"Maraknya kasus kekerasan anak membutuhkan penanganan yang serius mengingat mereka adalah generasi penerus kita di masa depan. Peran negara sangat penting dalam menuntaskan masalah ini "
Oleh. Cut Dek Tia Dewi (Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Masuknya Kabupaten Deli Serdang dalam zona merah terkait kekerasan seksual pada anak dilihat dari semakin meningkatnya kasus kekerasan tersebut sangat disesalkan oleh ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait. Dia menganggap pemerintah setempat tidak peduli dalam kasus ini.
Kabupaten Deli Serdang, Sumut, dinilai masuk zona merah dalam kekerasan seksual terhadap anak. Jumlah kasus di daerah itu terus meningkat. Komnas Perlindungan Anak menyesalkan pemerintah setempat terkesan tidak peduli. (Tagar.id 30/1/21)
Tentu saja kasus kekerasan seksual yang semakin meningkat sangat meresahkan masyarat. Seolah julukan Kota Layak Anak yang disandang Kabupaten Deli Serdang tidak lagi menjadi tempat yang aman bagi anak-anak Kabupaten Deli Sedang, Sumatera Utara. Justru Kota Layak Anak ini telah masuk zona merah kekerasan seksual pada anak.
Maka kritikan yang cukup keras disampaikan oleh Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Arist Merdeka Sirait. "Untuk itu perlu dipertimbang status Deliserdang sebagai Kota Layak Anak itu dicabut saja. Tidak ada gunanya, itu memalukan saja," ucap Arist Merdeka Sirait. (Tribun-Medan.Com 30/1/21)
Adalah sebuah hal yang wajar apabila Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia mengatakan hal demikian. Pasalnya terjadi sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak, diantaranya yang dilakukan oleh Geng Rape di Kecamatan Lubuk Pakam, yang berjumlah tujuh orang terhadap seorang siswi SMP berusia 13 tahun hingga korban melahirkan. Pemerintah, kata Arist, tidak hadir dan membiarkan korban menanggung beban sendiri dengan bayinya. Lebih jauh, korban dan keluarganya diusir demi nama baik dusun, hal tersebut terjadi atas sepengetahuan kepala dusun. Bahkan parahnya, masyarakat meminta korban untuk memilih salah satu dari delapan predator untuk dinikahkan.
"Ini kan sadis dan keji. Masa korban justru diusir dari kampungnya," kata Arist, dalam keterangan tertulisnya. (Tagar.Id Sabtu, 30/21).
Kasus seperti Geng Rape ini bukanlah hanya sekali. Masih ada kasus lain seperti seorang ayah tiri di Tanjung Morawa yang menggagahi anaknya. Atau di Batang Kuis, ada salah satu oknum tokoh agama yang melakukan pelecehan seksual berupa pedofilia terhadap 8 anak.
Selama ini korban-korban tersebut menanggung malu tanpa mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Bahkan mereka ada yang diusir atau mereka disuruh memilih untuk menikah dengan si predator. Seolah pemerintah tidak memiliki sistem yang kuat untuk memutus mata rantai permasalahan ini.
Buktinya dari tahun ke tahun kasus ini malah semakin meningkat.
Lantas bagaimana Islam mencegah kasus kekerasan pada anak? Dan apa hukuman setimpal, yang patut diberikan kepada pelaku kekerasan seksual pada anak? Maka jawabannya adalah Islam memiliki 3 pilar dalam penerapan syariah Islam.
Pertama, adanya ketakwaan individu.
Takwa adalah buah keimanan dari seseorang yang telah memahami rukun Iman dan memahami konseksuensi dari melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu, yakni berbalas surga atau neraka. Maka dari ketakwaan itu sendiri akan tumbuh rasa takut. Dari rasa takut itu akan membuat seseorang berpikir ulang untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya. Inilah pentingnya ketakwaan individu.
Tapi sayangnya di dalam sistem kapitalisme ini, masyarakat malah dijauhkan dari agama. Karena sistem ini menganut sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan). Maka wajar jika tindakan keji seperti kekerasan seksual pada anak semakin merajalela.
Kedua, adanya kontrol dari masyarakat.
Kita paham bahwa manusia tempatnya salah. Seperti dalam firman Allah, "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesbaran" (QS. Al-Ashr:1-3).
Di dalam Islam diwajibkan untuk saling menasihati di antara manusia, tidak dibenarkan untuk bersikap individualis. Yang membuat manusia abai, hingga akhirnya kemaksiatan merajalela.
Ketiga, adanya negara yang menerapakan hukum Islam.
Walaupun di dalam sebuah negeri individunya telah bertakwa dan mereka saling menasihati antara satu dengan yang lain, namun jika tidak ada sistem yang menerapkan syariah Islam, maka hal itu akan mustahil untuk menghasilkan sebuah perbaikan yang hakiki. Karena hanya negaralah yang berwenang dalam menerapkan hukum Islam. Jadi negara hadir untuk melindungi masyarakatnya dengan menerapkan hukum Islam di seluruh dunia.
Tiga pilar di atas tentu akan mencegah terjadinya kasus kekerasan pada anak. Dan jelas sekali di dalam Islam akan ada hukuman bagi pelaku pedofilia. Ia akan dijatuhi sesuai rincian pada fakta perbuatannya sehingga haram hukumnya membuat jenis hukuman di luar ketentuan syariah Islam.
Adapun rincian hukumnya adalah:
- Jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah perbuatan zina maka hukumannya adalah dicambuk 100 kali apabila pelaku belum menikah, dan pelaku akan dirazam apabila sudah menikah (QS. An Nur:2).
- Jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah homoseksual maka hukumannya adakah hukuman mati. Diriwayatkan dari Ikhrimah dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah bersabda,
"Barang siapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (sodomi), maka bunuhlah keduanya." - Jika yang dilakukan adalah pelecehan seksual yang tidak sampai pada zina maka hukumannya adalah ta'zir.
Begitulah rincian hukum Islam dalam perkara kekerasan seksual pada anak. Tentu hukum Islam akan menyelesaikan masalah tanpa mengundang masalah baru dan hukum Islam akan menyelesaikan permasalahan hingga ke akar-akarnya.[]
Photo : Pinterest