Menjadi Pasangan yang Kompeten
Membina mahligai rumah tangga membutuhkan kompetensi dari masing-masing pasangan suami istri dan tak boleh asal-asalan.
Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Rumah tangga adalah institusi terkecil masyarakat. Bermula dari kondisi rumah tanggalah masyarakat menjadi kuat atau lemah. Sayangnya, makin hari makin banyak kita dapati rumah tangga yang rusak, bahkan hancur dihantam badai ujian yang datang, baik dari dalam tubuh mahligai itu sendiri ataupun karena faktor eksternal. Banyak rumah tangga yang karam hanya gara-gara hal sepele. Bahkan tak jarang rumah tangga yang baru seumur jagung hancur disebabkan pasangan yang tidak kompeten, belum memahami peran, hak, dan kewajibannya, serta bagaimana mempertahankan biduk rumah tangga.
Makna Pasangan Suami Istri dalam Al-Qur'an
Di dalam surah Ar-Ruum ayat 21, Allah berfirman, "Dan salah satu ayat-ayat kebesaran Allah adalah diciptakan-Nya untukmu pasangan dari jenismu sendiri, hal itu supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Allah telah menjadikan rasa kasih sayang di antaramu. Sungguh, pada yang hal itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berakal."
Allah menyebut kata istri di dalam Al-Qur'an dengan makna yang khas. Karena itu, kadang-kadang Al-Qur'an menyebut istri dengan kata imra'ah, kadang sahibah, namun ada kalanya dengan kata zawj. Allah menyebut istri dengan sebutan imra'ah, ketika pikiran dan hati seorang istri tidak terjadi chemistry dengan pasangannya. Contohnya dalam surah Al-Qashash ayat 9 tentang bagaimana Allah menyebut istri Firaun dengan kalimat imra'ah. Kenapa demikian? Karena seperti kita ketahui, bahwa Firaun kafir, sementara istrinya mukminah, mereka dipisahkan oleh akidah sehingga tidak ada chemistry di antara mereka berdua. Begitu juga dalam ayat yang menyebutkan tentang kisah istrinya Nabi Luth salah satunya dalam surah Al-A'raf ayat 80-84.
Begitu pula, ada kalanya Allah menggunakan kata sahibah untuk menyebut seorang istri, seperti di dalam surah 'Abasa ayat 36. Di dalam surah tersebut, Allah menggunakan kata sahibah untuk menyebut istri yang terpisah dari suaminya karena kematian. Karena meskipun di dunia mereka hidup bersama, tetapi ketika mereka dibangkitkan dalam keadaan sendiri-sendiri, meskipun mungkin dikubur bersama-sama.
Akan tetapi, Allah menggunakan kata zawj untuk menyebut pasangan yang masih hidup dan mempunyai chemistry keimanan, seperti yang Allah sebutkan dalam surah Ar-Ruum ayat 21 di atas. Uniknya, kata azwaj atau zawj ini kembali digunakan oleh Allah untuk menyebut menjadi pasangan suami istri yang kelak masuk surga setelah selesai urusan mereka dengan Allah, sebagaimana disebutkan dalam surah Az-Zukhruf ayat 70, "Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan pasanganmu akan digembirakan."
Membangun Chemistry dengan Pasangan
Dari sini kita pahami, bahwa hanya pasangan yang mempunyai chemistry keimanan yang akan tetap menjadi pasangan, bahkan kelak Allah masukkan mereka ke dalam surga bersama-sama. Lalu bagaimana membangun chemistry pada azwaj atau pasangan ini?
Al-Qur'an telah memberikan resep sesuai dalam surah Ar-Ruum ayat 21 di atas.
- Bangun kecenderungan pada pasangan.
Dalam ayat tersebut Allah menyebut litaskunu, yang bermakna cenderung kepadanya (pasangan). Litaskunu diambil dari kata sakinah, berasal dari kata sukun yang bermakna berhenti. Maka untuk menggapai keluarga yang sakinah maka condongkan hati kita kepada pasangan kita. Hati yang cenderung kepada pasangan akan berhenti dari mencari-cari selain pasangannya. - Niatkan menikah untuk ibadah.
Penting untuk memulai pernikahan dengan niat ibadah karena Allah. Apabila landasan menikah hanya karena cinta, sungguh cinta itu akan luntur cepat atau lambat. Begitu pula menikah berlandaskan rupa, sejatinya rupa atau penampilan fisik pun akan memudar seiring waktu. Untuk itu, agar cinta tak mudah luntur, penampilan tak memudar, landasilah pernikahan kita dengan niat ibadah kepada Allah. Inilah yang disebut kekuatan ruhiyah. Dengan niat ini, maka segala macam turbulensi yang akan menempa keluarga ini insyaallah akan bisa bertahan. Kenapa? Karena kekuatan motivasi yang paling kuat itu bukan kekuatan materi (madiyah), meskipun mungkin maharnya besar. Bukan pula kekuatan maknawiyah (cinta, jabatan, penampilan, dll). Akan tetapi, motivasi yang paling kuat itu adalah kekuatan ruhiyah, kekuatan spiritual. - Merawat dan menjaga cinta karena Allah.
Dalam ayat tersebut pun Allah melanjutkan dengan kata warahmah. Kemudian Allah menggunakan kata ja'ala dan tidak menggunakan kata khalaqa, meskipun diterjemahnya selalu diartikan sama yaitu menjadikan. Jika khalaqa (menjadikan/menciptakan) itu adalah hak prerogatif Allah. Berbeda dengan kata ja'ala (menjadikan) yang bermakna ada ikhtiar kita dalam prosesnya. Artinya memang Allah sudah menyemaikan bibit cinta itu, tetapi kita dan pasang kitalah yang harus merawat dan menjaganya, yaitu dengan melakukan semua upaya karena Allah. - Menyadari dan rida dengan takdir Allah.
Jodoh adalah takdir Allah. Allah-lah yang menautkan hati pasangan suami istri. Caranya dengan belajar untuk menerima dan memahami setiap kelebihan dan kekurangan pasangan. Karena tak ada manusia yang sempurna, setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, termasuk pasangan kita. Selain itu selalu menjaga persangkaan yang baik kepada Allah. Jangan pernah ragu sedikit pun dengan ketetapan Allah. Ketika Allah menentukan suatu takdir untuk kita, yakinlah itu yang terbaik untuk kita, sehingga jika kelak aral rintangan mengadang, ombak badai menerjang, kita yakin itu semua adalah takdir Allah, dengan begitu niscaya kita akan lebih rileks dalam menghadapinya. - Mengasah kompetensi sebagai suami atau istri. Terus berlatih dan menuntut ilmu, kukuhkan keimanan, perbanyak doa, syukur, dan sabar.
Pernikahan Butuh Kompetensi
Menjalani kehidupan rumah tangga agar menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah memang butuh ilmu, bahkan tak hanya ilmu tetapi juga butuh skill. Lalu apa saja yang harus diperhatikan agar mempunyai skill itu dan menjadi pasangan yang kompeten?
- Butuh knowledge atau ilmu.
Membangun rumah tangga tak cukup hanya dengan kesiapan mental dan keberanian, akan tetapi membutuhkan ilmu. Ilmu bagaimana membangun keluarga, menyelami perasaan pasangan, menjaga keutuhan keluarga, mendidik anak, termasuk menjaga keharmonisan keluarga, bagaimana menjadi keluarga yang dirindukan surga, dll. - Butuh understanding/saling pengertian. Saling memahami karakter masing-masing pasangan. Memahami pasangan bahkan pada hal-hal yang kadang dianggap sepele. Saling pengertian ini akan menciptakan keluarga yang damai dan tenteram. Termasuk menjaga perasaan pasangan. Memahami hal apa yang ia sukai atau tidak, dan sebagainya. Sebagaimana yang bisa kita teladani dari rumah tangga Rasulullah. Beliau sukses membangun keluarga baik monogami selama 25 tahun bersama Ibunda Khadijah, maupun poligami selama 10 tahun bersama 11 istri. Beliau begitu menjaga perasaan istri-istrinya, salah satunya dengan memiliki panggilan sayang bagi masing-masing istrinya. Perlakuan beliau begitu baik kepada mereka, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam At-Tirmizi, "Sebaik-baik kalian adalah seorang laki-laki yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik untuk keluargaku."
- Butuh skill/keterampilan, termasuk keahlian komunikasi dengan pasangan. Keterampilan ini sangat dibutuhkan demi menjaga keharmonisan keluarga. Seperti jamak diketahui, hubungan suami itu tak selalu mulus, ada lika-liku dalam perjalanannya. Maka skill merayu pasangan yang sedang marah, mendinginkan suasana yang sedang panas karena masing-masing mempertahankan ego, mengerjakan tugas rumah tangga seperti yang Rasulullah contohkan bahwa beliau pun sering menjahit pakaiannya sendiri, dll.
- Selain kompetensi di atas, rumah tangga pun harus punya value/nilai. Sepasang suami istri yang sedang memulai membangun mahligai rumah tangga, ataupun pasangan yang telah lama menikah, harus menentukan value apa yang ingin dicapai oleh keluarganya. Apakah menjadi keluarga pejuang Islam, keluarga ideologis, keluarga perindu surga, atau nilai-nilai yang lain. Setiap pasangan harus memperjelas value ini, sehingga menjadi cita-cita yang layak untuk diperjuangkan, sehingga ketika ada angin yang meniup dan mulai menjelma menjadi badai yang mengguncang biduk rumah tangga, diharapkan ada evaluasi dan semangat untuk kembali menghidupkan value ini kembali.
Khatimah
Membina mahligai rumah tangga membutuhkan kompetensi dari masing-masing pasangan suami istri. Karena lembaga pernikahan ini merupakan benteng terakhir bagi pertahanan akidah umat manusia sehingga tak boleh asal-asalan dalam membangunnya. Berapa banyak institusi pernikahan hari ini hancur dan porak-poranda dikarenakan kurangnya ilmu dan kemampuan mengelola dari pasangan suami istri. Padahal, lahirnya generasi emas ataupun generasi cemas sangat ditentukan oleh institusi ini.
Setiap muslim sudah seharusnya mempunyai visi misi yang jelas dalam rumah tangganya, serta berusaha menjalaninya dengan sungguh-sungguh sesuai tuntunan syariat. Dengan begitu diharapkan pernikahan akan kembali menjadi basis pertahanan yang kukuh bagi umat dari gempuran musuh-musuhnya.
Wallahu a'lam bishshawaab.[]