWF Indonesia sumber dananya menggandeng investor asing, sehingga memiliki risiko yang sangat besar. Selain itu, permasalahannya dalam rencana pembentukan SWF ini terletak pada proses audit yang akan dilakukan oleh auditor independen bukan BPK, padahal uangnya merupakan uang negara. (cnbcindonesia.com,12/10/2020)

Investasi Asing Menguat, Rakyat Tak Sejahtera

Faktanya, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait investasi ini memang merupakan buntut dari disahkannya UU Ciptaker. Bahkan, tujuan disahkannya Omnibus Law UU Ciptaker ini, diakui oleh pemerintah memang untuk mengenjot investasi. Padahal, ada ancaman yang mengintai ketika penyertaan modal asing dalam proyek strategis dilakukan, yakni semakin tergerusnya kedaulatan negeri ini. Hal ini tentu akan semakin mengokohkan dominasi asing serta memperparah luka yang masih menganga akibat cengkraman asing yang sudah menancap kuat di negeri ini. Sebab, mereka adalah para kapitalis rakus yang siap menggarong kekayaan negeri-negeri yang berpenduduk mayoritas muslim ini.

Dengan adanya SWF-INA ini, sejatinya Indonesia telah menyerahkan diri untuk masuk dalam kubangan investasi asing. Padahal, keberadaan investasi asing ini sama sekali tidak berdampak signifikan bagi masyarakat. Jangankan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, yang ada cenderung sangat eksploitatif. Sebab, para investor nyatanya dapat dengan leluasa mendistorsi perekonomian dalam negeri serta menghambat pertumbuhan perusahaan-perusahaan nasional. Padahal, jika melihat ketentuan penanaman modal asing yang tercantum dalam UU Nomor 25 Tahun 2007 terkait Penanaman Modal pada Pasal 16c disebutkan mengenai tanggungjawab penanam modal, yaitu menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara.

Selain itu, jika perekonomian sebuah negara berkembang, para investor berbondong-bondong menggelontorkan dananya. Namun, sebaliknya jika sebuah negara dalam masa krisis para investor sering kali menarik investasinya hingga mengakibatkan ketidakstabilan perekonomian negara-negara berkembang. Jadi, bagaimana mungkin investasi dapat mempercepat pembangunan berkelanjutan? Bagaimana pula rakyat dapat sejahtera di saat investasi tak mampu mengerek serapan tenaga kerja melalui ‘bantuan asing’ ini?

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, jika dibandingkan, penyerapan tenaga kerja pada kuartal III 2019 dan kuartal III 2020 mengalami kenaikan secara signifikan. Secara keseluruhan, penyerapan tenaga kerja mencapai 861.581 orang terhitung sejak Januari hingga September 2020, dimana seluruh serapan tenaga kerja itu berasal dari 102.276 proyek investasi. Sayangnya, peningkatan jumlah serapan tenaga kerja tersebut tak bisa mengimbangi tingginya jumlah pengangguran di Indonesia. Buktinya, data pengurangan pengangguran di Indonesia bukannya semakin agresif, justru semakin memble.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, persentase penurunan angka pengangguran terus melambat. Pada periode 2010-2014, penurunannya hanya berkisar 3,94 persen. Sedangkan, pada periode 2015-Februari 2020, penurunan angka pengangguran hanya 0,96 persen. Akibatnya, hingga Februari 2020, tercatat sebanyak 6,88 juta rakyat Indonesia yang masih menganggur. Angka tersebut akan terus meningkat, mengingat jumlah angkatan kerja baru semakin bertambah (tirto.id, 26/10/2020).

Dari data di atas, terlihat tidak ada korelasi positif dan manfaat yang didapatkan dari investasi asing kepada rakyat seperti yang selalu digembar-gemborkan pemerintah. Bukannya untung didapat, malah semakin buntung. Sebab, nyatanya investasi asing di Indonesia lebih didominasi oleh sektor jasa seperti jasa konstruksi dan jasa digital yang berimbas tidak banyak menyerap tenaga kerja seperti halnya sektor pertanian dan manufaktur.

Sistem Ekonomi Kapitalis Meniscayakan Investasi Asing

Sesungguhnya, inilah konsekuensi logis atas penerapan sistem ekonomi kapitalis di negeri ini. Dalam sistem ekonomi kapitalis, terjerat utang yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga internasional serta terlibat dalam perdagangan bebas merupakan dampak dari keterlibatan Indonesia dalam pergaulan internasional. Penerapan sistem ekonomi kapitalis menjadikan negara gemah ripah loh jinawi ini tak bisa memanfaatkan hasil kekayaannya untuk menggeliatkan perekonomian di dalam negeri dan menyejahterakan rakyat, lantaran adanya keterlibatan asing dalam pengelolaan kekayaan negeri.

Demikian pula, jeratan utang luar negeri membuat negara terseok-seok untuk melunasi utang. Bahkan, untuk sekadar membayar bunganya saja harus pontang-panting mencari aliran dana segar. Sedangkan, perdagangan bebas menjadikan komoditas dalam negeri harus bersaing dengan produk-produk impor yang membanjiri pasar, yang pada kenyataannya sering kali memiliki harga yang lebih murah dengan kualitas yang lebih baik. Hal ini membuat perekonomian Indonesia kian terpuruk, karena tak bisa mengungguli produksi negara besar. Tak pelak, ketergantungan antarnegara pun semakin menguat.

Sejatinya, setiap rezim yang naik tahta dalam pemerintahan akan selalu melakukan pola serupa dalam rangka memutar roda perekonomian, yaitu mengenjot pajak, mengendalikan aset yang tersisa dan membuka keran investasi selebar-lebarnya. Sebab, sistem ekonomi kapitalis memang telah menancapkan paradigma tertentu terkait perhitungan modal kepada para penguasa. Sehingga, para penguasa memiliki anggapan negara tidak punya modal dan kemudian meninabobokannya dengan menghembuskan mimpi indah tentang investasi asing, yaitu:

Pertama, investasi asing dapat menciptakan perusahaan-perusahaan baru, memperlebar pasar atau mendorong penelitian dan pengembangan teknologi.

Kedua, investasi asing dapat menggenjot daya saing industri ekspor dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui sektor keuangan dan sektor jasa.

Ketiga, investasi asing akan menambah pajak pendapatan dan meningkatkan pendapatan nasional. Selain itu, investasi merupakan sesuatu yang urgen dalam rangka melindungi eksistensi barang-barang finansial di pasar global dan mengatur kredibilitas sistem keuangan. Lebih lanjut, investasi asing dapat menyediakan modal untuk pembangunan dan mengokohkan pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Namun, Ekonom James Petras dalam studinya mengbongkar hal tersebut merupakan mitos yang tak pernah terwujud dalm bukunya yang berjudul Six Myths About the Benefits of Foreign Investment The Pretensions of Neoliberalism (2006).

Sungguh, investasi asing merupakan alat penjajahan yang membuat rakyat semakin miskin. Hal ini seperti diungkapkan oleh Abdurrahman al-Maliki dalam bukunya As Siyasah Al Iqtishodiyah Al Mutsla, bahwa
sesungguhnya pendanaan proyek-proyek dengan mengundang investasi asing adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri-negeri Islam. Investasi asing bisa membuat umat menderita akibat bencana yang ditimbulkannya, juga merupakan jalan untuk menjajah suatu Negara."

Maka, berharap investasi dapat menjadikan Indonesia semakin makmur dan sejahtera merupakan ilusi semata.

Sistem Islam Memutus Ketergantungan Investasi Asing

Untuk melepaskan diri dari kubangan investasi asing dan memutuskan ketergantungan dari investasi, hanya akan terlaksana jika Indonesia menjadi negara yang mandiri, kuat dan berdaulat. Hal ini tentu tidak akan terealisasi dalam sistem kapitalis saat ini. Maka, dibutuhkan sistem yang mampu mewujudkan kemandirian ekonomi, tidak lain adalah sistem yang berasal dari aturan Ilahi, yakni Islam. Sebab, Islam memiliki konsep yang khas dan unggul dalam kepemilikkan. Konsep ini juga menjadi perbedaan mendasar antara investasi dalam Islam dan kapitalis.

Sistem ekonomi kapitalis hanya mengenal adanya kebebasan kepemilikan, artinya siapapun yang memiliki uang berhak memiliki apapun yang dapat diperjualbelikan tak terkecuali aset negara yang menjadi milik rakyat seperti barang tambang, sungai, laut, pelabuhan, tol, jalan raya dan sebagainya. Sementara, dalam Islam kepemilikan harta dikelompokkan menjadi tiga, yakni kepemilikan umum, kepemilikan negara, dan kepemilikan individu. Dalam hal kepemilikan umum negara tidak boleh memperjualbelikannya kepada individu atau swasta. Satu-satunya pihak yang berhak mengelolanya hanyalah negara, dimana hasil pengelolaannya dikembalikan kepada rakyat dalam rangka memenuhi seluruh kebutuhannya.
Sebagai contoh, dalam pengelolaan harta milik umum, misalnya, para ulama telah menjelaskan masalah ini secara rinci. Imam Syafii, sebagaimana yang dikutip Imam al-Mawardi menyatakan, “Asal barang tambang ada dua. Apa yang zhâhir seperti garam yang dijumpai manusia di pegunungan, tidak boleh diberikan sedikitpun dan manusia berserikat atasnya. Demikian pula dengan sungai, air dan tanaman yang tidak dimiliki seseorang. Abyadh bin Hammal telah meminta kepada Nabi saw. agar diberi tambang garam Ma’rib. Lalu ia diberi. Namun, ketika dikatakan kepada beliau bahwa tambang itu seperti air yang mengalir, maka beliau menjawab, ‘Jika demikian, tidak boleh.’”

Imam Syafii melanjutkan, “Serupa dengan barang tersebut, yaitu barang yang zhâhir seperti minyak, asphalt, sulfur, batubara (bitumen) atau batu yang zhâhir yang tidak dimiliki seseorang. Barang-barang itu seperti air dan padang gembalaan; manusia memiliki hak yang sama atasnya.”

Selain itu, barang-barang yang terkait dengan kepentingan umum tidak boleh dihidupkan oleh pihak tertentu untuk dikuasai. Ataupun pemerintah memberikan penguasaannya kepada pihak swasta. Jika aliran air dan jalan-jalan yang diciptakan Allah Swt. sangat melimpah dan dibutuhkan dimiliki oleh pihak tertentu, maka ia akan berkuasa untuk melarang penggunaannya. Dengan pengaturan seperti ini, maka negara akan mengatur dan mengelola aset-aset milik umum dan mengaturnya secara profesional demi kemakmuran rakyat. Semua itu dilakukan untuk melindungi kepentingan rakyat. Inilah kehebatan sistem ekonomi Islam yang mampu menyelamatkan Indonesia dari ketergantungan terhadap investasi asing. Hal ini hanya akan terlaksana dengan menerapkannya dalam sistem kehidupan secara kaffah dalam bingkai negara Khilafah Islamiyah. Wallahu A’lam Bish showwab[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]


Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Penampungan Imigran Di Sanaa Hangus, Luka Muslim Yaman Kian Menganga
Next
Seabad Tanpa Junnah, Muslim Jerman (Masih) Berada dalam Bayang-bayang Islamofobia
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram