Gagal bayarnya perusahaan pada perbankan merupakan efek domino setelah musim pandemi yang tak kunjung tertangani dengan baik. Hal tersebut turut menyeret ambruknya roda perekonomian di sektor industri. Hal inilah yang menjadi alasan untuk kembali membayar THR buruh dengan skema cicilan dari pemilik usaha.
Oleh. Mia Anisa
(Founder Kajian Muslimah Wag MQ Lovers Bekasi)
NarasiPost.Com-Belum genap Ramadan 30 hari, buruh harus kembali menelan pil pahit. Pasalnya siap-siap saja mereka mendapatkan tunggakan THR dari perusahaan tempat mereka bekerja. Kondisi ini sama dirasakan seperti tahun lalu.
Pada riset yang dilakukan APINDO pada Januari 2021 terhadap 600 anggotanya diketahui bahwa sekitar 200 pengusaha tercatat sudah tidak mampu mempertahankan bisnisnya. Karena 60% sulit membayar cicilan utang perbankan, dan 44% omzetnya turun lebih dari 50%. (detik.com)
Gagal bayarnya perusahaan pada perbankan merupakan efek domino setelah musim pandemi yang tak kunjung tertangani dengan baik. Hal tersebut turut menyeret ambruknya roda perekonomian di sektor industri. Hal inilah yang menjadi alasan untuk kembali membayar THR buruh dengan skema cicilan dari pemilik usaha.
Namun, opsi tersebut di tolak oleh Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang Dan Kulit (SP TSK SPSI). Mereka mempertanyakan, jika pada tahun ini perusahaan sudah mendapatkan izin untuk beroperasi dengan normal dari pemerintah, semestinya bayaran THR para pegawai tidak mengalami kendala. (www.cnnindonesia.com)
Pemberian kelonggaran izin operasional perusahaan menunjukkan bahwa pemerintah lebih memberikan hak istimewa kepada para pengusaha/kapitalis tapi minim perhatian terhadap buruh. Kebijakan ini tentu sangat terkesan berat sebelah.
Begitulah tabiat kapitalis dalam kamusnya sistem kapitalisme, kepentingan ekonomi tidak akan pernah sejalan dengan kepentingan memberikan kesejahteraan pada rakyat. Sistem kapitalisme yang dijalankan negara tidak akan pernah peduli pada pengelolaan SDM yang buruk dan serakah.
Negara hanya hadir sebagai regulator. Mereka memfasilitasi para kapitalis untuk mengomersialisasi komoditas agar kepentingan para kapitalis ini terjamin dengan konstitusi yang ada.
Demokrasi yang lahir dari rahim kapitalis hanya melegitimasi kepentingan korporat saja dengan beragam produk hukum dan kebijakannya, termasuk, dalam pelonggaran pemberian izin operasional pada perusahaan. Demi menghasilkan pundi-pundi rupiah bagi para oligarki.
Ini berbanding terbalik dengan sistem Islam dalam memperlakukan semua warga negara karena bersandar pada ketentuan Allah. Kaum buruh membutuhkan sistem ini, sistem yang menjadikan negara hadir secara utuh menjamin terpenuhinya hajat asasi rakyat. Negara bukan sebagai regulator penghubung antara buruh dan pengusaha. Tanggung jawab negara menyiapkan lapangan pekerjaan ditangani oleh negara secara langsung, bukan diserahkan kepada asing. Negara juga akan memastikan upah para pekerja berdasarkan manfaat kerja yang dihasilkan oleh pekerja dan dinikmati oleh pengusaha/pemberi kerja tanpa membebani pengusaha dengan jaminan sosial, kesehatan, JHT/pensiun atau tunjangan-tunjangan lainnya. Inilah mekanisme yang adil tanpa merugikan kedua belah pihak.
Islam juga membebaskan pajak, oleh karenanya ada larangan bagi negara menjadi tukang palak dan retribusi di segala lini karena akan membebani perusahaan. Sebab, negara dalam Islam adalah melakukan ri'ayah bukan memeras rakyatnya
Sudah saatnya sistem ini ditinggalkan, kemudian diganti dengan sistem yang sahih, tidak lain adalah sistem Islam. Dengan Islam, tidak ada lagi pihak yang merasa dirugikan. Kesejahteraan akan terwujud di tengah umat, yakni hanya dengan penerapan Islam kafah dalam naungan khilafah Islamiyyah.
Wallahu a’lam bish shawab.[]
photo :
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]