Menikah adalah hal yang menunjang keberlangsungan hidup manusia. Pernikahan yang langgeng bisa menjadi parameter kesejahteraan sebuah negara.
Oleh. Ika Misfat Isdiana
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Isu seputar pernikahan masih menjadi perbincangan hangat yang mewarnai jagat maya. Berbagai macam fakta pernikahan diumbar di media, mulai dari tren prewed, gempita ritual walimah, kasus perceraian, kasus perselingkuhan, KDRT, pembagian gana-gini dan banyak lagi. Fenomena itu tak surut bahkan berujung pada kasus kriminal yang meresahkan masyarakat.
Ada hal penting yang bisa kita pelajari dari fenomena tersebut. Mengingat pernikahan bukan sekadar fase kehidupan yang dialami setiap manusia. Namun, merupakan perjalanan ibadah bagi setiap muslim yang tidak sebentar. Dan menikah adalah hal yang menunjang keberlangsungan hidup manusia. Pernikahan yang langgeng bisa menjadi parameter kesejahteraan sebuah negara. Maka dari itu penting untuk mengulik, fakta kerusakan ikatan pernikahan ini agar bisa menjadi pelajaran ke depannya, karena setiap pernikahan berhak bahagia.
Apabila kita cermati, masyarakat sekarang cenderung mencontoh figur publik yang mereka kagumi. Termasuk dalam praktik pernikahannya. Sementara pernikahan publik figur itu, kebanyakan hanya fokus pada persoalan teknis saja. Penyiapan materi untuk menunjang megahnya walimahan, penyiapan fisik yang berhubungan dengan stamina dan vitalitas suami istri, perjanjian pra dan pascanikah, serta hal teknis lainnya yang menjadi fokus. Mereka minim pengetahuan tentang esensi sebuah pernikahan yang dilandasi oleh keimanan.
Kesalahan fokus ini membuat bangunan pernikahan terlihat megah dari luar namun sebenarnya keropos. Karena dari masing-masing pelaku tidak menjiwai pernikahannya. Akhirnya fakta kerusakan pernikahan menjadi ending yang tak terelakkan.
Pernikahan yang rusak akan memengaruhi pendidikan generasi muda. Karena keluarga adalah rumah pertama bagi anak untuk mendapatkan pendidikan. Jika rumah itu hancur maka rapuhlah kualitas generasi muda kita. Dan bisa dibayangkan jika keluarga dan generasi rapuh. Seperti apa masa depan sebuah negara? Tentu lingkaran setan ini harus kita putus.
Solusi Preventif Bukanlah Menghapus Pernikahan
Banyak generasi muda yang salah mengambil logika dalam menyolusi persoalan kerusakan pernikahan. Banyaknya pernikahan yang bermasalah membuat mereka trauma menikah, bahkan menghapusnya dari wishlist hidupnya. Melajang dianggap solusi akhir yang benar dan tepat. Padahal hal itu malah menjerumuskan mereka pada kesalahan baru. Pernikahan yang rusak perlu kita cari penyebabnya. Dari sanalah kita akan mengetahui, apa solusi yang harus kita ambil dengan akurat. Jika kesalahan fokus penyiapan bekal pernikahan adalah penyebabnya, maka kita harus mencari bekal pernikahan yang tepat agar pernikahan yang dilangsungkan tidak mengalami kerusakan, bukan justru menghindari pernikahan.
Bekal Pernikahan yang Benar
Pernikahan adalah bersatunya dua manusia berbeda gender dalam ikatan yang direstui oleh ajaran agama.
Manusia yang awalnya tidak saling mengenal, akhirnya bersatu selamanya dalam suka dan duka untuk menjalani hidup berdua. Di mana pernikahan ini menjadi cikal bakal berkembangnya keturunan secara halal. Dalam Islam, pernikahan bukan sekadar persoalan cinta. Namun, cinta dalam pernikahan adalah rasa yang dilandasi oleh iman. Di mana masing-masing pihak berusaha agar pasangannya melakukan kebaikan yang diajarkan oleh agama. Mereka bertekad untuk bersama di dunia dan sesurga akhirnya. Bukan sekadar pelampiasan hawa nafsu saja. Sehingga, penyiapan hal teknis bukanlah fokus. Walaupun hal itu boleh dilakukan. Namun, fokus yang harus dipersiapkan matang adalah landasan awal pernikahan, yakni keimanan. Karena menikah esensinya adalah ibadah untuk menaati Allah, di mana waktunya tidak singkat.
Adanya pengaturan hak dan kewajiban suami dan istri dalam syariat Islam adalah tata kelola yang diberikan Allah agar tidak terjadi kezaliman. Serta bisa mewujudnya pernikahan yang langgeng dan bahagia.
Konsep awal ini harus dipahami dengan benar. Selain konsep tersebut ada skill tertentu yang harus sama-sama dilatih, sebelum pernikahan dilangsungkan. Yaitu skill komunikasi. Keterampilan ini menjadi keterampilan terpenting yang harus dimiliki pasangan yang hendak menikah. Bahkan ada ungkapan yang mengatakan 60 persen pernikahan itu isinya ngobrol, sisanya yang lain.
Namun, komunikasi bukanlah asal tinggal seatap, tapi keahlian menyampaikan isi hati dan pikiran dengan makruf. Komunikasi juga tidak melulu searah dan serius. Tapi berwarna sesuai kebutuhan. Karenanya, belum tentu pelawak adalah manusia yang skill komunikasinya terbaik. Atau tentara adalah komunikan yang kaku, itu belum tentu.
Selain itu, keahlian ini butuh pelatihan sejak dini, yakni sejak lahir. Bukan keahlian yang bisa didapatkan secara instan semacam cooking class, samawa class, foodprep class dll.
Karenanya sistem pendidikan mengambil peran penting dalam hal ini. Peran bahasa ibu sangatlah penting sebagai bahasa pertama anak. Kemudian lingkungan yang baik menjadi sarana pendidikan yang menunjang skill ini. serta peran sistem pendidikan dari negara. Karena obyek pendidikannya yang luas. Yakni para ibu di seluruh wilayah negara, agar memiliki bahasa pendidikan yang makruf kepada keluarganya, khususnya anak. Serta pendidikan komunikasi bagi seluruh generasi bangsanya, serta masyarakatnya.
Negaralah yang memiliki sarana memadai untuk melakukan hal tersebut. Tentu harapan ini bukanlah pemanis bibir semata. Karena Rasulullah pernah menyampaikan,
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.
Artinya, “Ketahuilah Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, istri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya. Dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari).
Hadis ini adalah peringatan bagi kita semua, dalam persoalan langgengnya pernikahan bukan semata masalah dua sejoli yang memadu kasih. Tapi merupakan tanggung jawab bersama. Baik si pelaku pernikahannya, keluarga, dan masyarakat sekitarnya serta negara dengan atribut pemerintahannya.
https://narasipost.com/family/06/2024/jagalah-salatmu-nak/
Dalam Islam semua elemen tersebut didorong untuk bekerja sama dengan landasan iman secara solid. Sebagai wujud keimanan kepada Allah Swt. Inilah mengapa Islam layak dijadikan sistem aturan baru yang menyolusi persoalan hidup negeri ini, khususnya persoalan pernikahan. Agar kebahagiaan pernikahan bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Maka dari itu, menikah wajib bertujuan bahagia. Wallahu a'lam. []
Banyak keterampilan yang harus dimiliki ibu untuk meraih visi besar dalam keluarga. Masuk surga sekeluarga artinya harus pandai berkomunikasi dengan anak untuk mengenal Allah dan Rasul-Nya. Harus menata rumah agar semua anggota nyaman tinggal. Harus tahu tentang gizi agar semua mendapat nutrisi sehingga bisa beribadah. Barokallohu fiik, mba Ika
Masyaallah ... banyak pernikahan yang kandas karena minimnya ilmu dan iman saat memutuskan berumah tangga. Apalagi di sistem kapitalisme saat ini, banyak pasangan yang menikah hanya sekadar melampiaskan naluri nau-nya, tetapi tidak memiliki visi misi akhirat.