Saat ini sektor pertanian memang berada dalam cengkraman rezim multilateral melalui kesepakatan liberalisasi pertanian. Hal ini tentu sangat merugikan petani karena mereka tidak akan sanggup bersaing langsung dengan produk impor
Oleh. Ita Mumtaz
NarasiPost.Com-“Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Demikian penggalan lirik sebuah lagu yang menggambarkan tentang suburnya tanah Indonesia. Sangat layak jika disebut negara agraris.
Untuk itu sungguh ironi jika kebijakan impor beras diambil oleh pemerintah dan menjadi agenda rutin pejabat di negeri ini. Kali ini dengan membawa berbagai alasan, di antaranya adalah demi menjaga stok beras karena pemerintah melakukan pengadaan beras besar-besaran untuk pasokan beras bansos selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Sanggahan pun datang dari Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa. Beliau mengatakan jika ingin mengimpor sebaiknya tunggu Juli atau Agustus ketika sudah ada kepastian berapa potensi produksi 2021. Wacana impor jelang masa panen raya ini menjadi pukulan tersendiri bagi petani di tengah harga gabah kering panen (GKP) yang terus turun sejak September 2021.
Pemerintah terlalu tergesa-gesa dalam mengeluarkan kebijakan impor beras. Padahal hasil proyeksi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi padi nasional untuk periode Januari–April 2021 bakal lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya akibat naiknya potensi luas panen.
Saat ini sektor pertanian memang berada dalam cengkraman rezim multilateral melalui kesepakatan liberalisasi pertanian. Hal ini tentu sangat merugikan petani karena mereka tidak akan sanggup bersaing langsung dengan produk impor.
Seharusnya pemerintah justru memberikan perlindungan dan subsidi kepada petani, bukan malah membela kepentingan para pejabat dan importir yang bertujuan mengeruk keuntungan pribadi. Selain itu, kebijakan impor jelas akan mengancam ketahanan pangan suatu negara.
Asas manfaat sangat kental melumuri sistem kapitalisme yang diadopsi negeri ini. Apa pun akan dilakukan jika mendatangkan keuntungan duniawi. Tak peduli rakyatnya akan menderita dan gigit jari.