Menjaga komitmen di tengah kehidupan yang carut marut saat ini, memang membutuhkan tenaga ekstra. Namun jangan pernah berhenti dalam perjalanan menuju pucak kehidupan yaitu surga. Karena waktu yang diberikan Allah untuk dunia ini, sebenarnya sangat singkat dibanding kehidupan kekal nanti di akhirat.
————————————————————
Oleh : NS. Rahayu
NarasiPost.com - Hidup adalah pilihan. Banyak kegamangan saat menentukan arah langkah dalam menjalaninya. Ragam tawaran membuat manusia tak ingin meninggalkan gemerlap dunia. Pesonanya luar biasa memikat. Hasrat untuk memilikinya pun semakin menggoda. Bolehkah? Tentu saja boleh, karena dunia diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'aala untuk dinikmati manusia.
Di sisi lain, cara pemenuhan kebutuhan masyarakat berada pada ambang kritis (sakit). Kerusakan dan kemaksiatan silih berganti. Pelaku kemaksiatan tanpa ragu mempertontonkan perilaku busuknya, tanpa mempertimbangkan dampak, baik baginya, keluarga dan masyarakat. Hanya sekadar memuaskan kebutuhan jasmani dan naluri-nalurinya.
Sebagai seorang Muslim, bisa jadi terusik dengan perilaku yang makin tidak terkendali sebagian masyarakat. Ibarat sebuah penyakit, tentu penyakit itu perlu diobati agar sembuh. Jika yang sakit tatanan kehidupan dan pola hidup masyarakat, maka perlu sebuah tatanan dan pola kehidupan sehat. Tatanan sehat itu hanya ada dalam Islam. Islamlah obat bagi kehidupan yang sakit. Mengapa harus Islam? Jawabannya, karena Muslim beragama Islam. Sederhana, kan! Mari merenung bersama, dari sejak terlahir secara fitrah Allah Subhanahu Wa Ta'aala memberikan agama tauhid dan orang tua memilihkan Islam sebagai agama yang dianut. Jadi sedari dini, Islam adalah agama sempurna bagi Muslim. Keimanan itu membawa keyakinan bahwa aturan final dalam kehidupan adalah ketaatan dan ketakwaan pada perintah dan larangan-Nya. Artinya keislaman itu berkonsekuensi untuk tunduk dan patuh pada aturan-Nya, bukan aturan buatan manusia.
Belantara kehidupan yang dipenuhi hukum rimba ini, harus dilalui dengan upaya maksimal dan cara-cara baik dan sesuai tuntunan. Sehingga tawaran gemerlap perhiasan dunia yang melenakan, tidak menjadikan gelap mata dan memilih cara pemenuhan yang salah bahkan sesat. Yaitu memenuhi segala hajat hidup dengan cara Allah Subhanahu Wa Ta'aala berikan yaitu syariat. Betapapun sulit kondisi tengah dialami. Untuk mencapainya, harus memulai dari diri sendiri. Menyisir setapak demi setapak jalan dapat membawa ke surga. Memilah dan memilih satu persatu aktivitas yang akan dilakukan, kemudian menimbang terlebih dahulu, sudahkan sesuai dengan aturan Islam? Jelaslah antara hitam dan putih saat menapaki kehidupan.
Memang tidak mudah untuk mendapati puncak tujuan hidup yaitu surga yang dijanjikan Allah, bagi orang-orang beriman. Namun, setidaknya seorang Muslim mempunyai upaya untuk memulai jalan setapak demi setapak, menggapai puncak tersebut. Menyisiri jalan berliku, terjal, berduri yang menjadi hambatannya dengan kehati-hatian, agar tidak terpeleset ke dalam jurang, saat menapaki jalan ke puncak. Semua itu memerlukan bekal dan persiapan, mengingat kehidupan saat ini, bak belantara yang dihukumi dengan hukum rimba dan alam yang tidak bersahabat. Sementara, umat Muslim ingin perubahan besar pada kehidupan untuk kembali pada hukum Allah Subhanahu Wa Ta'aala semata, baik individu, masyarakat maupun negara.
Perlu kekuatan yang cukup besar untuk menapaki jalan menuju ke surga, antara lain:
Pertama. Niat. Niat adalah amunisi penting untuk menancapkan dalam benak komitmen untuk berubah dalam diri. Sebagaimana firman Allah Subhanu Wa Ta'aala yang artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, hingga mereka mengubah diri mereka sendiri." (QS. ar Rad: 11)
Dengan bekal niat ini, akan mulai memilih jalan kehidupan yang dituju. Bukan gemerlap dunia yang melenakan tapi puncak kehidupan akhirat yaitu surga.
Kedua. Terapkan. Niat saja tanpa penerapan, sama saja jalan di tempat dan hanya membangun ilusi. Ibarat orang niat sekali makan bakso tapi tidak berupaya untuk mendapatkan dan makan baksonya, tak terasa nikmatnya sekaligus tidak menghilangkan lapar. Hanya ilusi belaka. Artinya penerapan berkorelasi langsung dengan niat, dalam menempuh perubahan hakiki. Jadi bergeraklah untuk menjemput cita-cita mulia tersebut. Buktikan hasrat ke surga dengan perbuatan real.
Ketiga. Komitmen dan Istikamah. Aktifitas gerak untuk selalu berubah memerlukan komitmen agar terjaga rutinitasnya. Bilal bin Rabbah, muadzin Rasulullah yang tapak terompahnya terdengar di surga. Saat ditanya Rasul perbuatan apa yang dilakukannya, Bilal menjawab bahwa ia hanya melakukan salat sunah setiap selesai bersuci (wudhu). Jadi komitmen dalam menjaga ibadah pada Allah agar tetap dilakukan itu penting.
Keempat. Jangan Berhenti. Menjaga komitmen di tengah kehidupan yang carut marut saat ini, memang membutuhkan tenaga ekstra. Namun jangan pernah berhenti dalam perjalanan menuju pucak kehidupan yaitu surga. Karena waktu yang diberikan Allah untuk dunia ini, sebenarnya sangat singkat dibanding kehidupan kekal nanti di akhirat.
Lantas apa yang ditunggu? Agama Islam sudah sempurna, sudah seharusnya menjadi penjaga cahaya Allah itu sendiri, memulai perubahan dengan konsisten menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Mengawalinya pada diri seorang muslim dengan menjadikan aturan Allah sebagai pijakan dalam menapaki kehidupan. Bahkan Allah Subhanahu Wa Ta'aala telah mengingatkan yang artinya:
"Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka." (QS. At Tahrim: 6)
Wallahua'lam bishawab
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com