Masyarakat Sehat Tanpa Miras

Sangat disayangkan, miras oplosan ini jumlahnya jauh lebih banyak dan biasanya dikonsumsi oleh masyarakat kelas bawah.

Oleh. Delfiani
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Menjaga waras, menolak miras, dan menjauhinya adalah pilihan bijak demi masa depan masyarakat yang lebih baik. Minuman keras (miras) adalah minuman yang memabukkan. Mengonsumsinya dapat membuat seseorang kehilangan kesadarannya.

Dalam Islam, miras (khamar) hukumnya haram. Karena itu, seorang muslim dilarang mengonsumsinya karena dapat merusak individu dan menyebabkan keresahan di masyarakat. Peredaran minuman keras adalah isu yang cukup kompleks karena melibatkan berbagai aspek, mulai dari ekonomi, hukum hingga kesehatan masyarakat.

Miras dapat ditemukan di berbagai tempat, mulai dari toko resmi, bar hingga tempat-tempat ilegal terutama di daerah yang memiliki pengawasan kurang ketat. Peredaran yang tidak terkendali ini sering memengaruhi masyarakat secara negatif, terutama anak muda yang lebih rentan terpapar konsumsi minuman keras.

Faktanya, pada tahun 2014 saja, sebagaimana dilaporkan oleh Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) bahwa 23 persen remaja pernah mengonsumsi miras. Artinya, sekitar 15 jutaan remaja adalah pengonsumsi miras. (detik.com, 9-3-2015)

Miras Oplosan Mengancam Kesehatan Masyarakat

Beberapa kota besar dan daerah memiliki aturan ketat mengenai distribusi dan penjualan minuman keras, termasuk pembatasan usia minimum pembelian dan lisensi penjualan. Namun, miras oplosan yang dijual di pasar gelap tetap menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Hal itu karena miras oplosan mengandung bahan berbahaya yang dapat menyebabkan kesehatan serius, bahkan kematian.

Sangat disayangkan, miras oplosan ini jumlahnya jauh lebih banyak dan biasanya dikonsumsi oleh masyarakat kelas bawah. Hal ini karena miras oplosan dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan minuman beralkohol legal. Penjual miras oplosan ini biasanya berada di lingkungan yang mudah diakses oleh masyarakat dan sering kali miras tersebut dijual secara sembunyi-sembunyi.

Sesungguhnya, pengendalian peredaran miras membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan penegak hukum. Hal ini karena masing-masing pihak memiliki peran penting yang saling melengkapi dalam mengatasi masalah ini.

Bahaya Miras bagi Masyarakat

Adapun bahaya utama dari konsumsi minuman keras adalah dampak kesehatan fisik yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada berbagai organ tubuh seperti kerusakan otak, hati hingga jantung. Dampak serius lainnya adalah munculnya gangguan kesehatan mental, dapat memicu depresi, dan kecemasan. Kecanduan konsumsi miras menyebabkan ketergantungan, membuat seseorang sulit untuk berhenti meskipun sadar akan dampak buruknya.

Konsumsi miras menyebabkan lebih dari tiga juta kematian setiap tahun di seluruh dunia. Ini menunjukkan bahwa miras menjadi faktor utama dalam kecelakaan yang melibatkan pengendara. Potensi tindak kekerasan dapat memicu agresivitas yang sering kali berujung pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ini terjadi ketika pelaku berada di bawah pengaruh alkohol.

Dilema Ekonomi Liberal

Ekonomi liberal adalah sistem ekonomi yang menekankan pada kebebasan pasar. Dalam sistem ini, pelaku usaha cenderung berfokus pada pemenuhan permintaan pasar. Para pengusaha akan memenuhi permintaan termasuk dalam memproduksi dan mendistribusikan miras secara masif demi meraup keuntungan.

Baca juga: miras-penghancur-akal-manusia/

Satu sisi, pemerintah justru menerima pendapatan dari pajak miras yang merupakan salah satu sumber pemasukan bagi negara. Hal ini membuat mereka menghadapi dilema antara keuntungan ekonomi dan tanggung jawab sosial. Di sisi lain, dalam sektor pariwisata, miras sering kali dipromosikan sebagai salah satu daya tarik bagi wisatawan mancanegara. Karena itu, pemerintah memilih untuk tidak sepenuhnya melarang peredaran miras di lokasi wisata.

Berdasarkan fakta tersebut, diperlukan kebijakan pengawasan yang ketat agar dampak negatif dapat diminimalkan. Ya, hanya diminimalkan, bukan ditiadakan. Dengan demikian, selama sistem kapitalisme sekuler masih berlaku di negeri ini, jangan harap miras bisa diberantas tuntas.

Hukuman Tegas Memberantas Miras

Rasulullah saw. bersabda, "Khamar itu telah dilaknat untuk sepuluh pihak yang terkait, yaitu: zat khamar itu sendiri, pemerasnya, yang minta diperaskan, penjualnya, pembelinya, pembawanya, yang minta dibawakan, penuangnya, peminumnya, dan hasil penjualannya." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Dalam hukum Islam, orang yang mengonsumsi khamar wajib dihukum. Para ulama menyatakan bahwa hukuman bagi peminum khamar adalah 40 atau 80 cambukan pada pelanggaran pertama. Jika mengulangi lagi untuk ketiga atau keempat kalinya, bunuhlah dia. Namun, para ulama berpendapat bahwa hukuman mati ini dibatalkan. Dengan demikian, hukuman bagi peminum khamar adalah cambuk dengan jumlah tertentu.

Berdasarkan keterangan di atas, bukan hanya pengonsumsi yang wajib dihukum, tetapi juga bagi penjual, pembeli, dan pengedarnya. Hukuman tegas ini jika diterapkan secara konsisten dapat menyolusi secara tuntas kasus peredaran miras. Selain itu, dapat memberikan efek jera serta mendorong masyarakat mematuhi dan meningkatkan kesadaran untuk taat syariat demi teraihnya keberkahan dari Allah.

Khatimah

Islam telah memberikan panduan yang jelas dalam melindungi akal manusia, yaitu dengan melarang miras dan menerapkan sanksi yang tegas. Pentingnya penegakan syariat Islam secara total dalam sistem pemerintahan Islam adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan berakhlak.

Dengan demikian, memberantas miras bukan sekadar mengatasi kejahatan, tetapi juga merupakan ikhtiar dalam menjaga akal masyarakat agar tetap sehat dan waras. Hal ini membantu masyarakat menuju kehidupan yang lebih produktif dan penuh berkah. Dalam menghadapi tantangan peredaran minuman keras, kita perlu memahami bahwa pencegahan dan penanganannya bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan kewajiban seluruh elemen masyarakat.

Penerapan regulasi yang kuat, hukuman tegas, serta edukasi yang mendalam akan pentingnya hidup sehat tanpa minuman keras adalah langkah utama untuk membangun masyarakat yang lebih baik. Semoga segala upaya yang dilakukan dapat membawa kita pada tatanan sosial yang lebih harmonis, sehat, dan bermartabat.
Wallahualam bissawab.[]

Palestina Tak Butuh Pernyataan Kecaman!

Genosida dan penghancuran kawasan Gaza, Palestina merupakan efek dari abainya penguasa muslim, terkhusus pemimpin di negeri Arab.

Oleh. Yulinar
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Setahun telah berlalu atas peristiwa genosida yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina. Namun, sampai hari ini, buntut dari penyelesaian untuk hal demikian masih jauh dari kata merdeka. Setiap hari, bahkan detik menjadi bayang-bayang yang menakutkan untuk mereka. Sebagaimana serangan brutal yang kembali terjadi sejak 7 Oktober 2023, tercatat lebih dari 11.825 pelajar tewas. Kejadian ini menurut laporan Kementerian Pendidikan Palestina tidak hanya terjadi di Gaza, melainkan juga terjadi di Tepi Barat. (detik.com, 29-10-2024)

Dilansir dari media Anadolu Ajansi (1-11-024), Kementerian Pendidikan Palestina mengungkapkan jika pembunuhan terhadap anak usia sekolah di Gaza mencapai 11.057 jiwa dan lebih dari 16.897 lainnya terluka. Pada kalangan mahasiswa, korban terbunuh sebanyak 681 orang dan 1.468 lainnya luka-luka. Sementara itu, di Tepi Barat terdapat 79 siswa sekolah dan 35 mahasiswa tewas serta ratusan orang terluka dan ditahan oleh kelompok Zionis.

Sejalan dengan laporan di atas, tidak hanya mengancam pelajar ataupun anak-anak, serangan tersebut juga berimbas kepada anggota staf akademik dan ratusan infrastruktur yang rusak di Palestina. Sebanyak 117 anggota staf akademik termasuk dosen di Gaza tewas terbunuh. Ada 406 sekolah di Gaza, 65 di antaranya mengalami kerusakan. Disusul dengan hancurnya 77 sekolah dan 84 sekolah di Tepi Barat juga ikut mengalami kerusakan. Dilaporkan pula sebanyak 20 universitas mengalami kerusakan parah, 51 gedung lainnya hancur seluruhnya dan 57 hancur sebagian.

Pahitnya kejadian yang menimpa rakyat Palestina menyisakan tanda tanya besar atas solusi konkret yang perlu diterapkan atas mereka. Mengapa penjajahan sekaligus genosida yang terjadi di sana tak kunjung usai? Mengapa negeri-negeri muslim tak ikut membantu mereka? Bagaimana cara membebaskan mereka? Kurang lebih inilah sekelebat pertanyaan yang mungkin terlintas di benak kita ketika melihat berita tentang Palestina.

Penjajahan Terstruktur atas Palestina

Invasi yang dilakukan Zionis Yahudi kerap kali dikaitkan dengan penyerangan terhadap kelompok-kelompok yang menurut mereka mengancam. Contohnya, militan pimpinan Hamas dan kelompok Hizbullah di Lebanon. Pola pernyataan mereka selalu sama, yaitu menyerang musuh di tempat-tempat umum seperti bangunan rumah sakit, sekolah, universitas, dan lain-lain.

Sejalan dengan pernyataan Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana yang menyampaikan jika upaya invasi yang dilakukan Zionis Yahudi merupakan ambisi mereka dalam menciptakan "Israel Raya" yang meliputi Palestina, Lebanon hingga ke Irak. Penyerangan tiada ampun terhadap warga sipil menjadi cita-cita besar mereka. Menciptakan rasa takut dan efek traumatik juga menjadi salah satu strategi yang diembuskan kepada warga sipil dan anak-anak. Hal ini dilakukan sebagai upaya memunculkan kebencian terhadap para pejuang yang tidak menciptakan kondisi damai. (media-umat.info, 7-11-2024)

Disusul laporan dari The National Interest (1-11-2024), terdapat miliaran dolar pajak AS yang dikirim ke Israel menandakan dukungan besar dalam agresi Israel yang sedang berlangsung di Gaza. Bantuan tersebut berupa pengerahan pasukan, kapal, senjata, dan pesawat AS di wilayah tersebut. Sebuah laporan terbaru untuk proyek Brown Costs of War, diperkirakan bantuan senjata yang disubsidi AS untuk Israel mencapai setidaknya $22,76 miliar sejak awal peperangan. (tempo.co, 3-11-2024)

Abainya Penguasa Muslim

Genosida dan penghancuran kawasan Gaza, Palestina merupakan efek dari abainya penguasa muslim, terkhusus pemimpin di negeri Arab. Hal paling menyakitkan, mereka justru menunjukkan loyalitas dan sokongan pada para penguasa negara-negara Barat yang mendukung aksi keji nan biadab dari Zionis.

Bantuan logistik ala kadarnya dan retorika berupa kecaman terhadap aksi penjajahan menjadi hal yang membosankan dan memilukan untuk dinalar. Seolah tak punya daya, mereka mempertontonkan sikap pengecut, egois, dan khianat pada warga Gaza maupun dunia.

Sesungguhnya, mereka punya kekuatan besar yang bisa dikerahkan untuk membela darah dan kehormatan umat di sana. Bukan justru menahan pasukan militer di barak-barak mereka. Respons yang dipertontonkan penguasa negeri-negeri Arab dan muslim lainnya tidak lain adalah imbas dari penerapan sistem sekuler kapitalisme. Mengapa demikian?

Baca juga: nestapa-bayi-di-neraka-gaza/

Kapitalis adalah istilah yang merujuk pada individu atau kelompok yang mendukung atau berperan dalam sistem ekonomi dengan kepemilikan pribadi atas modal dan aset ekonomi sebagai dasar utama. Hal ini berlaku bagi negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Jerman, dan Prancis yang dijadikan kiblat dunia masalah perekonomian dan peradaban. Fakta lebih jauhnya, mereka adalah pihak yang menyokong penjajahan Zionis Yahudi terhadap Palestina.

Adapun sekuler merupakan konsep pemisahan antara agama dan kehidupan publik atau institusi negara. Dengan konsep ini, negara akan mengatur kehidupan rakyatnya sedikit dengan agama atau bahkan tanpa keterikatan agama sekalipun. Akibatnya, negeri-negeri muslim bergeming. Bahkan, mereka tak bisa mengambil solusi hakiki atas penjajahan dan kekejaman yang menimpa kaum muslim di berbagai belahan bumi termasuk di Palestina.

Solusi Hakiki atas Palestina, Jihad!

Penderitaan yang telah dialami Palestina sejak 76 tahun lalu tak akan pernah usai dengan keterlibatan PBB, Liga Arab ataupun OKI. Jika lembaga tersebut tak bisa diharapkan, apalagi mengharapkan bergeraknya pemimpin negeri Islam di bawah naungan sistem kapitalisme sekuler meski dengan retorika diplomatik, bahkan perdamaian. Solusi dua negara merupakan aksi nyata mengkhianati Gaza dengan mengakui penjajahan kaum Zionis terhadap mereka.

Oleh karena itu, mari kembali pada firman Allah Swt. dengan mengumandangkan jihad dan menegakkan Khilafah. Khilafah adalah institusi negara yang akan menjaga kehormatan umat. Kita mungkin hanya memahami bahwa Islam hanyalah status bagi muslim atau sebagai agama spiritual. Namun, harus dipahami pula bahwa Islam adalah sistem yang melahirkan seperangkat aturan termasuk petunjuk untuk berjihad.

Allah juga mengharamkan perdamaian dengan kaum penjajah dan menerima eksistensi mereka. “Perangilah mereka oleh kalian di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (QS. Al-Baqarah [2]: 191)

Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. juga bersabda, “Sungguh imam (khalifah) itu adalah perisai (pelindung umat).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Para Penguasa Pelindung Umat

Dengan adanya Khilafah sebagai institusi pelindung umat, khalifah akan mengerahkan pasukan untuk mengusir Zionis Yahudi dari Palestina dan menghukum mereka. Hal ini pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw. sebagai kepala negara. Rasulullah saw. mengusir keluar kaum Yahudi dari Madinah akibat berkhianat pada beliau dan kaum muslim.

Selain itu, dalam sistem Islam akan lahir sosok seperti Khalifah Al-Mu’tasim, penyelamat kehormatan yang mengerahkan tentaranya untuk membebaskan seorang muslimah dari gangguan Yahudi usil. Ada pula sosok pemuda sekaligus pemimpin penakluk Konstantinopel yang mewujudkan salah satu hadis Rasulullah saw., "Sungguh, Konstantinopel pasti akan ditaklukkan, maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin penaklukan itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu." (HR. Ahmad)

Selain itu, ada juga Khalifah Abdul Hamid II, penjaga Palestina yang menolak utusan dari Yahudi yang ingin membeli tanah Palestina. Kita mungkin tak asing dengan nama Salahuddin al-Ayubi, sang pembebas Palestina pada abad ke-12 dari tangan pasukan Salib Eropa setelah hampir 90 tahun pendudukannya oleh mereka. Tidakkah kita ingin mengikuti jejak mereka?
Wallahualam bissawab.[]

Konjungsi Namun, Tetapi, dan Tapi

Namun, tetapi, dan tapi merupakan kata sambung/konjungsi yang digunakan untuk menunjukkan perlawanan atau pertentangan.

Oleh. Sartinah
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Apa kabar teman-teman? Semoga semuanya dalam keadaan sehat dan tetap semangat mengejar ilmu, ya. Senang sekali malam ini kita bisa berjumpa kembali dalam sharing KBBI untuk kedua kalinya. Sharing seperti ini insyaallah akan kontinu diselenggarakan oleh NP semata-mata demi meningkatkan kualitas naskah para penulis, khususnya dalam KBBI/EYD.

Namun, sebelum proses belajar kita mulai, tak lupa saya mengingatkan agar teman-teman "mengosongkan gelas" terlebih dahulu agar ilmu mudah diserap. Semoga sedikit ilmu yang Al-Fakir akan bagikan bisa bermanfaat. Lebih dari itu, saya dan tim berharap agar teman-teman langsung dapat mempraktikkannya di dalam naskah. Nah, sharing kita malam ini akan membahas tentang kata sambung namun, tetapi, dan tapi.

Nah, siapa di sini yang masih sering keliru menempatkan kata tersebut dalam naskahnya? Lupa itu manusiawi. Karena itu, selalu jadikan EYD maupun KBBI sebagai panduan saat menulis. Jika sudah diberikan ilmunya, semoga tidak salah lagi dalam penggunaannya, ya. Penasaran? Yuk, kita simak penjelasan tentang kata sambung.

Penempatan Konjungsi Namun, Tetapi, dan Tapi

Namun, tetapi, dan tapi merupakan kata sambung/konjungsi yang digunakan untuk menunjukkan perlawanan atau pertentangan. Mungkin banyak penulis yang masih tertukar menempatkan ketiga kata tersebut dalam naskah. Mungkin juga ada yang beranggapan bahwa ketiga kata tersebut sama saja penggunaannya. Sejatinya, ketiga kata tersebut memiliki perbedaan arti dan penggunaannya.

Namun adalah konjungsi antarkalimat. Konjungsi ini digunakan untuk menyambungkan kalimat sebelumnya. Penempatan konjungsi ini berada di awal kalimat dan diikuti tanda koma. Ingat ya, kata "namun" tidak diletakkan di tengah kalimat. Boleh juga menggunakan "akan tetapi" di awal kalimat karena merupakan sinonim dari "namun".

Konjungsi berikutnya adalah tetapi. Tetapi adalah konjungsi intrakalimat yang digunakan untuk menyambungkan dua unsur setara di dalam kalimat. Konjungsi ini diletakkan di tengah kalimat dan didahului tanda koma. Ingat ya, Bestie, jangan meletakkan kata tetapi di awal kalimat.

Baca juga: kohesi-dan-koherensi/

Konjungsi selanjutnya adalah tapi. Nah, siapa nih yang masih sering menggunakan kata tapi dalam ketika menulis ragam formal? Tapi adalah konjungsi intrakalimat yang digunakan untuk menyambungkan dua unsur setara di dalam satu kalimat. Namun, harus diingat ya bahwa tapi merupakan bentuk tidak baku dari tetapi. Karena itu, konjungsi ini sebaiknya dihindari pemakaiannya saat teman-teman menulis ragam formal. Gunakan tetapi untuk menyambungkan kalimat, ya.

Nah, berikut ini contoh penggunaan konjungsi namun dan tetapi:

  1. Anak itu sebenarnya pandai. Tetapi, ia malas. (salah)
  2. Anak itu sebenarnya pandai. Namun, ia malas. (benar)
  3. Anak itu sebenarnya pandai, namun malas. (salah)
  4. Anak itu sebenarnya pandai, tetapi malas. ( benar)

Gimana, Bestie, sudah paham penggunaan kata hubung/konjungsi namun, tetapi, dan tapi, 'kan? Setelah paham, langkah selanjutnya adalah mempraktikkannya dalam naskah. Ingat, Bestie, seribu teori pun akan sia-sia tanpa dipraktikkan dalam tulisan. Jadi, jangan tertukar lagi penempatannya ya. Semoga secuil sharing malam ini bisa mengubah dunia tulisanmu ya, hehe …

Konjungsi Selesai, Saatnya Bedah Naskah

Sharing ilmu belum lengkap tanpa bedah naskah ya, Bestie. Karena itu, mari melipir sejenak untuk menyimak bedah naskah. Naskah yang akan kita bedah kali ini adalah naskah Mbak Agus Susanti. Silakan dibaca-baca lebih dahulu naskah beliau, ya. Sebagaimana sharing sebelumnya, saya hanya akan mengambil beberapa paragraf saja untuk dibedah. Nanti teman-teman juga boleh ikut mengoreksi, kok.

Paragraf pertama:
Meskipun Israel mengatakan masih banyak Organisasi lain yang bisa menggantikan peran UNRWA terhadap rakyat Palestina, namun organisasi lainnya justru mengatakan bahwa mereka tidak bisa menggantikan posisi UNRWA sebagai tulang punggung di Jalur Gaza tersebut.

Kesalahan dalam paragraf ini:

  1. terhadap rakyat Palestina, namun -> terhadap rakyat Palestina, tetapi -> namun adalah penghubung antarkalimat sehingga peletakannya harus di awal kalimat. Jika di tengah kalimat gunakan tetapi.

Paragraf Kedua:
Negara disekat-sekat dengan faham nasionalisme, kecintaan terhadap negera mengakibatkan timbulnya rasa egois dan tidak peka terhadap saudara yang ada di negeri lainnya. Padahal Rasulullah saw. pernah bersabda "Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya". (HR.Bukhari dan Muslim)

Kesalahan dalam paragraf ini:

  1. faham -> paham
  2. negera -> negara
  3. Padahal Rasulullah saw. pernah bersabda-> penggunaan padahal di awal kalimat kurang tepat. Padahal merupakan penghubung intrakalimat untuk menunjukkan pertentangan antara bagian-bagian yang dirangkaikan. Oleh karena itu, peletakannya harus di tengah kalimat.
  4. bersabda "Seorang muslim itu -> bersabda, "Seorang muslim itu
  5. bagi muslim lainnya". -> bagi muslim lainnya."
  6. (HR.Bukhari dan Muslim) -> (HR. Bukhari dan Muslim)

Soal Ujian Sharing KBBI

  1. penjabat >< pejabat
  2. dimungkiri >< dipungkiri
  3. antiperadangan >< anti-peradangan
  4. surah Al-Baqarah >< surat Al-Baqarah
  5. tazir >< takzir
  6. mengklaim >< mengeklaim
  7. kelembapan >< kelembapan
  8. menjijikkan >< menjijikan
  9. seringkali >< sering kali
  10. nasihat >< nasehat
  11. kapan pun >< kapanpun
  12. komplit >< komplet

Demikian sharing kita malam ini. Semoga bermanfaat. Sampai bertemu kembali di sharing selanjutnya. Wallahualam bissawab. []

Penipuan Merajalela setelah Badai Milton di Florida

Maraknya kasus penipuan di dunia nyata maupun dunia maya merupakan buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang sekuler.

Oleh. Arifah Azkia N.H., S.E.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pada Kamis, 10 Oktober 2024 terjadi bencana badai Milton yang memorak-porandakan Florida di Amerika Serikat. Guncangannya telah membawa tornado, banjir, dan gelombang. Jumlah korban sedikitnya 16 orang tewas akibat badai Milton. Jumlah korban kemungkinan akan terus bertambah dalam beberapa hari mendatang.

Badai ini terjadi kurang dari dua pekan setelah badai Helene menghantam Gulf Coast yang mengakibatkan sedikitnya 225 korban jiwa di Florida, South Carolina, Tennessee, Virginia, dan Georgia. Negara bagian yang paling parah dilanda badai, yaitu kawasan North Carolina. Badai Milton kemudian menyusulnya, menghantam, dan meluluhlantakkan rumah serta mata pencaharian warga.

Bencana Baru

Pascabadai besar menghantam warga Florida, Amerika Serikat, kini "bencana" baru menghantui warga. Masyarakat negara bagian itu kini diterpa berbagai ragam modus penipuan berkedok menawarkan bantuan darurat bencana.

Jimmy Patronis (Chief Financial Officer Florida) mewanti-wanti bahwa warga Florida saat ini rentan diterjang penipuan, baik dari asuransi, dana bantuan bencana, maupun kontraktor perbaikan bangunan. Para penipu mendatangi warga Florida dengan berbagai macam metode demi meraup keuntungan sebesar-besarnya. (cnnindonesia.com, 13-10-2024)

Para penipu juga tak jarang menyasar individu yang ingin memberikan sumbangan. Badan-badan amal palsu banyak bermunculan di saat seperti ini guna menyedot uang para penderma. Selain itu, para penipu juga merajalela di platform crowdfunding untuk mengisi pundi-pundi uang mereka. Mereka juga menyamar sebagai kontraktor yang mengintai rumah-rumah rusak untuk menawarkan perbaikan, tetapi tak benar-benar melakukannya setelah mendapatkan deposit.

Adapun orang-orang yang paling rentan menjadi korban penipuan adalah golongan lansia berusia 60 tahun ke atas. Florida sendiri merupakan negara yang dominan dihuni 6,3 juta lansia, penduduk dengan populasi lansia terbesar kedua di Amerika Serikat.

Para penipu sering kali mencoba menipu korban lansia yang rumahnya rusak dengan meyakinkan mereka untuk menandatangani klaim asuransi. "Predator penipu ini kemudian menagih uang tersebut kepada perusahaan asuransi dan menyedot uang langsung dari para korban," kata Patronis.

Penyebab Marak Penipuan

Maraknya kasus penipuan di dunia nyata maupun dunia maya merupakan buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang sekuler. Sistem ini tidak mengindahkan masalah halal dan haram. Sistem ini pula yang telah mencetak individu-individu yang materialistis.

Mereka hanya memikirkan aspek materi (keuntungan), bagaimana mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, dan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya tanpa memikirkan konsekuensi dari perbuatan mereka. Menghalalkan segala cara demi meraup rupiah.

Masalah kemiskinan yang angkanya makin meningkat, sering kali menjadi pemicu tindak kriminal di tengah masyarakat, termasuk penipuan ini. Tidak dimungkiri bahwasannya ancaman PHK makin bergejolak, lapangan pekerjaan sulit, bahan pokok dan kebutuhan makin mahal, belum lagi banyaknya pajak yang sangat membebani rakyat.

Baca: penipuan-gaya-baru-ala-kapitalisme/

Akibat dari ketidakpastian ekonomi kapitalisme ini menjadikan masyarakat tidak sejahtera dan memilih melakukan penipuan untuk bertahan hidup. Sistem kapitalisme juga menjadi penyebab suburnya praktik penipuan di tengah masyarakat. Hal ini karena ketidaktaatan dan tidak terikatnya manusia terhadap syariat Allah.

Lebih dari itu, mabda kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan menyebabkan aturan-aturan Allah diabaikan. Akibatnya, kehidupan manusia dalam memenuhi hajatul udhowiyah senantiasa berasas pada manfaat semata. Berbuat dusta, menipu, manipulasi, dan berbagai tindak kriminal lainnya menjadi hal yang lumrah dilakukan.

Di sisi lain, negara tidak memberikan hukuman yang tegas dan membuat jera bagi pelaku penipuan. Nyatanya hukum bisa dibeli, jeruji bui hanya beberapa saat. Bahkan, tak sedikit napi yang usai masuk bui malah makin ahli dalam kejahatan.

Pandangan Islam

Sungguh Allah Swt. telah menegaskan di dalam Al-Qur'an yang berbunyi: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah pembohong.” (An-Nahl: 105)

Selain itu, diriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud r.a., bahwasannya Rasul saw. menegaskan agar umatnya tidak berbuat kebohongan dan melakukan penipuan. Rasulullah saw. bersabda, "Hendaklah kalian selalu berperilaku jujur karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan, dan kebaikan akan mengantarkan seseorang ke surga. Dan apabila seorang selalu bertutur kata yang benar dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang-orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke neraka jahanam. Jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih terhadap kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong)."

Khilafah Mencegah Praktik Penipuan

Di dalam Islam, perbuatan menipu adalah kemungkaran dan merupakan dosa besar. Penipuan merupakan tindakan kriminal yang diharamkan dan akan mendapatkan hukuman berat di dunia maupun balasan di akhirat. Adapun sanksi di dalam sistem Islam bagi tindakan penipuan, yaitu berupa takzir yang meliputi hukuman mati, penjara, jilid, denda, dan lainnya berdasarkan kebijakan khalifah. Sanksi ini tentu akan memberikan dampak efek jera sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir).

Khilafah juga senantiasa memupuk ketakwaan individu masyarakat sehingga menjadikan tujuan hidup mereka hanya pada rida Allah, bukan pada materi. Hal ini karena materi bukan segala-galanya. Manusia harus selalu terikat pada hukum syarak dalam setiap aktivitasnya sehingga selalu wara' (berhati-hati) dalam berbuat karena standar halal haram telah ditentukan Allah dan rasul.

Selain itu, adanya penjagaan masyarakat dalam bentuk amar makruf nahi mungkar juga sangat diperlukan supaya kemaksiatan tidak makin merajalela. Negara Islam juga berkewajiban untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok seluruh rakyatnya. Dengan pendapatan negara berupa kharaj, fai, jizyah, ganimah, sedekah, zakat, usyur, khumus, infak, wakaf, dan lainnya. Dengan demikian, negara tidak akan kekurangan untuk me-ri'ayah rakyatnya dengan aturan perekonomian Islam.

Demikianlah, hanya syariat Islam yang bisa mengatur dan mengayomi manusia dalam kehidupan. Hanya dengan tegaknya Khilafah, manusia dimuliakan dan diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Kehidupan terjamin dan teratur karena diatur dengan syariat datang dari Allah, bukan buatan manusia.
Wallahualam bissawab.[]

Susu Ikan Atasi Stunting?

Susu ikan bukan berasal dari ikan seperti susu sapi pada umumnya, tetapi merupakan ekstraksi protein dari daging ikan segar yang ditambah dengan sejumlah bahan lainnya

Oleh. Hadi Kartini
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Program makan siang gratis digagas oleh presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024. Program ini diperuntukkan bagi pelajar dari tingkat SD sederajat sampai tingkat SMA sederajat. Tujuannya untuk mengatasi masalah stunting, meningkatkan gizi, dan nutrisi pada anak usia sekolah. Memberikan gizi yang cukup pada anak usia sekolah diharapkan bisa memacu prestasi akademis. Selain itu, program ini diharapkan bisa mengurangi beban ekonomi keluarga.

Bicara soal gizi dan nutrisi yang akan diperoleh dari program makan siang gratis, masih menjadi pertanyaan besar. Susu ikan disebut-sebut yang dipilih Prabowo Subianto sebagai pengganti susu sapi pada program ini. Hal ini menyebabkan sejumlah media asing menyoroti rencana presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mengganti susu sapi dengan susu ikan.

The Strike Times, surat kabar asal Singapura melaporkan, susu ikan sudah lama menjadi inovasi pemerintah RI. Pada 2023, pemerintah RI memainkan peran kunci dalam meluncurkan susu ikan yang dikembangkan sebagai upaya melakukan hilirisasi produk perikanan.

Tak hanya The Strike Times, surat kabar asal Australia, The Sidney Morning Herald juga mewartakan hal yang sama. Koran negeri Kanguru itu menyoroti rencana mengganti susu sapi dengan susu ikan demi menekan anggaran yang membengkak. Namun, media tersebut mempertanyakan soal dampak kesehatan dari susu ikan serta kandungan nilai gizi dan nutrisi antara susu ikan dan susu sapi, apakah setara? (cnnindonesia.com, 13-9-24)

Susu Ikan

Perlu diluruskan dahulu makna dari susu ikan. Susu ikan bukanlah susu yang berasal dari ikan seperti susu sapi pada umumnya. Namun, susu ikan merupakan ekstraksi protein dari daging ikan segar yang ditambah dengan sejumlah bahan lainnya. Setelah diseduh, wujudnya sama dengan susu sapi pada umumnya.

Di negara lain, tidak ada yang menyebut ekstraksi protein ikan sebagai susu ikan. Yang dikatakan susu adalah cairan putih yang keluar dari kelenjar ambing (mamae) pada hewan mamalia betina. Contohnya, kambing, kuda, sapi, dan kerbau. Jadi, bisa dipastikan susu ikan bukanlah susu karena terbuat dari daging ikan yang diekstraksi.

Rencana Prabowo yang akan mengganti susu sapi dengan suau ikan banyak menuai perdebatan. Banyak yang mempertanyakan, apakah susu ikan sama standar gizinya dengan susu sapi. Mengingat, susu ikan hanya berupa ekstraksi daging ikan yang ditambah campuran bahan lain. Standar gizinya belum bisa dipastikan bisa mengatasi masalah stunting dan gizi buruk pada anak Indonesia.

Penyebab Stunting

Terlepas dari perdebatan antara gizi susu ikan dengan susu sapi, yang harus kita cermati adalah cara mengatasi stunting dan gizi buruk pada anak. Bukan mendebatkan kandungan gizi yang terdapat dalam kedua susu tersebut. Ini perlu dilakukan karena mengatasi stunting tidak cukup hanya memberikan makan siang bergizi pada anak usia sekolah. Apalagi makan siang tersebut hanya didapatkan satu kali dalam sehari. Padahal, makanan bergizi harus kita dapatkan setiap kali kita makan.

Awal stunting dan gizi buruk terjadi bukan pada anak usia sekolah, tetapi pada awal masa kehamilan seorang ibu. Pemerintah harus mencari solusi mengatasi stunting dan gizi buruk dari akarnya. Salah satunya dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar mereka bisa memenuhi semua kebutuhan hidup, khususnya pangan. Tentu dengan memperhatikan kandungan gizi di dalamnya. Dengan mengonsumsi bahan pangan yang bergizi, masalah stunting dan gizi buruk bisa diatasi sebelum bayi dilahirkan.

Jika akar masalah stunting dan gizi buruk bisa diatasi semenjak dini, pemerintah tidak perlu membuat berbagai kebijakan yang akan menimbulkan masalah baru. Seperti rencana mengganti susu sapi dengan susu ikan yang belum jelas kandungan gizinya.

Di sisi lain, rencana digantikannya susu sapi dengan susu ikan bertujuan untuk menekan biaya yang membengkak. Dari sini jelas terlihat bahwa upaya pemerintah mengatasi stunting dan gizi buruk pada generasi hanya setengah hati.

Lebih dari itu, susu ikan merupakan hilirisasi dari produk perikanan yang tentunya melibatkan swasta. Seperti biasa, banyak kebijakan pemerintah yang dijalankan pihak swasta dan minim pengawasan dari pemerintah. Bisa dipastikan akan ada oknum-oknum yang mengambil keuntungan dan melakukan kecurangan. Di mana, program ini mempunyai alokasi dana yang sangat besar dan melibatkan banyak pihak. Kalau sudah begitu, masalah stunting dan gizi buruk pada generasi tidak akan bisa diselesaikan.

Keterlibatan swasta memang tidak bisa dihindari dalam situasi dan kondisi negara saat ini. Indonesia yang menerapkan sistem demokrasi kapitalisme, meniscayakan keterlibatan swasta dalam pelayanan terhadap masyarakat. Tak terkecuali dalam pengadaan makan siang bergizi yang direncanakan ini.

Islam Atasi Stunting dengan Tepat

Masalah stunting dan gizi buruk bukan hanya berkisar pada kelengkapan gizi pada makan siang gratis saja. Namun, masalah mendasar penyebab stunting adalah kemiskinan sehingga masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka dengan kualitas gizi yang baik. Untuk itu, yang perlu dibenahi adalah cara meningkatkan ekonomi masyarakat.

Islam memberikan solusi dalam mengatasi stunting dan gizi buruk dengan memperbaiki dulu ekonomi keluarga. Dalam Islam, semua laki-laki yang sudah balig dan sanggup bekerja didorong untuk bekerja. Islam juga memberikan kewajiban nafkah bagi laki-laki terhadap orang-orang yang berada dalam tanggungannya.

Baca: stunting-kian-meradang-bagaimana-islam-memandang/

Rasulullah menyebutkan, "Cukuplah dianggap berdosa seseorang yang tidak memberi nafkah orang yang berada dalam tanggungannya." Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Hibban. Dengan bekerja, seorang kepala keluarga akan mendapatkan penghasilan dan dapat digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga.

Pemerintah dalam negara Islam (Khilafah) tidak hanya sekadar mendorong rakyatnya untuk bekerja. Namun, pemerintah akan menyediakan lapangan kerja yang luas bagi rakyatnya. Dengan demikian, tidak ada rakyat yang menganggur dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup.

Negara juga mempunyai kewajiban untuk menjamin terpenuhinya semua kebutuhan rakyatnya, baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan mendasar lainnya. Contohnya, kesehatan, pendidikan, dan keamanan dengan harga terjangkau bahkan gratis.

Seandainya penghasilan rakyatnya tidak seberapa, rakyat tetap bisa memenuhi semua kebutuhan hidupnya dengan baik. Bahkan barang-barang yang beredar di pasaran akan selalu dikontrol oleh negara, baik dari segi harga, kualitas maupun kuantitasnya.

Khatimah

Dengan menjalankan kebijakan yang sesuai syariat dalam Khilafah, bisa dipastikan tidak ada kasus stunting dan gizi buruk. Ini terukir dalam sejarah kegemilangan Islam pada masa lampau. Saat itu, Islam bisa membawa umat manusia pada puncak peradaban yang gemilang. Melahirkan generasi yang kuat dan cerdas karena kesejahteraan masyarakat pada masa itu sangat terjamin.

Semua bisa terlaksana tak lepas dari ketakwaan penuh khalifahnya kepada Allah Swt. Seorang khalifah sadar betul bahwa kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. kelak di hari penghisaban. "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya." (Hadis riwayat Al-Bukhari)
Wallahualam bissawab.[]

Eksekusi Mati, Hukum Barbar Korea Utara

Eksekusi mati merupakan hukuman yang legal di Korea Utara dan hampir terjadi tiap tahunnya.

Oleh. Arum Indah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Eksekusi mati kembali ditetapkan Presiden Korea Utara Kim Jong Un. Kali ini, setidaknya ada 30 pejabat yang dijatuhi hukuman mati setelah dianggap gagal menanggulangi bencana banjir yang melanda Provinsi Chagang. Banjir tersebut menyebabkan kerusakan parah di Kota Sinuiju di wilayah barat laut, Kabupaten Uiju di dekatnya, dan wilayah di sepanjang Sungai Amnok, seperti Pyongan Utara, Chagang, dan Ryanggang. Akibatnya, sebanyak 4 ribu warga tewas dan 15.000 lainnya mengungsi. (cnnindonesia.com, 6-9-2024)

Kim Jong Un memerintahkan pihak berwenang untuk memberikan “hukuman keras” pada para pejabat di wilayah yang terkena dampak banjir. Eksekusi mati pun tak terelakkan. Kim memvonis 30 pejabat itu dengan hukuman tembak mati, termasuk Kang Pong Hun, seorang kader dari partai yang diketuai Kim sendiri. Sebelum ditembak mati, Kang Pong Hun dipecat terlebih dahulu bersama para pejabat yang lain.

Kim menegaskan bahwa eksekusi mati adalah hukuman yang paling tepat atas abainya para pejabat dalam melakukan mitigasi bencana dan sebagai wujud tanggung jawab para pejabat atas tewasnya ribuan nyawa warga dalam bencana banjir itu. Setelah itu, Presiden Kim pun memimpin upaya untuk memberikan bantuan kepada para korban banjir. Ia tampak mengawasi upaya penyelamatan setelah bencana. (dunia.tempo.co, 6-9-2024)

Akan tetapi, nuansa politis begitu terendus saat para warga Pyongan Utara justru dipaksa untuk menonton video propaganda yang menampilkan aksi heroik Kim Jong Un, padahal Radio Free Asia memberitakan bahwa tentara-tentara yang dimobilisasi untuk membangun kembali kota yang terkena dampak banjir justru menjarah makanan dan persediaan lain milik warga karena tak dibiayai oleh pemerintah. Kim tampaknya tetap ingin membangun citranya sebagai pemimpin yang peduli dengan rakyat.

Sejarah Eksekusi Mati di Korea Utara

Eksekusi mati merupakan hukuman yang legal di Korea Utara dan hampir terjadi tiap tahunnya. Pelaksanaannya bisa di tempat tertutup dan di tempat terbuka seperti di bantaran sungai, halaman sekolah, pasar, stadion olahraga, hingga lereng gunung. Pelaksanaan hukuman yang dilakukan di tempat terbuka akan disaksikan langsung oleh para warga. Eksekusi mati biasanya dilaksanakan di Hamgyong Utara, di mana terdapat banyak titik-titik yang dijadikan kuburan massal bagi para terdakwa. Akan tetapi, tetap tak menutup kemungkinan hukuman mati dilaksanakan di wilayah lain.

Eksekusi mati ini dijatuhkan kepada warga yang melakukan pelanggaran, seperti pencurian besar-besaran, pembunuhan, pemerkosaan, penyelundupan narkoba, spionase, pengkhianatan, perbedaan pandangan politik, pembelotan, pembajakan, konsumsi media yang dilarang pemerintah setempat, dan menyebarkan ide ataupun kepercayaan yang bertentangan dengan ideologi Juche yang diterapkan di Korea Utara. Namun, pemerintahan Kim Jong Un sering menetapkan vonis mati di luar pelanggaran-pelanggaran di atas.

Sejak kepemimpinan Kim dari tahun 2011, ia telah menghukum mati 340 orang, 140 orang di antaranya adalah petinggi senior pemerintahan. Korea Utara sendiri sejak tahun 1950 sampai 2009 tercatat telah melakukan 1.193 eksekusi mati. Menurut sumber yang enggan disebutkan namanya, hukuman mati biasanya dilakukan saat ada peraturan baru yang akan dilegalkan. Hukuman mati dianggap sebagai jurus jitu untuk menciptakan atmosfer ketakutan bagi warga. Akibatnya, tidak ada warga yang berani membelot dari pemerintah.

Berbagai Jenis Eksekusi Mati

Kim Jong Un terhitung sering menjatuhkan vonis mati bagi warganya yang terkadang hanya melakukan kesalahan kecil. Jenis hukuman matinya pun beragam. Tahun 2023 silam, Kim menjatuhkan hukuman tembak mati kepada salah seorang anggota inteligen negaranya sendiri yang berani mencari dan mengorek informasi tentang Kim Jong Un di Google.

Tahun 2016, Kim juga pernah menjatuhkan hukuman mati pada seorang pejabat dari Kementerian Pendidikan karena tertidur saat menghadiri rapat yang dipimpinnya. Kemudian Kim juga menjatuhkan hukuman pada salah seorang Menteri Pertanian saat menteri tersebut mengusulkan proposal. Akan tetapi, proposal itu justru dianggap Kim sebagai pembangkangan terhadap pemerintahannya.

Bahkan Kim pernah mengeksekusi mati pamannya sendiri Jang Shong Thaek yang dinilai menentang pemerintahan. Hukuman mati yang diberikan pun cukup sadis dan brutal, tubuh Jang di lempar ke kawanan anjing kelaparan dan dibiarkan menjadi santapan para binatang itu. Cucu dan kerabat dekat Jang yang lain juga dibunuh, kecuali istrinya yang dibiarkan tetap hidup. Istri Jang pun harus rela melepaskan jabatannya di pemerintahan.

Selain itu, Kim juga pernah mengeksekusi mati remaja di negaranya karena menyebarkan film Korea Selatan dan musik K-Pop. Beberapa sumber mengatakan pemerintah Korea Utara memang sering meletakkan para mata-mata di beberapa tempat untuk mengetahui gerak-gerik warganya. Beberapa hukuman mati yang pernah dilakukan Kim dan sangat keji di antaranya ialah melempar terdakwa ke tangki berisi ikan piranha, menggantung dan membakar terdakwa dengan penyembur api, menghukum dengan rudal antipesawat, serta dipukul hingga mati oleh pihak kepolisian.

Hukum Barbar Korea Utara

Hukuman mati yang terjadi di Korea Utara sangat sarat dengan kepentingan politis pihak yang berkuasa. Penguasa sengaja menciptakan atmosfer mencengkam bagi para warga agar mereka tidak membangkang atas segala hal yang ditetapkan pemerintah. Negara pun menjadi tangan besi yang siap menghukum mati orang-orang yang berseberangan dengan kebijakannya.

Meskipun terhitung hukuman yang legal, tetapi pelaksanaan hukuman ini sering terkesan tidak manusiawi, bahkan terhitung keji. Hukuman mati di Korea Utara ini bahkan menarik perhatian dunia internasional karena dianggap sewenang-wenang dan melanggar HAM, terutama hak untuk hidup. Terlebih lagi, para terdakwa vonis mati tidaklah melakukan kejahatan kemanusiaan yang fatal. Namun, Kim tampaknya menutup mata dan telinga dari kritik internasional, vonis mati tetap menjadi hukuman yang dianggap tuntas dan pantas di Korea Utara.

Eksekusi Mati dalam Pandangan Islam

Dalam Islam, eksekusi dengan menetapkan hukuman mati terhadap seorang terdakwa tidaklah dapat diputuskan sesuka hati oleh penguasa. Hukuman ini memang ada dalam Islam, tetapi penting untuk diingat bahwa keberadaannya justru untuk menjamin keberlangsungan hidup umat manusia, bukan untuk membinasakan kehidupan manusia.

Dalam Islam, jenis-jenis sanksi terdiri dari hudud, jinayah, takzir, dan mukhalafat. Dalam perkara hudud, hukuman mati bisa diberikan kepada para pelaku zina yang berstatus menikah. Jenis hukumannya adalah rajam hingga mati. Dalam perkara hudud, hanya Allah yang berhak menetapkan sanksinya dan tidak berlaku pemaafan, baik dari hakim maupun terdakwa.

Baca: menyoal-eksekusi-mati-menggunakan-gas-nitrogen/

Adapun dalam perkara jinayah, hanya Allah juga yang berhak menetapkan sanksi, tetapi masih berlaku pemaafan. Contohnya pembunuhan, Allah telah menetapkan syariat kisas yakni membunuh pelaku pembunuhan. Ada hikmah yang cukup besar dari penetapan hukuman mati bagi pelaku pembunuhan yaitu penjagaan atas jiwa-jiwa manusia. Dengan mengetahui hukuman ini, tentunya para pelaku kejahatan akan berpikir ulang untuk menghilangkan nyawa seseorang.

Dalam hukum kisas ini masih berlaku pemaafan. Jika pihak keluarga korban memaafkan tindakan pelaku, pelaku tidak akan dikisas. Akan tetapi, pelaku tetap akan dikenai diat.

Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 179:

وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Artinya: “Dan dalam hukum kisas itu ada jaminan kelangsungan hidup bagimu, hai orang-orang berakal, supaya kamu bertakwa.”

Adapun perkara takzir dan mukhalafat, khalifah satu-satunya pihak yang berhak menentukan hukuman bagi para pelaku tindak kejahatan. Sanksinya bisa beragam bergantung kepada jenis tindakan kejahatan pelaku. Bisa jadi akan ada kemungkinan sanksi mati yang ditetapkan khalifah, tetapi jenis kejahatan si pelaku pasti sudah sangat merugikan dan mengancam banyak orang.

Khatimah

Pelaksanaan eksekusi mati tanpa penerapan Islam hanya akan berbuah kezaliman dan kesewenang-wenangan pihak penguasa, sedangkan penetapan vonis mati dalam sistem Islam justru akan menjaga hak dan keberlangsungan hidup umat manusia.

Perlu diingat bahwa pelaksanaan sistem sanksi Islam hanya akan berjalan optimal di bawah panji Khilafah Islamiah. Khilafah Islam akan menerapkan syariat Islam di seluruh lini kehidupan sehingga keberkahan dari langit dan bumi akan tercurah kepada seluruh manusia.

Wallahualam bissawab.[]

Maulid Nabi: Wujudkan Kepemimpinan Islam

Sekularisme kapitalisme memandulkan makna maulid sebatas perayaan kelahiran Nabi saw., tanpa pesan politik kepemimpinan.

Oleh. Rivanti Muslimawaty
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Saat ini di berbagai tempat, umat Islam larut dalam agenda perayaan kelahiran Nabi Muhammad saw. Berbagai perayaan diisi dengan tasyakuran maupun selawat sebagai wujud rasa syukur dan gembira atas kelahiran Nabi saw. Sangat wajar bila umat Islam bergembira menyambut peringatan hari kelahiran Rasulullah saw. Bahkan Abu Lahab pun diringankan siksanya tiap hari Senin karena gembira atas kelahiran Nabi saw.

Maulid Nabi, Tak Cukup Berselawat

Namun, kebahagiaan ini tentu tidak cukup hanya ditampilkan dengan membacakan selawat maupun mengadakan berbagai acara perayaan. Bahagia atas kelahiran Nabi saw. seharusnya dibarengi dengan bahagia atas datangnya risalah Islam. Nabi diutus membawa risalah Islam kaffah yang merupakan sistem kehidupan untuk mengatur manusia di dunia dan akhirat. Nabi juga diutus agar semuamakhluk mendapatkan haknya sehingga merasakan kebaikan Islam.

Selain itu, Nabi Muhammad saw. juga diutus untuk menyampaikan Islam yang akan menjadi rahmat bagi semesta alam ini, sebagaimana tertuang dalam firman Allah Swt.: "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS. Al-Anbiya [21]: 107)

Namun, fakta saat ini menunjukkan betapa risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw. tidak diterapkan oleh umat Islam, malah dicampakkan. Umat ​​Islam justru menerapkan sistem kufur buatan manusia, yaitu sekularisme demokrasi. Padahal sekularisme demokrasi terbukti telah menghancurkan tatanan kehidupan, keluarga, perempuan, dan generasi yang semakin menunjukkan rusaknya demokrasi.

Sekularisme Diemban, Tatanan Kehidupan Rusak

Berbagai tatanan kehidupan makin kacau karena kacaunya aturan sekularisme demokrasi yang diterapkan. Di antaranya, bangunan keluarga tidak utuh lagi. Hubungan orang tua dan anak menjadi berantakan lantaran sekularisme demokrasi menguasai kehidupan ini. Kaum perempuan kehilangan jati dirinya karena harus turut berjibaku dalam urusan ekonomi keluarga, sementara urusan domestik pun tidak lepas dari tanggung jawabnya.

Selain itu, generasi yang terbangun tampaknya sulit menjadi generasi tangguh yang diharapkan dapat melanjutkan estafet perjuangan kelak karena minimnya upaya yang dilakukan oleh para pemangku kebijakan dalam mewujudkan harapan ini.

Sekularisme sendiri adalah paham yang memisahkan agama (Islam) dari kehidupan. Sekularisme meniscayakan aturan Islam hanya berlaku pada ranah individu, khususnya ibadah mahda saja. Sebaliknya, aturan-aturan agama harus dijauhkan dari ranah sosial, politik, pemerintahan, hukum, ekonomi, dan lain-lain. Pasalnya, aturan yang diterapkan adalah karya cipta akal manusia semata yang tidak dibimbing oleh wahyu Ilahi.

Baca: wujudkan-cinta-nabi-tegakkan-syariah-di-momen-peringatan-maulid-nabi-1442-h/

Sekularisme kapitalisme adalah penyebab rusaknya tatanan kehidupan karena sangat bertentangan dengan Islam dari sisi sumber kemunculannya, akidah yang melahirkannya, atau asas yang mendasarinya juga berbagai ide dan peraturan yang dibawanya. Kapitalisme lahir dari akidah pemisahan agama dari kehidupan yang menjadi asas ideologi kapitalisme. Kapitalisme adalah produk akal manusia, tidak ada hubungannya sama sekali dengan wahyu maupun agama apa pun. Sedangkan Islam adalah agama yang berasal dari Allah taala.

Di samping itu, sekularisme kapitalisme memandulkan makna maulid sebatas perayaan kelahiran Nabi saw., tanpa pesan politik kepemimpinan. Umat merasa cukup dengan melantunkan selawat atau mengenang kembali kelahiran Nabi Muhammad saw., tanpa mempelajari lebih dalam lagi bagaimana usaha beliau memperjuangkan Islam kaffah sejak di Makkah maupun penerapannya di Madinah. Tidak ada bedanya dengan memperingati kelahiran manusia biasa lainnya.

Kegembiraan Hakiki terhadap Maulid Nabi

Kegembiraan umat Islam atas kelahiran nabi, namun mencampakkan risalah yang diwariskannya, bukanlah cinta yang sesungguhnya. Wujud cinta kepada Nabi saw. seharusnya dengan adanya ittiba' (kepengikutan) kepada Nabi saw., yaitu dengan menerapkan Islam kaffah melalui penegakan khilafah.

Allah SWT. telah berfirman di dalam Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 31 :

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya: “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Hal ini karena Allah Swt. telah menjadikan Nabi saw. sebagai satu-satunya manusia yang patut dijadikan contoh oleh seluruh manusia, baik muslim maupun kafir.

Oleh karena itu, mari kita jadikan momen maulid sebagai momen mewujudkan kembali kepemimpinan Islam warisan Nabi saw., yaitu Khilafah Islamiah dan tinggalkan demokrasi yang telah terbukti membuat penderitaan berkepanjangan kepada manusia, hewan, tumbuhan serta seluruh makhluk.
Wallahualam bissawab.[]

Gadai SK, Tradisi Miris Abdi Negara

Merebaknya aktivitas gadai SK demi mendapatkan utang dari bank merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme di negeri ini.

Oleh. Sartinah
(Tim Redaksi NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-Gadai SK seolah menjadi tradisi yang sudah mengakar di sebagian masyarakat, termasuk abdi negara. Aktivitas tersebut bahkan telah menjamur di berbagai sudut negeri ini. Menggadaikan SK seolah menjadi jalan pintas mendapatkan dana besar dalam waktu instan. Tentu saja dengan berbagai tujuan di dalamnya, seperti membangun rumah, membeli kendaraan, bisnis, dll.

Sebagian masyarakat seolah tak peduli meski harus memotong gaji selama belasan hingga puluhan tahun, selama bisa memenuhi semua keinginannya. Lantas, mengapa fenomena gadai SK marak terjadi dan bagaimana pula pandangan Islam terkait hal ini?

Ramai-Ramai Gadai SK

Gadai SK di kalangan pejabat dan abdi negara lainnya bukanlah hal aneh, sebagaimana yang dilakukan oleh anggota DPRD Serang. Dikutip dari laman cnnindonesia.com (6-9-2024), sejumlah anggota DPRD Kota Serang yang baru saja dilantik berbondong-bondong menggadaikan surat keputusan (SK) pengangkatan mereka. SK tersebut digunakan sebagai jaminan pengajuan pinjaman ke bank.

Pengajuan pinjaman dengan gadai SK dilakukan lantaran sejumlah bank disebut menawarkan pinjaman kepada anggota DPRD Kota Serang dengan nilai bervariasi. Sekretaris DPRD Kota Serang Ahmad Nuri menyebut, pinjaman yang ditawarkan pihak bank mulai dari Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Ahmad juga mengatakan, ia tidak bisa melarang gadai SK sebagai jaminan pinjaman ke bank, lantaran hal itu merupakan hak bagi setiap anggota dewan.

Sementara itu, ketua sementara di DPRD Kota Serang Muji Rohman mengatakan, digadaikannya SK sejumlah anggota DPRD tersebut bertujuan untuk mengembalikan dana kampanye selama gelaran Pemilu 2024. Hal serupa juga dilakukan oleh wakil rakyat di Bali. Sebanyak 55 anggota DPRD Bali ramai-ramai menggadaikan SK pengangkatannya untuk mengajukan pinjaman ke bank. Menurut Sekretaris DPRD Bali I Gede Indra Dewa Putra, pinjaman tersebut bukan digunakan untuk membayar ongkos kampanye Pemilu 2024, melainkan untuk merenovasi rumah, bisnis, dll. (kumparan.com, 7-9-2024)

Penyebab Maraknya Gadai SK

Fenomena gadai SK tak hanya dilakukan oleh anggota DPRD, tetapi juga ditemukan pada pegawai negeri lainnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar pegawai negeri menjadikan bank sebagai solusi untuk mendapatkan pinjaman besar dalam waktu singkat. Mirisnya, utang di bank sering kali digunakan untuk membeli kebutuhan sekunder atau tersier, bukan kebutuhan primer. Misalnya, untuk membeli mobil, membangun rumah, dll. Fenomena ini pun sudah lama terjadi dan membudaya di tengah masyarakat.

Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat termasuk abdi negara terjebak pada utang bank hingga rela menggadaikan SK-nya. Pertama, gaya hidup elite, tetapi kemampuan ekonomi masih sulit. Di kalangan masyarakat, status anggota dewan atau ASN masih identik dengan golongan yang mapan.

Oleh karena itu, saat mereka memiliki rumah, ponsel, dan kendaraan yang biasa saja akan dianggap aneh oleh sebagian masyarakat. Pandangan tersebut membuat banyak abdi negara ingin terlihat berkelas meski ekonomi di bawah standar. Pada titik inilah, gadai SK di bank dianggap sebagai solusi untuk menutup pengeluaran yang terlalu tinggi.

Kedua, buruknya pengelolaan keuangan sebagian abdi negara. Mereka berasumsi bahwa kredit konsumsi merupakan hal yang biasa, bahkan sebagian lainnya menganggap sebagai pilihan utama. Mereka lupa bahwa kredit konsumsi pasti berbunga tinggi dan tidak bisa dijadikan sandaran untuk menambah pendapatan dalam jangka panjang.

Ketiga, maraknya promo yang diberikan pihak bank kepada pegawai yang baru dilantik. Promo tersebut terbilang sangat masif sehingga banyak pegawai yang akhirnya tergoda untuk mengambil pinjaman di bank. Perlu diketahui, bank memang menjadikan para pegawai sebagai salah satu pangsa pasarnya. Hal itu karena pegawai negeri memiliki penghasilan tetap dan potensi gagal bayar yang relatif kecil.

Gadai SK Lazim, Realitas Hidup di Era Kapitalisme

Faktor-faktor di atas makin lengkap karena dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang ikut mendorong para pegawai terjerumus ke dalam jeratan utang. Lingkungan kerja seperti ini bisa menyebabkan sebagian pegawai yang "antiutang" bank, jadi ikut meminjam uang di bank. Saking berakarnya budaya tersebut, mereka yang tidak meminjam uang bank bahkan dianggap aneh. Inilah realitas hidup di era sistem kapitalisme saat ini.

Salah satu budaya masyarakat yang mengakar di era kapitalisme adalah konsumerisme, yakni gaya hidup yang menganggap kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya diukur dari barang-barang mewah. Paradigma ini nyaris merata di sebagian besar masyarakat, termasuk ASN, anggota dewan, dan kader partai politik. Namun, tingginya budaya konsumtif yang menjangkiti sebagian masyarakat sering kali tidak dibarengi dengan kemampuan ekonomi yang memadai. Pada titik ini, utang menjadi pilihan tercepat untuk memenuhi segala keinginan.

Budaya konsumerisme tersebut telah menyebabkan banyak orang tidak lagi berpikir panjang dan cenderung melakukan segala yang diinginkan. Pada akhirnya mereka tidak lagi peka terhadap halal dan haram. Contohnya adalah aktivitas gadai SK demi mendapatkan pinjaman dari bank, padahal pinjaman yang mereka ambil tersebut mengandung riba. Aktivitas tersebut bahkan dianggap wajar, apalagi aturan perundang-undangan saat ini memang tidak melarangnya.

Pandangan Islam

Merebaknya aktivitas gadai SK demi mendapatkan utang dari bank merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Di bawah naungan kapitalisme, masyarakat termasuk abdi negara mengalami krisis keimanan sehingga utang yang mengandung riba pun dianggap tidak masalah. Paradigma ini jelas bertentangan dengan Islam.

Islam memandang bahwa mengambil pinjaman di bank dengan menggadaikan SK adalah riba, sedangkan riba telah jelas keharamannya menurut syariat Islam. Haramnya riba bukan terletak pada banyak atau sedikitnya jumlah uang yang dipinjam, tetapi pada akad-akad batil di dalamnya. Artinya, meski hanya meminjam sedikit, tetaplah haram.

Terkait hal ini, Jabir r.a. pernah berkata, sebagaimana tertuang dalam hadis riwayat Muslim:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.

Artinya: "Rasulullah saw. melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris), dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba." Kata beliau, "Semuanya sama dalam dosa."

Sudah menjadi keniscayaan bahwa Islam mampu memberi solusi terhadap seluruh permasalahan manusia. Sebut saja terkait ketergantungan sebagian masyarakat terhadap utang bank yang mengandung riba. Banyak orang dengan terpaksa maupun sukarela meminjam uang di bank dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan ataupun dalam rangka mengembangkan bisnis. Terkait hal ini, Islam tentu memiliki solusinya.

Baca: bank-bangkrut-dan-solusi-islam/

Jika persoalannya terkait pinjaman untuk kebutuhan hidup, negara telah menjamin kebutuhan hidup setiap individu masyarakat, baik sandang, pangan, dan papan. Sementara itu, terkait pinjaman untuk suatu usaha, Islam telah menganjurkan peminjaman utang tanpa unsur riba. Seorang muslim yang terdidik dengan akidah Islam tentu tidak akan mengambil jalan yang haram hanya untuk memenuhi kebutuhan. Jika hal ini diterapkan, masyarakat tidak akan bergantung dengan pinjaman yang mengandung riba.

Abdi Negara dalam Khilafah

Di sisi lain, sistem Islam dalam bingkai Khilafah benar-benar memberikan kesejahteraan bagi abdi negara dengan gaji dan tunjangan yang layak. Dengan begitu, mereka tidak akan berutang yang mengandung riba, apalagi hanya untuk memenuhi tuntutan gaya hidup. Keimanan yang dimiliki abdi negara Khilafah juga menjadikan mereka benar-benar bekerja sepenuh hati karena dorongan ibadah kepada Allah Swt. semata.

Kesejahteraan para pegawai negara pernah terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau menggaji para pegawai negara dengan jumlah fantastis, yakni sebesar 300 dinar. Saat Khalifah Umar ditanya tentang pemberian gaji tersebut, beliau mengatakan ingin membuat para pegawainya kaya sehingga mereka terhindar dari pengkhianatan. Selain itu, negara juga akan memberi pemahaman tentang gaya hidup yang berkah, bukan bermewah-mewah sebagaimana banyak terjadi saat ini.

Khatimah

Gadai SK untuk menarik pinjaman di lembaga keuangan yang mengandung riba sulit diputus selama sistem kapitalisme masih diemban. Selain itu, segala bentuk muamalah dengan lembaga keuangan yang mempraktikkan riba di dalamnya adalah haram meskipun terdapat sedikit kemaslahatan di dalamnya. Lingkaran setan utang riba ini hanya bisa diputus dengan memberikan pemahaman yang tuntas terhadap masyarakat dengan penerapan syariat Islam secara kaffah.
Wallahualam bissawab.[]

Gurita Aborsi, Islam Hadir sebagai Solusi

Gurita aborsi di Indonesia merupakan dampak dari penerapan sistem sekularisme kapitalisme yang telah merusak norma-norma dan tata pergaulan.

Oleh. Sabrina Az-Zahra
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- Gurita aborsi menyeruak di berbagai sudut negeri. Belakangan telah kita saksikan peningkatan yang mencolok dan terbawa dalam kejadian aborsi di masyarakat kita. Penting untuk mengingatkan bahwa setiap kehidupan memiliki nilai yang tak ternilai harganya, terutama ketika berhubungan dengan kehidupan yang sedang tumbuh dan belum memiliki kesempatan untuk mengenal dunia. Berita tentang praktik aborsi ilegal yang terungkap di beberapa wilayah di Indonesia tidak hanya mengejutkan, tetapi juga menimbulkan perasaan sedih dan khawatir akan kondisi moral dan sosial masyarakat kita.

Gurita aborsi makin membuat miris. Bersumber dari kompas.com, terdapat kasus aborsi ilegal yang terjadi pada pasangan kekasih di Pegadungan, Kalideres, berinisial DKZ (23) dan RR (28) yang ditangkap polisi karena melakukan aborsi. DKZ diketahui telah mengandung delapan bulan. "Tersangka DKZ sudah hamil sejak bulan Januari. Akhirnya sepakat dengan pacarnya untuk gugurkan kandungan," ujar Kapolsek Kalideres Kompol Abdul Jana saat diwawancarai pada Jumat (30-8-2024).

Ada pula tayangan baru-baru ini terkait kasus anak dari seorang tokoh terkenal di Indonesia, Nikita Mirzani, yang pernah mengakui bahwa dia tahu tentang aborsi yang dilakukan oleh remaja, Lolly. Melalui live di media sosialnya, Nikita Mirzani mengatakan bahwa terdapat hal yang salah pada Lolly, meskipun kini berubah tampil menjadi berhijab. Ia mengonfirmasi bahwa benar adanya jika Lolly melakukan aborsi.

"Padahal kalian tidak tahu, di balik hijabnya itu ada masalah yang dia sembunyikan begitu besar sampai akhirnya itu anak kliyengan sendiri dan akhirnya memutuskan untuk mengaborsi," ucap Nikita Mirzani, bersumber dari tayangan @lambe_danu pada Jumat (30/8/2024). Hal ini menunjukkan bahwa media massa dapat mempengaruhi perilaku masyarakat dengan cara menyebarkan informasi yang tidak sepenuhnya akurat atau lengkap. ( tvonenews.com )

Penyebab Gurita Aborsi

Kasus-kasus aborsi yang terjadi di Indonesia menunjukkan betapa seriusnya masalah ini. Misalnya, berita mengenai pasangan kekasih di Kalideres yang melakukan aborsi terhadap kandungan yang bermula dari hubungan terlarang atau pasangan kekasih di Jakarta Barat yang mengakhiri kehamilan janin berusia delapan bulan, menjadi contoh nyata dari fenomena ini. Data menunjukkan bahwa jumlah aborsi ilegal terus meningkat, dengan banyaknya remaja yang terlibat dalam hubungan seksual di luar nikah.

Statistik menunjukkan bahwa aborsi di kalangan remaja meningkat secara signifikan karena banyak yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang kesehatan reproduksi. Hal ini menunjukkan adanya kegagalan dalam sistem pendidikan yang seharusnya memberikan pemahaman yang benar tentang nilai-nilai moral dan etika.

Gurita Aborsi, Dampak Pergaulan Bebas

Pergaulan bebas merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya aborsi. Dalam masyarakat yang mengedepankan kebebasan tanpa batas, remaja sering kali terjebak dalam hubungan yang tidak sehat. Pengaruh lingkungan, teman sebaya, dan media sosial berkontribusi besar terhadap perilaku ini. Banyak remaja yang merasa tertekan untuk mengikuti tren pergaulan yang tidak sehat, yang pada akhirnya dapat mengarah pada tindakan aborsi.

Faktor-faktor yang menyebabkan pergaulan bebas, antara lain rusaknya tata pergaulan, di mana norma-norma sosial yang mengatur interaksi antarindividu mulai memudar. Selain itu, kurangnya pendidikan yang berbasis akhlak juga menjadi penyebab utama. Ketika pendidikan tidak mampu mencetak generasi yang berakhlak mulia, perilaku menyimpang seperti pergaulan bebas dan aborsi akan semakin marak.

Kegagalan Sistem Pendidikan Mencegah Gurita Aborsi

Sistem pendidikan di Indonesia saat ini mengalami banyak kendala. Banyak sekolah yang lebih fokus pada aspek akademis tanpa memberikan perhatian yang cukup terhadap karakter pendidikan. Hal ini menyebabkan generasi muda tidak memiliki pemahaman yang kuat tentang nilai-nilai moral dan etika. Pendidikan yang tidak mencetak generasi berakhlak mulia akan berkontribusi pada meningkatnya kasus aborsi.

Peran pendidikan sangat penting dalam mencegah aborsi. Dengan memberikan pemahaman yang benar tentang kesehatan reproduksi, hubungan yang sehat, dan nilai-nilai agama, diharapkan generasi muda dapat terhindar dari pergaulan bebas dan tindakan aborsi. Oleh karena itu, reformasi dalam sistem pendidikan sangat diperlukan untuk menciptakan generasi yang lebih baik.

Kebijakan Negara dan Sanksi

Kebijakan negara yang ada saat ini sering kali memfasilitasi pergaulan bebas. Kurangnya regulasi yang ketat terhadap perilaku menyimpang membuat banyak individu merasa bebas untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai dan norma yang ada. Selain itu, sistem sanksi yang tidak menjerakan juga menjadi masalah. Banyak pelanggaran yang tidak mendapatkan hukuman setimpal sehingga individu merasa tidak ada konsekuensi dari tindakan mereka.

Penting bagi negara untuk menerapkan kebijakan yang lebih ketat dalam mengatur perilaku masyarakat. Sanksi yang tegas terhadap tindakan aborsi dan pergaulan bebas harus diterapkan untuk memberikan efek jera. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat lebih menghargai nilai-nilai moral dan etika.

Pengaruh Media

Media memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku masyarakat. Tayangan media yang menjerumuskan sering kali menjadi contoh buruk bagi generasi muda. Banyak program televisi dan konten media sosial yang menggambarkan pergaulan bebas sebagai hal yang biasa dan dapat diterima. Hal ini dapat mempengaruhi pola pikir remaja dan mendorong mereka untuk terlibat dalam perilaku yang tidak sehat.

Oleh karena itu, penting bagi media untuk bertanggung jawab dalam menyajikan konten yang mendidik dan positif. Media harus ikut serta menyebarkan informasi yang baik dan mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai moral dan etika. Maraknya kasus aborsi di masyarakat Indonesia menjadi sorotan yang tidak bisa diabaikan.

Dalam beberapa tahun terakhir, berita mengenai aborsi, terutama yang melibatkan pasangan muda, semakin sering muncul di media. Kasus-kasus ini tidak hanya mencerminkan tindakan individu, tetapi juga menunjukkan adanya masalah yang lebih besar dalam struktur sosial dan moral masyarakat. Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap fenomena ini adalah penerapan sistem sekularisme kapitalisme yang telah merusak norma-norma dan tata pergaulan yang ada.

Sekularisme kapitalisme yang mengutamakan kebebasan individu dan materialisme, telah menciptakan lingkungan yang memungkinkan pergaulan bebas berkembang tanpa batasan moral. Dalam konteks ini, aborsi menjadi salah satu solusi yang dipilih oleh pasangan yang terjebak dalam hubungan yang tidak sesuai dengan norma-norma agama dan budaya. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis hubungan antara sekularisme kapitalisme dan maraknya aborsi di Indonesia.

Perspektif dan Solusi Islam sebagai Alternatif

Gurita aborsi bisa dicegah dengan sistem Islam. Islam mengharamkan pergaulan bebas/zina dan aborsi. Negara akan menutup semua celah melalui berbagai aspek, di antaranya penerapan sistem pergaulan Islam, menerapkan kurikulum yang berbasis akidah Islam, memberikan sanksi yang menjerakan, juga menata media agar menginformasikan kebaikan dan ketakwaan.

Islam juga memiliki tiga pilar yang akan menjaga umat tetap dalam kebaikan dan ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, yakni iman, Islam, dan ihsan. Dengan menerapkan sistem pergaulan Islam, menerapkan kurikulum yang berbasis akidah Islam, memberikan sanksi yang menjerakan, dan menata media agar menginformasikan kebaikan dan ketakwaan, kita dapat mengurangi angka aborsi dan menciptakan masyarakat yang lebih berakhlak mulia.

Baca: legalisasi-aborsi-kemaksiatan-makin-beraksi/

Dalam perspektif Islam, tindakan aborsi adalah haram dan dapat dihindari dengan mengikuti nilai-nilai Islam. Al-Qur'an menyatakan:

وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كبيرا

Artinya: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena ketakutan kamu kepada miskinnya, dan janganlah kamu membunuh mereka karena kamu ingin berharta, karena Kami akan memberi makan mereka dan kamu juga. Dan benarlah bahwa membunuh mereka adalah suatu kejahatan yang besar." ( QS. Al-Isra : 31 )

Dengan demikian, maraknya aborsi di Indonesia dapat dilihat dari berbagai aspek, termasuk praktik ilegal, angka yang tinggi, penyebab utama, dan dampaknya pada masyarakat, yang semuanya terkait dengan penerapan sistem sekularisme kapitalisme.

Untuk mengatasi fenomena ini, kita perlu kembali kepada nilai-nilai moral dan etika yang ditegakkan oleh Islam. Dengan demikian, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih baik dan berakhlak mulia.

Solusi Tuntas Melawan Gurita Aborsi

Untuk mengatasi kasus aborsi akibat sistem sekularisme kapitalisme, beberapa solusi dan rekomendasi dapat diterapkan:

Pertama , penerapan sistem pergaulan Islam. Negara harus menerapkan sistem pergaulan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, di mana hubungan antara pria dan wanita diatur dengan baik.

Kedua , kurikulum berbasis akidah Islam. Pendidikan harus mencakup kurikulum yang berbasis akidah Islam sehingga generasi muda memiliki pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai moral dan etika.

Ketiga , sanksi yang menjerakan. Penerapan sanksi yang tegas terhadap tindakan aborsi dan pergaulan bebas harus dilakukan untuk memberikan efek jera.

Keempat , pengaturan media. Media harus diatur agar menyajikan konten yang mendidik dan positif, serta menghindari tayangan yang menjerumuskan.

Kesimpulan

Maraknya aborsi di Indonesia merupakan dampak dari penerapan sistem sekularisme kapitalisme yang telah merusak norma-norma dan tata pergaulan. Dengan menganalisis berbagai faktor yang berkontribusi terhadap fenomena ini, kita dapat melihat penerapan nilai-nilai keislaman dalam seluruh kehidupan.

Melalui pendidikan berbasis akidah, kebijakan yang tegas, dan pengaturan media, diharapkan masyarakat dapat terhindar dari perilaku menyimpang dan kembali ke nilai-nilai moral yang benar. Semua solusi tersebut akan berjalan dengan efektif dalam membingkai negara Khilafah yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya akan ada kembali di muka bumi.
Wallahualam bissawab.[]

Legalisasi Aborsi bak Buah Simalakama

Legalisasi aborsi bukanlah solusi hakiki menyelesaikan persoalan korban pemerkosaan, justru regulasi ini membuka celah problem lainnya.

Oleh. Ikhtiyatoh, S.Sos.
(Kontributor NarasiPost.com)

NarasiPost.Com-Pengakuan Nikita Mirzani bahwa anaknya, Lolly, hamil di luar nikah hingga aborsi membuat warganet gaduh. Lagi, heboh berita sejoli berinisial DKZ dan RR di Kalideres melakukan aborsi bayi berusia delapan bulan. Maraknya kasus aborsi di tanah air menunjukkan bahwa moralitas negeri ini makin hari makin mengkhawatirkan. Legalisasi aborsi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 dikhawatirkan makin memperparah kondisi.

Legalisasi Aborsi, Regulasi yang Tak Pasti

Kebolehan atau legalisasi aborsi dalam PP No. 28/2024 memang memiliki sejumlah syarat dan ketentuan. Pasal 116 menyebutkan, “Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana”. Artinya, tidak semua kehamilan boleh diaborsi.

Aborsi atas indikasi kedaruratan medis bisa dilakukan jika demi menyelamatkan nyawa si ibu. Akan tetapi, aborsi terhadap korban ‘tindak pidana perkosaan’ atau ‘tindak pidana kekerasan seksual lain’ perlu dikaji lebih lanjut. Jika tidak, kedua ketentuan tersebut bisa ditafsirkan secara liar. Hal lain yang perlu dikaji adalah terkait batas usia kehamilan yang boleh diaborsi.

PP No. 28/2024 tersebut tidak menyebutkan batas usia kehamilan yang boleh diaborsi secara pasti. Pada Pasal 1154, disebutkan, pengaturan mengenai pelaksanaan tindakan aborsi yang diperbolehkan termasuk usia kehamilan untuk melakukan tindakan aborsi dilaksanakan berdasarkan Pasal 31 PP Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi sampai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Menilik PP No. 61/2014, Pasal 31 ayat (2) menyebutkan tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir. Sementara ketentuan aborsi menurut UU No. 1/2023 Pasal 463 ayat (2), dibolehkan untuk korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang mana usia kehamilannya tidak melebihi 14 minggu (98 hari).

Legalisasi Aborsi, Ibarat Makan Buah Simalakama

Bisa dilihat bahwa PP Kesehatan Reproduksi maupun KUHP berbeda persepsi terkait batas usia kehamilan yang boleh diaborsi. Aturan yang tidak pasti seperti ini berpotensi untuk diabaikan. Akhirnya, masyarakat hanya terfokus pada ‘legalisasi aborsi akibat tindak perkosaan atau tindak kekerasan seksual lain’ tanpa memperhatikan usia kehamilan. Apatah lagi, ada ketentuan pasal lain yang justru akan menambah usia kehamilan saat dilakukan aborsi.

Penjelasan di dalam pasal 118 bahwa kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain, harus dibuktikan dengan a. surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan; dan b. keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.

Surat keterangan dokter masih bisa didapati segera. Akan tetapi, butuh waktu cukup lama untuk mendapatkan surat keterangan penyidik. Ibarat makan buah simalakama. PP tersebut membuat keadaan jadi serba salah. Praktik aborsi bisa makin menggila jika dilakukan tanpa bukti keterangan penyidik. Di sisi lain, pihak kepolisian harus bekerja ekstra dalam melakukan penyidikan kasus perkosaan ataupun kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan. Hal ini dilakukan agar bisa menerbitkan keterangan penyidik sesegera mungkin.

Perlu dipahami juga bahwa siklus menstruasi/haid setiap wanita berbeda. Wanita yang haidnya tidak teratur kerap abai untuk memeriksa kehamilan. Tak sedikit wanita yang sadar akan kehamilannya saat usia kandungan lebih dari dua sampai tiga bulan. Dalam kondisi waspada pun, pemeriksaan kehamilan kerap dilakukan seminggu setelah terlambat haid. Artinya, kehamilan baru diketahui setelah usia lebih dari 40 hari atau bahkan 14 minggu.

Tampaknya aturan terkait legalisasi aborsi lebih mementingkan psikologi korban -- wanita yang hamil -- tanpa memedulikan sisi kehidupan janin. Memang, kehamilan akibat perkosaan ataupun kekerasan seksual lain bisa menimbulkan tekanan psikologi bagi korban. Akan tetapi, aborsi bukanlah satu-satunya solusi. Apalagi, dampak aborsi tak main-main, mulai dari pendarahan, infeksi, kerusakan saluran rahim/vagina, plasenta previa hingga kanker serviks.

Berangkat dari sini, pembuatan ketentuan aborsi harus dilakukan oleh tenaga medis. Pasal 119 ayat (1) menyebutkan, pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat lanjut yang memenuhi Sumber Daya Kesehatan sesuai standar yang ditetapkan oleh menteri. Ayat (2) menyebutkan, pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan oleh Tenaga Medis dan dibantu oleh Tenaga Kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.

Lagi-lagi, ibarat makan buah simalakama. Jika tenaga medis lepas tangan, korban kekerasan seksual akan melakukan proses aborsi secara mandiri atau ilegal. Jika tenaga medis turun tangan, akan bertentangan dengan hati nurani. Apalagi, jika janin dalam kandungan merupakan janin yang sehat dan sudah berbentuk. Jangankan usia kandungan 14 minggu, usia kandungan 12 minggu saja janin sudah dalam kondisi hampir sempurna.

Janin usia 12 minggu biasanya memiliki berat sekitar 18gram dan panjang sekitar 6—6,5 cm. Ukurannya mungil, tetapi tangan, kaki, jari, kuku hingga pita suara sudah terbentuk. Tulang kerangka, tengkorak, tulang panjang mulai mengeras. Organ hati, sistem pencernaan, sumsum tulang sudah bekerja. Janin sudah bisa membuka, menutup, dan mengepalkan tangan. Sejak usia 40 hari, janin terus tumbuh, berkembang, dan menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

Dari sini jelas bahwa aborsi terhadap kehamilan yang bukan indikasi kedaruratan medis akan meninggalkan beban psikologis bagi tenaga medis. Mungkin tujuan legalisasi aborsi adalah demi menjaga kesehatan mental korban dan untuk menghilangkan trauma akibat kekerasan seksual. Akan tetapi, aborsi juga bukan solusi jangka panjang bagi korban. Wanita yang melakukan aborsi kerap depresi karena dihantui perasaan bersalah telah menghilangkan janin.

Problem lain dari PP No. 28/2024, wanita yang berstatus sebagai istri boleh melakukan aborsi tanpa persetujuan suami. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 122 ayat (1), pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan atas persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban tindak pidana perkosaan. Sementara ayat (2) menjelaskan, pengecualian persetujuan suami juga berlaku terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual lain.

Untuk memahami maksud dari frasa ‘kekerasan seksual lain’ perlu kiranya mengulik UU No. 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Pasal 8 huruf (a) menyebutkan, kekerasan seksual di antaranya meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Sementara Pasal 2 ayat (1) huruf a menyebutkan, lingkup rumah tangga meliputi suami, istri, dan anak.

Jadi, pemaksaan hubungan seksual suami kepada istrinya tidak diperbolehkan. Jika hubungan seksual atas pemaksaan tersebut menyebabkan kehamilan, sang istri boleh melakukan aborsi tanpa izin suaminya. Ngeri bukan? Padahal, ada hak dan kewajiban suami atas janin yang dikandung istrinya. Pengambilan keputusan seorang istri dalam perkara krusial seperti kondisi demikian bisa dianggap sebagai bentuk pembangkangan yang tidak dibolehkan dalam agama.

Islam Mampu Menyolusi

Maraknya kasus aborsi seharusnya menjadi bahan evaluasi pemerintah bahwa moralitas negeri ini makin parah. Maraknya kasus aborsi berbanding lurus dengan meluasnya seks bebas. Tak menutup kemungkinan, seorang wanita mengaku-ngaku hamil karena diperkosa hingga ingin melakukan aborsi. Padahal, kehamilan tersebut merupakan hasil hubungan suka sama suka. Akhirnya orang makin berani melakukan seks bebas karena kalaupun hamil bisa diaborsi.

Bisa disimpulkan bahwa legalisasi aborsi bukan solusi agar korban kekerasan seksual pulih dari trauma. Sebaliknya, legalisasi aborsi bisa dimanfaatkan oleh pezina atas kehamilan tak diinginkan. Jika legalisasi aborsi dilakukan demi memenuhi hak kesehatan reproduksi wanita, janin juga berhak melangsungkan kehidupan bukan? Miris. Di masa jahiliah, bayi perempuan yang lahir akan dibunuh. Di masa modern, bayi belum sempat menghirup udara sudah dibunuh.

Baca: legalisasi-aborsi-mampukah-menjadi-solusi/

Para fukaha bersepakat bahwa aborsi setelah ditiupkan roh, yaitu usia kandungan 120 hari haram dilakukan. Sementara aborsi untuk usia kandungan kurang dari 40 hari, yaitu masih berbentuk nutfah terdapat perbedaan pendapat. Pendapat yang kuat adalah kebolehan aborsi sebelum usia kandungan 40 hari. Sementara aborsi untuk usia kandungan lebih dari 40 hari haram dilakukan, kecuali ada alasan darurat medis. Darurat di sini adalah kondisi yang secara pasti mengancam nyawa si ibu, bukan karena sangkaan atau dugaan.

Allah Swt. pun telah berfirman dalam surah Al-Isra ayat 33, yang artinya: "Janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu alasan yang benar. Siapa yang dibunuh secara teraniaya, sungguh Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya …."

Hidup dalam sistem sekuler makin banyak orang yang fasih membicarakan hak asasi manusia. Tak terkecuali mereka yang mengaku muslim. Sampai-sampai mereka lupa, tubuh mereka bukan milik mereka sepenuhnya. Mereka lupa, tubuh mereka hakikatnya milik Allah Swt. Jadi, Allah-lah yang memiliki hak dan kuasa atas diri manusia. Sudah seharusnya manusia menjalani hidup sesuai aturan Allah, termasuk terkait kesehatan reproduksinya.

Hal yang dibutuhkan korban pemerkosaan sebenarnya adalah pendampingan, pembinaan mental, dan spiritual untuk melepaskan diri dari trauma. Pemberian sanksi hukum yang tegas bagi pelaku merupakan hal penting agar menimbulkan efek jera. Lebih dari itu, konten porno atau apa pun yang bisa merangsang libido dan bertebaran di dunia maya harus dihilangkan. Sistem sosial, yaitu terkait pergaulan antara wanita dan pria harus diatur sedemikian rupa.

Khatimah

Legalisasi aborsi bukanlah solusi hakiki menyelesaikan persoalan korban pemerkosaan, justru regulasi ini membuka celah problem lainnya. Tampaknya hanya Islam yang memiliki aturan lengkap dan paripurna mengatasi masalah degradasi moral. Kewajiban menutup aurat, ghadul bashor, larangan tabaruj, ikhtilat, khalwat, pacaran adalah dalam rangka menghindari kejahatan seksual. Islam juga menawarkan sistem pendidikan dengan kurikulum yang lebih pasti dalam upaya pembentukan akidah dan syakhsiyah Islam sehingga lahir masyarakat yang beradab, kuat mental, dan spiritual.
Wallahu’alam bissawab.[]

Remisi Napi Tak Membuat Jera

Bukannya mencegah tindak kejahatan, pemberian remisi malah membuka celah kejahatan yang lain karena napi bisa melakukan kejahatan lagi.

Oleh. Sulastri
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- Kamu berlaku baik, kami bebaskan. Demikianlah ungkapan potret hukum di Indonesia yang mudah dibebaskan karena berkelakuan baik. Begitu pun dalam rangka HUT ke-79 RI, total 1.750 penyelesaian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memperoleh remisi. Sebanyak 48 representasi pun dinyatakan langsung bebas.

Harun Suliyanto selaku Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengatakan, pengurangan masa pidana atau yang disebut remisi diberikan kepada pengemudi yang berkelakuan baik. Jumlah tambahan di Bangka Belitung per 17-8-2024 sejumlah 2.772 orang, terdiri dari 2.555 laki-laki, 146 perempuan, 39 anak-anak, dan 32 lansia. Jumlah tersebut mengalami over kapasitas sekitar 60% sampai 70%, namun masih layak huni. (tempo.co, 18-8-2024)

Apakah tepat pemberian remisi pada pembayaran, lalu bagaimana pandangan Islam?

Remisi Tak Membuat Jera

Sistem sanksi berupa hukuman penjara sama sekali tidak menjerakan pelaku. Bahkan seorang pencuri bisa mengulangi perbuatannya kembali. Sanksi yang tidak menjerakan mengakibatkan banyak terjadi kejahatan, seperti penipuan, pembunuhan, begal, penipuan, dan lain-lain yang kejahatannya semakin beragam. Jika dulu tidak terlalu banyak kejahatan, seperti penipuan di media online, sekarang banyak sekali.

Banyaknya napi pun mengakibatkan lapas menjadi kelebihan beban karena jumlah napi tidak sebanding dengan tempatnya yang tidak memadai. Pada akhirnya remisi menjadi solusi. Hukum saat ini pun bisa dibeli dengan bermodalkan uang yang banyak untuk menyuap hakim agar terbebas dari hukuman. Ibaratnya, mempunyai uang banyak yang bisa membungkam hukum di negeri ini. Hukum seperti jual beli yang saling menguntungkan. Nyata sekali cacat hukum di negeri ini.

Remisi Bukan Solusi

Mirisnya, remisi napi atau pengurangan masa pidana bertujuan untuk mengatasi kelebihan beban dan menghemat anggaran. Padahal remisi bukanlah solusi, malah menambah masalah baru karena dengan diberikan remisi tidak menjerakan napi dalam melakukan tindak kejahatan. Rakyat pun tidak memiliki rasa takut melakukan tindak kejahatan. Permasalahan kelebihan napi seharusnya diatasi dengan pencegahan tindak kriminal ataupun hukuman tidak melulu tentang kurungan penjara.

Hukuman bisa dilakukan dengan cara lain yang sesuai syariat Islam. Pemberian remisi pun tampak tidak memikirkan secara mendalam untuk mencegah terjadinya kejahatan. Bagaimana mau berpikir secara mendalam, jika aturannya dibuat sendiri. Bukannya mencegah tindak kejahatan, pemberian remisi malah membuka celah kejahatan yang lain karena napi bisa melakukan kejahatan lagi.

Akar Masalah

Maraknya penjahat juga menggambarkan lemahnya kepribadian seseorang. Individu dalam sistem kapitalisme sekuler menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang, bahkan menjalani hidupnya untuk mencari materi semata. Moral individu pun semakin rusak karena gagalnya sistem pendidikan sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan. Bahkan pendidikan agama di sekolah negeri sangat terbatas waktunya jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain.

Pendidikan agama yang diajarkan hanya ibadah ritual saja, seperti salat, zakat, haji, dan lain-lain, tidak mengajarkan tentang akidah Islam. Jika ingin mendapatkan pendidikan agama yang berkualitas harus membayar uang sekolah yang tinggi di sekolah swasta. Sistem pendidikan sekuler pun gagal mendidik generasi yang memiliki akidah Islam. Akibatnya, banyak individu yang melakukan kejahatan akibat kegagalan pendidikan sekuler.

Sanksi Islam Tegas

Sistem sanksi Islam berasal dari Allah Sang Maha Pencipta sehingga memberikan keadilan, efek jera, dan mampu mencegah tindak kejahatan. Karena aturan Allah adalah aturan yang sesuai dengan fitrah manusia, aturannya tidak berubah dari zaman Rasulullah saw. hingga hari berhenti. Sanksi Islam yang adil dan memberi efek jera melindungi rakyat dari tindak kejahatan sehingga rakyat tidak merasa takut. Hebatnya lagi, sanksi dalam Islam tidak akan memberi remisi, apalagi membebaskan pelaku.

Baca juga : remisi-surga-para-napi-yang-menyuburkan-korupsi/

Contohnya, pencuri yang dipotong tangannya akan menjerakan pelaku. Masyarakat pun akan merasa takut karena kalau mencuri akan memotong tangannya. Dalam Islam, pemimpin akan berlaku adil karena pemimpin harus memiliki syarat-syarat seperti amanah, cerdas, jujur, dan lain-lain sehingga bisa menegakkan hukum syara. Khalifah sejatinya tahu betul tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin, yaitu sebagai pengurus rakyat. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw. berikut:

Imam atau Khalifah adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya. (HR. Al-Bukhari)

Pendidikan Islam

Sistem pendidikan Islam yang berakidah Islam menjadikan individu yang bertakwa. Pendidikan Islam pun mampu mencegah terjadinya kejahatan karena setiap individu akan selalu menjalankan perintah dan larangan Allah. Individu akan berpikir seribu kali untuk melakukan tindak kejahatan karena paham betul dengan konsekuensi yang didapat jika melakukan kejahatan. Tambahannya dari keimanan adalah ikatan dengan hukum syarak.

Dalam penegakan hukum pun tidak ada yang ikut campur. Penegakan hukum dalam Islam tidak bisa dibeli dan hukum Islam tegas bagi siapa pun, baik pejabat ataupun rakyat biasa. Sanksi Islam akan dijalankan sesuai hukum syarak yang bersifat tegas, memberi efek jera, dan adil. Hukum Islam pun tidak mudah berubah. Tidak seperti hukum saat ini yang bisa berubah hingga mengurangi masa ketahanan.

Khatimah

Pemberian remisi dalam rangka HUT ke-79 RI adalah tindakan yang salah dan tidak berpikir mendalam. Hal ini mencerminkan lemahnya hukum di Indonesia karena dapat berubah sesuai keinginan manusia. Padahal aturan manusia berasal dari akal yang terbatas dan serba kurang. Akibatnya, aturan manusia bukannya memberikan solusi malah menimbulkan masalah lain. Inilah realitas hidup dalam sistem kapitalisme sekuler yang tidak bisa memberikan rasa aman pada rakyat. Berbeda dengan Islam yang mempunyai sanksi tegas dan tidak bisa diintervensi oleh siapa pun. Sejatinya hanya Islam yang memerintah terbaik bagi manusia karena sesuai dengan fitrah yang berasal dari Sang Maha Pencipta.
Wallahu a'lam bissawab.[]

Mahasiswa Mengakhiri Hidup, Harapan Bangsa Kian Redup

Fenomena maraknya kasus bunuh diri pada mahasiswa disebabkan tidak adanya pedoman untuk membentengi diri agar tidak merusak mental.

Oleh. Ica Mujahidillah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Beberapa waktu belakangan ini, Jawapos.com, melansir tentang maraknya kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa. Kejadian bunuh diri ini terjadi di UGM, UNDIP, dan UDINUS. Penyebab bunuh dirinya pun beragam, mulai dari perundungan, persoalan asmara, utang pinjol hingga tekanan dalam proses belajar di kampus. (17/8/2024)

Mahasiswa Bunuh Diri, Kecacatan Sistem Pendidikan

Lantaran bukan hanya sekali terjadi, tampaknya ada yang cacat pada sistem pendidikan hari ini. Banyaknya penyebab yang ada juga menandakan bahwa rumit atau kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh para mahasiswa.

Semua itu bermuara dari sistem pendidikan sekuler yang memisahkan nilai-nilai agama dari sistem pendidikan. Sistem pendidikan hari ini gagal melahirkan generasi yang tangguh, baik dari segi spiritual maupun mental yang kuat. Tentu problem ini tidak hanya persoalan akademis, tetapi juga mencakup banyak hal dalam sistem kehidupan. Di mana, sistem kehidupan hari ini gagal mengatasi berbagai problem.

Pendidikan hari ini hanya fokus pada pencapaian nilai akademis semata, tetapi abai dalam pembentukan karakter dan moral. Nilai-nilai agama yang dapat memberikan solusi kehidupan, justru dikesampingkan.

Mahasiswa Rapuh, Penerus Bangsa Lumpuh

Fenomena maraknya kasus bunuh diri pada mahasiswa disebabkan tidak adanya pedoman untuk membentengi diri agar tidak merusak mental. Hal ini didukung pula adanya sistem kehidupan di mana banyaknya tuntutan kehidupan yang terlalu tinggi. Tentunya hal ini bukan hanya masalah pribadi, tetapi sistem pendidikan hari ini menggambarkan rusaknya sistem pendidikan sekuler.

Mahasiswa yang seyogianya menjadi generasi penerus bangsa yang tenggelam dalam lautan ilmu dan takwa, justru mengalami depresi, mudah putus asa, dan menderita kesehatan mental. Demikianlah sistem pendidikan sekuler yang memandang bahwa tujuan dari kehidupan hanya untuk mengejar materi dan status sosial, di mana agama tidak lagi menjadi standar kehidupan.

Islam Membentuk Generasi Tangguh

Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki pendidikan akidah yang kokoh karena berbasis akidah Islam. Di mana, Islam tidak hanya sekadar mendidik otak, tetapi juga menenangkan hati dan jiwa. Dengan begitu, Islam mampu mencetak generasi muda atau mahasiswa yang tangguh, berkepribadian Islam, dan mencetak generasi para pejuang.

Contohnya saja, Muhammad al-Fatih yang masih berusia 21 tahun mampu menaklukkan Konstantinopel yang merupakan ibu kota Bizantium pada saat para jenderal agung merasa putus asa. Ada pula Muhammad bin Qasim yang saat itu ditunjuk menjadi panglima perang saat umurnya baru 17 tahun. Beliau memimpin 20.000 pasukan menuju India dan menaklukkannya.

Baca: bunuh-diri-marak-buah-sistem-rusak/

Inilah pemuda yang berpengaruh dalam kebangkitan Islam. Tidak hanya itu, masih banyak lagi pemuda-pemuda yang berpengaruh dalam kejayaan Islam. Inilah pentingnya menginstal Islam di dalam diri generasi muda. Mereka memiliki ilmu dan takwa lalu berhasil menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi rakyat dan negara.

Dalam sistem pendidikan Islam, negara bertanggung jawab menyediakan lingkungan dengan memberikan akses pendidikan yang memberikan pola pengembangan akidah dan moral yang sesuai tuntunan Islam. Negara juga bertanggung jawab memberi jaminan setiap rakyatnya memperoleh pendidikan ilmu dunia dan akhirat dengan seimbang. Dengan demikian, akan terbentuklah generasi yang tangguh, baik dari segi spiritual, intektual, maupun emosional. Semua itu pun diberikan secara gratis.

Rasulullah saw. bersabda dalam hadis riwayat Bukhari: "Imam adalah raa'in atau penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya."

Sistem pendidikan Islam juga mengarahkan pola pikir mahasiswa sesuai arahan Islam sehingga mempunyai kepribadian Islam. Pendidikan tersebut menanamkan ketakwaan kepada setiap individu dan juga mendidik generasi bahwa tujuan hidup bukan sekadar mengejar materi dan status. Dengan demikian, generasi mampu menghadapi setiap tantangan. Negara akan mendukung penuh ketakwaan melalui kurikulum yang menanamkan akidah yang kokoh, nilai-nilai agama, dan moral.

Selanjutnya, adanya peran besar masyarakat yang mendukung penuh kesehatan mental dan spiritual. Setiap individu masyarakat dianggap bagian dari masyarakat dengan saling menjaga dan memotivasi. Dengan adanya dukungan dan lingkungan yang kondusif, maka masyarakat hingga mahasiswa akan terjaga kesehatan mentalnya.

Khatimah

Kasus bunuh diri pada pelajar dan mahasiswa adalah masalah yang serius karena menyangkut masa depan agama dan bangsa. Problem ini tidak hanya masalah pribadi saja. Faktanya, pendidikan sekuler yang diterapkan hari ini gagal mencetak generasi. Meski pemerintah telah menawarkan berbagai solusi, tetapi sampai saat ini kasus bunuh diri masih terus berlanjut.

Oleh karena itu, Islam hadir menawarkan solusi yang sistematis melalui sistem pendidikan. Islam tidak hanya mendidik intelektual, tetapi juga membentuk kepribadian kuat sesuai arahan Islam. Jadi, penting mengembalikan pendidikan nilai-nilai Islam sehingga mampu mencetak generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi memiliki moral, integritas, dan spiritual yang kuat.
Wallahualam bissawab.[]

Masyarakat Menuntut, Sistem Rusak Tercabut?

Masyarakat paham bahwa berbagai kebijakan merupakan perintah orang-orang berkepentingan yang berorientasi pada materi dan kekuasaan.

Oleh. Rheiva Putri R. Sanusi, S.E.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- Berbagai elemen masyarakat termasuk pelajar, artis, dan komika akhirnya turun tangan. Kita ketahui beberapa tahun terakhir ini berbagai kebijakan pemerintah dipenuhi berbagai kontroversi. Begitu pun beberapa kebijakan yang dikeluarkan pada saat peringatan kemerdekaan tak terhindari dari aksi protes masyarakat. Mulai dari pelegalan aborsi, penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja hingga larangan penggunaan hijab bagi Paskibraka perempuan.

Puncaknya adalah kebijakan terkait RUU Pilkada yang ditetapkan oleh MK. Namun, setelah putusan MK keluar, Badan Legislasi DPR RI menyepakati untuk melakukan revisi. Bahkan revisi ini sebelumnya direncanakan akan dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Namun, pada tanggal 22 Agustus 2024, pengesahan revisi UU Pilkada resmi dibatalkan. Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco yang menyebutkan bahwa putusan MK akan berlaku dalam pelaksanaan Pilkada 27 Agustus mendatang. ( Tempo.co , 29/08/24)

Masyarakat Menuntut Keadilan

Namun, keputusan pembatalan ini baru keluar setelah adanya aksi yang dilakukan berbagai lapisan masyarakat, mulai dari kalangan masyarakat umum, pelajar, dan artis serta komika turun tangan menyuarakan keadilan dalam kebijakan ini. Seperti aksi yang terjadi di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (22/8). Aksi tersebut melibatkan mahasiswa dan sejumlah selebritas, artis, sineas, dan komika, antara lain Yono Bakrie, Bintang Emon, Arie Kriting, dan Reza Rahadian yang tampak di antara kerumuman massa yang memadati gerbang samping DPR/MPR sejak pukul 09.00 WIB. (voaindonesia.com, 22/08/24)

Hal ini menunjukkan kepekaan masyarakat termasuk kalangan artis dan komika bahwa permasalahan yang menerpa rakyat sudah sangat besar. Kepekaan ini dibarengi dengan seluruh lapisan masyarakat yang turut bergerak melawan kezaliman dan kesewenang-wenangan yang dilakukan penguasa terhadap mereka. Bahkan banyak orang yang sudah memahami bahwa biang keladi dari seluruh permasalahan yang ada ialah penerapan sistem kapitalisme yang rusak.

Baca : pilkada-bertabur-artis/

Masyarakat paham bahwa berbagai kebijakan merupakan pesanan orang-orang berkepentingan yang berorientasi pada materi dan kekuasaan. Kebijakan pesanan tersebut merupakan ciri khas sistem kapitalisme. Sangat mudah ditebak bahwa penerapan kebijakan seperti ini akan mengakibatkan kerusakan di berbagai bidang. Mirisnya, pihak yang paling dirugikan adalah rakyat, terutama kalangan masyarakat bawah yang tidak memiliki kekuasaan apa pun. Bahkan banyak dari masyarakat yang sudah mulai angkat bicara dengan gamblang tentang kebobrokan sistem kapitalisme di berbagai platform media sosial, di tengah ricuhnya masalah ini.

Masyarakat Sadar, Mungkinkah Sistem Rusak Hengkang?

Gambaran ini merupakan bentuk perhatian dan kepedulian masyarakat, pelajar, artis, komika, influencer, dan seluruh masyarakat untuk kepentingan rakyat. Pergerakan yang dilakukan ini patut diapresiasi karena membuktikan bahwa masih banyak masyarakat yang peduli dan tidak bersikap apatis. Belum lagi berbagai hashtag, “Peringatan Darurat Indonesia”, makin membuka mata masyarakat awam yang sebelumnya tak tahu kondisi perpolitikan negeri ini. Ini merupakan bentuk fomo yang baik karena bertujuan melawan kezaliman.

Namun, pergerakan ini belum didukung dengan solusi hakiki yang dapat menghentikan kezaliman penguasa saat ini. Hal ini karena bergeraknya umat saat ini belum berlandaskan pemahaman yang benar atas akar masalah dan apa solusinya. Karenanya masyarakat masih menyandarkan solusi pada demokrasi, yang sejatinya demokrasi inilah akar permasalahan sebenarnya.

Di mana, asas yang dimiliki oleh demokrasi, yaitu “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” tak dijalankan secara nyata, bahkan ketika dijalankan pun menimbulkan gangguan seperti yang terjadi sekarang. Hal ini karena pengaturan kebijakan diserahkan pada manusia yang tentu saja memiliki pemikiran serta kepentingan yang berbeda. Bahkan dalam demokrasi, lawan bisa menjadi kawan selama memiliki kepentingan yang sama. Jika akar permasalahan dan solusi hakiki tidak segera diberikan, sistem rusak ini akan selamanya bertahan dan kezaliman penguasa terhadap rakyat akan terus berkelanjutan.

Kembali ke Sistem Islam

Jika akar permasalahan ini adalah sistem, solusi yang harus dilakukan tidak hanya sebatas pembatalan revisi saja, tetapi perubahan sistem menuju sistem sahih di seluruh bidang, yaitu penerapan syariat Islam secara kaffah. Kenapa harus sistem Islam? Sebab Islam bukanlah sekadar agama ritual saja yang hanya mengurusi urusan ibadah seorang hamba dengan Tuhannya.

Namun, Islam memiliki segudang aturan lengkap yang mampu menyelesaikan seluruh problematika kehidupan masyarakat. Terlebih lagi sistem Islamlah satu-satunya sistem yang berasal langsung dari Sang Pencipta yang tentu lebih mengetahui apa yang baik dan buruk bagi manusia. Sedangkan sistem-sistem lain yang ada saat ini sama-sama dibuat oleh manusia yang tentu saja akan menghasilkan kondisi yang jauh berbeda.

Allah SWT. berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 3:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي و َرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Artinya: “… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan untukmu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam sebagai agama bagimu ….”

Khatimah

Solusi sistem Islam ini memang belum banyak diketahui oleh masyarakat kita. Oleh karena itu, masyarakat membutuhkan hadirnya kelompok dakwah ideologis yang mampu menyampaikan dengan gamblang kesempurnaan yang dimiliki oleh sistem Islam ini. Juga yang akan membina umat menuju pemahaman yang benar dan sama-sama berjuang untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam di muka bumi.
Wallahualam bissawab.[]