Gara-gara HP

"Aku yang ditugaskan oleh Tante Dewi untuk mengawasi Chika, menegurnya jika ia mulai keseringan main HP. Tapi ya, gitu. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri, sepertinya. HP sudah menimbulkan efek kecanduan pada anak sekolah, para karyawan, ibu rumah tangga, hingga pembantu."

Oleh. Maya Rohmah

NarasiPost.Com-Suara cekikikan tertahan membuatku terbangun. Dengan setengah mengantuk kupasang telinga. Suara itu berasal dari kamar di sampingku. Dari suaranya, tampaknya Chika yang sedang bicara di telepon. Entah dengan siapa.

"Chik … Chika?" kataku dari luar kamar sambil mengetuk pintu. Tetiba, di dalam senyap.

"Chika … kamu lagi telepon-teleponan sama siapa?"

"Euh. Ini, Kak."

"Belum tidur?"

"Iya, Kak. Bentar lagi," jawab Chika.

"Ini sudah tengah malam lho …"


Pada hari yang lain, kulihat Chika sedang menjemur baju di pekarangan. Kupanggil-panggil, dia bergeming. Aku pun mendekatinya. Oalah … ternyata ada earphone menyumbat kedua telinganya. Pantas tadi dipanggil-panggil, tidak merespons.

"Iya, ada apa, Kak?" tanyanya

"Tolong belikan sabun mandi, habis. Biar aku yang lanjutin jemur bajunya."

"Baik, Kak." Masih dengan earphone di kedua telinganya, dia beranjak pergi. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala meski gemas dengan tingkahnya.

Aku adalah keponakan Paman Dias, pemilik rumah ini. Sedangkan Chika adalah pembantu di rumah ini. Kamar kami hanya terpisahkan oleh triplek tipis. Paman seorang pengusaha yang cukup berhasil di kota ini. Paman dan istrinya—Dewi–mempunyai seorang anak kecil yang dipanggil Baby Al.

Suatu hari sepulang dari sekolah, kutemukan Baby Al menangis tiada henti di ruang tengah. Mainan berserakan di sekitarnya. "Lho …. kenapa? Adik kenapa? Mana Bunda?"
Dia terus menangis. Lalu kugendong, berhasil, dia tak menangis lagi.

Aku beranjak ke area belakang rumah. Chika sedang terkantuk-kantuk menyaksikan televisi.

"CHIKA."' Kucolek lengannya. Dia seketika loncat berdiri. Setelah sadar, dia bergegas mengambil Baby Al dari pelukanku.

"Kamu kenapa, ngantuk? Main HP sampai jam berapa?"

"Heeh, Kak," katanya serba salah.

"Tante Dewi ke mana?"

"Ibu keluar sama Bapak, jenguk teman Bapak di rumah sakit. Baby Al ndak usah diajak ke rumah sakit, katanya. Khawatir kena … khawatir kena infeksi … apa gitu, kata Ibu. Saya lupa."

"Infeksi nosokomial?"

"Nah, iya. Itu dia."

Saat Tante Dewi dan Paman Dias pulang, kusampaikan kejadian siang tadi. Esoknya hari Minggu, Tante Dewi menggunakan kesempatan ini untuk memanggil Chika.

"Saya sebenarnya tidak masalah ya, kalau kamu, Chika, hapean. Atau mau teleponan sama siapalah. Tapi ya, jangan terus-terusan. Itu memang HP kamu. Dibeli pakai uang kamu. Tapi bisa tidak, telepon-teleponannya setelah kerjaan beres?"

"Iya, Bu."


Aku yang ditugaskan oleh Tante Dewi untuk mengawasi Chika, menegurnya jika ia mulai keseringan main HP. Tapi ya, gitu. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri, sepertinya. HP sudah menimbulkan efek kecanduan pada anak sekolah, para karyawan, ibu rumah tangga, hingga pembantu. Paman dan tante sempat terpikir hendak menyita HP-nya, tapi kemudian mereka berpikir ulang, apakah itu tindakan yang bijak?

"Sudahlah, Tante sudah ngasih tahu kalau boleh menggunakan HP tapi ingat kewajiban. Tante juga sudah menyampaikan pengaruh buruk kalau terlalu sering main HP. Sekarang kita doakan saja." Uhh … Tanteku memang bijak.


Hingga pada suatu hari, ada kejadian yang membuat Chika jera. Hari ini, rumah Tante Dewi mendapat giliran sebagai tempat arisan diadakan. Setelah sebagian besar masakan siap, Tante Dewi menyerahkan sisanya pada Chika.

"Chik, ini kamu tinggal goreng kerupuk udang saja, ya. Ibu mau mandi dan siap-siap dulu."

"Baik, Bu," Chika menyahut. Dia sedang mencuci perabotan yang sudah dipakai masak. Sedangkan aku mengasuh Baby Al di ruang tengah. Kalau tidak, anak yang baru belajar jalan itu pasti maunya ke dapur saja. Menjangkau benda-benda yang bisa dia raih.
.
Aku sedang meniupkan balon untuk Baby Al ketika kudengar teriakan Chika di dapur.

"Hapekuuu …!"

HAH. Kenapa dengan Chika? Aku terbang ke dapur. Dia tengah memegang sutil, wajahnya terlihat shock, gemetar menatap wajan di atas kompor. Rupanya dia khilaf, dikiranya kerupuk malah HP yang dimasukkan ke minyak panas. Segera kusambar sutil dari tangannya dan mengangkat hp goreng miliknya ke wadah penadah minyak di samping kompor.

"Chika … Chika." Tiba-tiba Tante Dewi sudah berada di antara kami. Dia tak sanggup bicara lebih banyak. Mungkin merasa kasihan juga dengan Chika. Tapi bagaimana lagi, semoga dengan kejadian ini Chika sadar.

Ini adalah refleksi kejadian di tahun 2002. Di mana HP belumlah banyak fiturnya seperti saat ini. Hanya fitur menelepon dan mengirim pesan melalui SMS. Games pun masih sederhana sekali, tidak bisa di- install dan uninstall sesukanya. HP yang seperti itu saja, sudah mampu membuat pembantuku kecanduan, apalagi dengan tampilan HP saat ini, ya. []


Photo : Unsplash
.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Maya Rohmah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
SoftBank Mundur dari Megaproyek IKN, Begini Cara Khilafah Membangun Ibu Kota Baru!
Next
Kala Ukraina Menjadi Playground dari “The Greedy Giants”
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram