Salah satu naskah Challenge ke-3 NarasiPost.Com rubrik True Story.
Oleh: Rina Nursanti, SKM, M.Kes
NarasiPost.Com-Jika kedewasaan merupakan seleksi alam, maka menua merupakan suatu keniscayaan. Bijak menatap hari tua lebih baik daripada meratap. Jangan takut menua.
Bumi ini terlalu sesak untuk kita terus bertambah. Kita lahir, tumbuh, berkembang, menua dan mati, tak ada yang abadi. Ada banyak kebaikan di sana, bergegaslah, benahi diri. Nikmati usia yang tak lagi muda.
Yakin, dengan kesempurnaan Sang Pencipta.
Bulan ini, hampir setiap hari aku membolak-balik kalender di kantor, hanya karena telah satu purnama, “bulan” yang ditunggu tak jua muncul. Terasa gamang, apakah akan ada amanah lagi di rahim ini? Mengingat usia yang tak lagi muda, terbesit ragu untuk menerima amanah-Nya.
Duh Rabbi, ajari aku makna ikhlas dalam setiap ketetapan yang Engkau berikan untukku, agar resah berganti harap.
Hari ini, aku kembali menatap kalender di meja kerja karena telah lewat delapan hari dari siklus normal. Ini adalah yang ke dua kalinya siklus bulananku terlambat, tepatnya tiga bulan yang lalu, kemudian normal, dan bulan ini kembali telat.
‘Adakah ini tanda pre-menopause?’ Meski tahu, di usia jelang lima puluh tahun, seorang wanita akan mengalami gangguan siklus bulanannya, tetap saja keterlambatan ini menuai tanya. Semua rasa ini harus dituntaskan agar tak nelangsa berkepanjangan, “hamil atau pre-menopause.”
Akhirnya, di hari ke sembilan keterlambatan siklus bulan ini, kuputuskan untuk melakukan test kehamilan.
“Pak, sudah saatnya untuk test, apa pun hasilnya, jadilah orang pertama yang bertanggung jawab,” kataku menggodanya.
Keesokan harinya, bismillah …
“Pak, selamat! Anda beruntung.”
Kembali kumenggoda Pak Su yang juga terbawa arus emosi karena berharap cemas dengan hasil test pack pagi ini.
Bagaimana tidak, saat ini kami telah diberi Allah amanah lima orang anak laki-laki. Sulungku tahun ini berusia dua puluh dua tahun, menyusul anak yang kedua sembilan belas tahun, anak ketiga enam belas tahun, anak keempat sepuluh tahun dan si bungsu lima tahun. Insyaallah, kami merasa cukup dengan amanah ini, meski belum dianugrahi keturunan perempuan. Biarlah ini menjadi rahasia Allah, mengapa hanya anak laki-laki yang dititipkan-Nya kepada kami.
Alhamdulillah, negatif.
Kebayang, betapa bahagianya aku, karena tubuh menua tak lagi sanggup untuk menerima amanah ini. Apa jadinya jika sepanjang usia, seorang wanita reproduksinya tetap produktif?
Jika opsi pertama terbantahkan, mungkinkah pre-menopause? Secepat inikah? Selalu saja ada celah untuk mempertanyakan tentang takdir-Nya.
Bukan tanpa sebab, semua rasa ini. Profesiku sebagai bidan yang terpapar dengan keluhan pre-menopause, membuatku semakin berhati-hati.
Ternyata, apa yang kuketahui telah mempengaruhiku dalam bersikap. Di luar sana, terlalu banyak cerita tentang menopause, mulai dari keluhan fisik hingga masalah psikologis yang berujung pada keutuhan rumah tangga.
Semua ini tentang estrogen yang menjadi simbol kewanitaan. Orkestra hormonal telah memainkan peranan penting selama kurun reproduksi wanita. Allah ingin menunjukkan bahwa Dia adalah Pencipta Yang Maha Sempurna, sehingga wanita dan laki-laki berbeda.
Wanita terlihat lebih feminim, suara yang mendayu, lekukan tubuh nan aduhai, kulit yang halus dan mulus, hingga predikat cantik disematkan kepada makhluk Allah yang bernama wanita. Bertambahnya usia, maka kecantikan ini akan memudar seiring dengan menurunnya fungsi estrogen.
Karena itu, tak cantik lagi menjadi kata yang menakutkan di usia senja, menjadi sebab deretan keluhan di masa pre-menopause, rasa terbakar di wajah, siklus bulanan tak teratur, merasa gelisah, kulit mulai kelihatan kerutannya, rentan mengalami kerapuhan tulang, hingga mengalami gangguan aktivitas seksual. Pertanyaan yang paling menakutkan, apakah suami akan tetap setia?
Duh, Rabbi, jangan biarkan setan mengusik hatiku. Bukankah kemuliaan seorang wanita terletak pada ketakwaannya? Aku tak ingin salah dalam melangkah. Meski tak lagi muda, keinginan semakin jelita di usia menjelang lima puluh tahun bukanlah dosa.
Pantaslah Allah memberikan kriteria ketika memilih pasangan, bukan kecantikan yang menjadi prioritas. Memilih pasangan karena keimanan dan selalu dijaga dalam lingkungan yang kondusif, akan menjadikannya tetap indah meski usia tak lagi muda.
Allah telah berfirman di dalam Al-Quran surat Al Hujurat: 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Tak ada yang salah ketika mensyukuri nikmat Allah dengan merawat fisiknya. Namun, meningkatkan ketakwaan dan ikhlas dengan ketetapan Allah, bukankah lebih mulia disisi-Nya?
Kucoba merangkai kata dan meresapi maknanya. Menjadi jelita dan terikat dengan hukum syara’ adalah cara mendapatkan satu tiket dengan dua destinasi, yaitu surga Allah dan rida suami.
Kini, aku siap berselancar menghadapi pre-menopause agar tak lagi resah ketika menopause menjelang, kembali kepada fitrahnya menjadi seorang wanita dengan memahami tujuan hidup yang hakiki, memiliki kepribadian dan tsaqofah Islam.
Alhamdulillah, aku dipertemukan dengan komunitas yang peduli dengan kesehatan wanita “Jelang Lima Puluh Tahun” (jelita). Kami mengikuti berbagai kegiatan seminar untuk menambah tsaqofah tentang cara memelihara kesehatan jelita.
Jika selama ini tak pernah berpikir tentang makanan, kini aku mulai memilih apa yang akan masuk ke dalam mulut. Slogan “Kamu adalah Apa yang Kamu Makan” memang benar adanya. Halal dan toyyib menjadi solusi, memakan makanan apa yang tubuh butuhkan, bukan makan apa yang diinginkan.
Ternyata solusinya sangat sederhana. Berkumpul dengan orang-orang saleh, mengikuti kajian Islam, dan bergabung bersama kelompok dakwah literasi telah banyak membantu mengatasi resah menghadapi usia jelita. Ternyata, rahasia Allah di balik pandemi ini telah membuka cakrawala bagi mereka yang punya kreativitas untuk umat, sehingga tak ada lagi jarak di antara insan di bumi Allah.
Semoga, apa yang kutuliskan di sini bisa mewakili suara-suara wanita yang memasuki usia jelita, berharap ada kebaikan di sini karena hidup bukanlah tentang apa yang telah kita miliki, tetapi menjaga apa yang telah dimiliki, menerima takdir-Nya dengan santun agar semakin jelita jelang lima puluh tahun.
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]