Berdamai dengan Mertua

Berdamai dengan Mertua

Berpikirlah positif bahwa mertua bermaksud baik. Yaitu ingin mengarahkan anak dan menantunya dalam mengarungi bahtera rumah tangga

Oleh. Atien
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pernikahan merupakan sebuah keputusan besar dalam kehidupan seseorang. Ikatan yang terjalin di dalamnya bukan hanya sekadar menyatukan dua hati yang saling mencintai. Namun, lebih dari itu, ada dua keluarga besar yang juga harus disatukan agar semuanya bisa saling mendukung dan memahami antara anggota keluarga yang satu dengan lainnya.

Bicara tentang pernikahan memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh keluarga besar masing-masing pasangan. Hal inilah yang sering kali menjadi sebuah dilema di dalam sebuah hubungan. Ketika tidak ada komunikasi yang baik, bisa saja muncul percikan-percikan api kesalahpahaman. Hal itu tentu akan memengaruhi keharmonisan di dalam sebuah pernikahan. Parahnya, ketidakharmonisan antara suami istri di awal bahtera rumah tangga sering dihubungkan dengan ketidakcocokan antara ibu mertua dan menantu perempuan.

Konflik Antara Menantu dan Mertua

Munculnya masalah antara menantu dan mertua merupakan hal yang wajar di dalam ikatan yang suci ini. Apalagi ketika pasangan yang baru menikah masih tinggal satu rumah dengan orang tua suami. Keadaan tersebut membuat interaksi antara keduanya tidak bisa dihindari. Interaksi inilah yang akan membawa keduanya kepada sebuah hubungan yang baik jika keduanya menjalin komunikasi. Sebaliknya, ketika hal itu tak berjalan sebagaimana mestinya, besar kemungkinan keduanya terlibat konflik yang tiada henti. Jika hal itu dibiarkan berlarut-larut, maka akan berakibat fatal di kemudian hari.

Konflik antara menantu dan mertua bisa dipicu oleh beberapa hal yaitu;


Pertama, ketika pilihan hati anak laki-laki tidak sesuai dengan pilihannya. Hal itu tentu membuat hatinya menjadi kecewa. Rasa tersebut biasanya ditunjukkan oleh mertua saat menantu sedang melakukan aktivitas rumah tangga dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Apa-apa yang dilakukan oleh menantu selalu salah di matanya.


Kedua, ketika status sosial sang menantu lebih rendah dari keluarganya. Mertua merasa malu dengan keluarga besarnya ketika istri dari anaknya bukan berasal dari keluarga orang yang berada. Alhasil, status sosial yang tak sepadan dianggap sebagai masalah yang besar bagi seorang mertua. Baginya, kehidupan yang serba mapan dianggap sebagai sebuah pencapaian yang luar biasa dalam menjalani hidup berumah tangga.


Ketiga, latar belakang pendidikan menantu yang tak sama dengan anak laki-lakinya. Fakta tersebut juga bisa memicu masalah bagi mertua yang ingin memiliki seorang menantu yang berpendidikan dan memiliki gelar sarjana. Hal itu tentu merupakan sebuah kebanggaan bagi dirinya.


Keempat, ketika penampilan fisik sang menantu tak sesuai harapan mertua. Fisik dan wajah yang menarik dari seorang perempuan juga masih jadi salah satu syarat suka tidaknya mertua dengan pilihan anaknya. Wajah cantik lebih dihargai agar dirinya tak merasa malu saat anak dan menantu sedang berkumpul bersama keluarga besarnya.

Hasil Pemikiran Sistem Batil

Semua permasalahan di atas, sejatinya merupakan hasil dari sistem yang masih dilestarikan sampai saat ini. Bagaimana tidak, semua hal yang menjadi fokus perseteruan ternyata tidak jauh-jauh dari asas manfaat, materi, dan penampilan diri. Status sosial, latar belakang pendidikan, dan penampilan fisik menjadi sesuatu yang harus terpenuhi. Saat hal itu tidak sesuai dengan kriteria akhirnya menjadi masalah serius karena besarnya ego dalam diri. Pandangan masyarakat juga menjadi pertimbangan agar dirinya dihormati. Alhasil, ketika hal itu tidak tercapai, jurang pemisah di antara keduanya menjadi makin lebar dan sulit untuk disatukan lagi. Parahnya, dari awal bertemu memang sudah ada bibit-bibit rasa tidak suka karena kecewa dengan pilihan anak laki-laki dalam memilih istri.

Padahal yang namanya rasa cinta tentu tak bisa dipaksa. Hanya saja rasa tersebut tidak boleh diumbar sesuka hati karena harus tunduk dengan aturan agama. Maka dari itu, ketika keduanya disatukan dalam ikatan pernikahan yang sah, hal tersebut membuat keduanya selamat dari murka Allah Swt. Seharusnya seorang ibu merasa bersyukur karena anaknya menjadi seorang hamba yang bertakwa kepada Tuhannya.

Butuh Pendekatan yang Maksimal

Munculnya perseteruan antara menantu dan mertua tentu tidak bisa dilepaskan dari kuatnya ego dalam diri mereka berdua. Adakalanya menantu merasa bahwa mertuanya sudah ikut campur terlalu jauh di dalam urusan rumah tangganya. Padahal bisa saja hal itu hanya berdasarkan perasaannya saja. Berpikirlah positif bahwa mertua bermaksud baik, yaitu ingin mengarahkan anak dan menantunya dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Bukankan dulu beliau juga pernah menjadi menantu sebelum menjadi mertua? Yakinlah bahwa beliau hanya ingin berbagi ilmu karena telah berpengalaman dalam menjalani pahit manisnya kehidupan dunia.

Kesalahpahaman antara menantu dan mertua sejatinya bisa diantisipasi. Sebab, bagaimanapun juga posisi mertua adalah ibu dari suami yang harus dihormati. Anggaplah beliau seperti orang tua sendiri agar terjalin ikatan yang nantinya mampu menyentuh hati. Jadi, pihak menantulah yang harus pandai-pandai membawa diri. Tunjukkan kepada beliau bahwa anda pantas menjadi pendamping hidup anaknya dan layak juga untuk dicintai. Tunjukkan pula kepadanya bahwa anda pun mampu untuk mengurus dan mendampingi suami dengan sepenuh hati. Pendekatan dari hati ke hati yang terus-menerus disertai rasa kasih yang tulus pasti akan membuatnya menyadari bahwa anaknya telah memiliki pendamping yang siap mendampingi di segala kondisi.

Insyaallah, hal tersebut akan membuat ibu mertua rela melepas anak lelakinya untuk menantunya. Sebab, bukan perkara yang mudah untuk memberikan anak yang selama ini dikandung, dilahirkan, dibesarkan, dan dididik sepenuh jiwa dan raganya. Di samping itu juga bukan hal yang mudah untuk memercayai orang asing dalam mengurusi anak lelakinya termasuk kepada istrinya.
Sekali lagi, itu semua semata-mata karena naluri kasih sayang seorang ibu yang ingin melindungi, menjaga, dan memastikan bahwa anaknya baik-baik saja saat berada jauh darinya.

Solusi Terbaik yang Menyelesaikan Konflik

Permasalahan-permasalahan yang datang di awal-awal pernikahan pasti akan selalu ada. Salah satunya yang tidak bisa dihindari adalah konflik yang muncul antara menantu dan mertua. Namun, sebagai seorang muslim kita harus yakin bahwa itu semua akan ada jalan keluarnya. Segalanya kita kembalikan kepada Islam sebagai solusi terbaik dari Sang Pencipta.

”Yang paling berhak atas seorang perempuan adalah suaminya. Yang paling berhak atas seorang lelaki adalah ibunya.”
( HR. Tirmidzi)

Sebagai seorang menantu tentu harus memahami bahwa sampai kapan pun, anak laki-laki adalah milik ibunya. Maka dari itu dengan menghormati, menghargai, dan berbuat baik kepadanya akan membawa suami menjadi anak yang berbakti kepada orang tuanya. Hal tersebut juga akan membuat suami menjadi senang hatinya. Alhasil, menyenangkan hati suami merupakan bukti ketaatan seorang istri.

https://narasipost.com/family/01/2024/bersahabat-dengan-ibu-mertua/

”Pernah ditanyakan kepada Rasulullah saw., Siapakah wanita yang paling baik? Beliau menjawab, " Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, menaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.”
(HR. An-Nasai dan Ahmad)

Itulah kesempurnaan Islam sebagai solusi terbaik untuk setiap permasalahan yang ada di kehidupan manusia. Tak ada yang terlewat atau tertinggal sedikit pun darinya termasuk konflik antara menantu dan mertua. Ketika kita mencintai suami dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tentu kita juga harus mau menerima dan menghargai orang-orang yang telah menjadi bagian hidup dari suami yaitu kedua orang tuanya terutama ibunya. Beliau pun manusia biasa yang juga pasti memiliki kelebihan dan kekurangan yang juga harus diterima dengan lapang dada. Dengan begitu, diri dan hati kita akan terasa ringan dan bahagia dalam menjalani kehidupan rumah tangga dengan atau tanpa kehadiran mertua.

Wallahu a'lam bish-shawwab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Atien Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Perempuan Terlibat dalam Pariwisata, Berdaya atau Diperdaya?
Next
UU Penyiaran, Jurus Jitu Bungkam Kritikan
2 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Netty al Kayyisa
Netty al Kayyisa
6 months ago

Drama yang tak ada habisnya. He he

Novianti
Novianti
6 months ago

MaasyaaAllah tulisan bermanfaat baik bagi para istri atau pun mertua. Barokallohu fiik.

Atien
Atien
Reply to  Novianti
6 months ago

Alhamdulillah.
Jazakillah Khoir sudah mampir mba@Novianti

Atien
Atien
6 months ago

Jazakillah Khoir mom dan Tim NP. Selama ini konflik antara menantu dan mertua selalu menjadi topik hangat di tengah masyarakat.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram