Perempuan akan diberikan pendidikan terbaik yang berlandaskan pada akidah Islam. Sehingga ia akan memahami sepenuhnya tentang hakikat diri dan tujuan hidupnya, semata hanya untuk meraih rida Allah. Ia juga akan mampu menyiapkan bekal terbaik sebagai ummun wa robbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga) dan ummu al-ajyal (ibu generasi).
Oleh. Raihana Hazimah
NarasiPost.Com-Isu tentang perempuan dan segala bentuk diskriminasi terhadapnya, baik dalam kehidupan sosial maupun dunia profesional, telah menjadi perhatian dunia sejak lama. Untuk itu kemudian diselenggarakan berbagai konvensi internasional yang mengkhususkan diri pada isu hak asasi perempuan.
Salah satunya adalah CEDAW atau ICEDAW (International Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). Ini adalah konvensi internasional mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, yang ditetapkan pada tahun 1979 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa.
Melansir dari kemenpppa.go.id, sebagai negara yang telah meratifikasi CEDAW melalui UU No. 7/1984, Indonesia berkewajiban untuk mengimplementasikan seluruh hak asasi perempuan dan memberikan laporan secara berkala kepada Komite CEDAW atas perkembangan dan kemajuan implementasi 16 pasal substantif yang tercantum dalam konvensi.
Hak asasi perempuan yang telah disepakati dunia internasional dan dimasukkan dalam Konvensi CEDAW, yaitu hak dalam ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan, perkawinan dan keluarga, juga hak dalam kehidupan publik dan politik.
Selain itu, ada pula ICPD (International Conference for Population & Development) yang dilaksanakan di Kairo pada 1994. Saat itu, terdapat kurang lebih 179 negara hadir dalam ICPD untuk membahas aksi untuk populasi dan pembangunan.
Laman jurnalperempuan.org menyebutkan bahwa program aksi yang dicanangkan ICPD adalah kesehatan reproduksi, kesehatan, dan hak reproduksi dan seksual. Aksi ini mengubah arah paradigma pembangunan yang mempromosikan sexual and reproductive health and rights (SRHR). Di mana SRHR kemudian menjadi jantung bagi pembangunan demografi. Agendanya meliputi kesetaraan gender, hak asasi manusia, perubahan iklim, dinamika populasi, konflik, bencana alam, ketahanan pangan dan gizi, serta akses pada sumber daya alam.
Namun, menurut catatan dan monitor ARROW (Asian-Pacific Resource and Research Centre for Women) dalam ICPD+15 monitoring mengungkapkan bahwa Indonesia termasuk dalam 12 negara Asia yang belum menunjukkan kemajuan dalam perihal indeks SRHR. Rasio kematian ibu melahirkan di Indonesia di tahun 2005 masih tinggi sampai dengan sekarang dan secara keseluruhan di Asia Tenggara dan Asia. Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan tingkat aborsi tak aman yang cukup tinggi, yaitu 15% dari kematian ibu (89% di kalangan perempuan menikah dan 11% di kalangan single. (Ekofeminisme III; Arianti Ina R.H.)
Tingginya angka aborsi tak aman ini sesungguhnya menunjukkan ekses fenomena pergaulan dan seks bebas di masyarakat, termasuk kaum perempuan di dalamnya. Hingga tak ayal menodai kehormatan diri bahkan mengancam nyawa perempuan.
Selain itu, fakta yang bisa kita indera hingga hari ini, persoalan perempuan lainnya juga masih terus bermunculan. Mulai dari makin tingginya angka perceraian, didera kemiskinan, sulitnya mengakses fasilitas kesehatan, keamanan diri yang belum terjamin, hingga makin banyaknya kaum perempuan yang "dipaksa" keluar rumah untuk bekerja dan meninggalkan keluarga. Bahkan kini, perempuan yang ingin taat pada aturan agamanya (Islam), seringkali diusik dan dilabeli radikal dan teroris.
Konvensi internasional nyatanya belum mampu menuntaskan persoalan global kaum perempuan hari ini. Karena setiap solusi yang diambil masih berlandaskan pada cara pandang Sekuler-Kapitalis. Alih-alih melindungi dan menyelamatkan, justru perempuan hari ini makin dijauhkan dari fitrah sejatinya. Mengatasnamakan kesetaraan gender, kemandirian dan berkemajuan, perempuan dituntun untuk eksis berkarir di luar rumah. Dengan diiming-imingi kedudukan penting sebagai penyelamat ekonomi negara, perempuan justru digeser kedudukannya dari tulang rusuk yang seharusnya dinafkahi, menjadi tulang punggung keluarga dan mesin penggerak ekonomi negara.
Kedudukan mulia perempuan yang Allah berikan, sebagai ummun wa robbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga) dan ummu al-ajyal (ibu generasi) pun menjadi tak optimal bahkan hilang. Hingga ujungnya, muncul ancaman kehancuran institusi keluarga dan generasi di dalamnya.
Sejatinya persoalan perempuan hari ini berakar pada cengkraman ideologi Kapitalis dengan segala derivatnya, sekularisme-liberalisme-demokrasi, yang melingkupi perempuan, juga kehidupan umat secara umum. Maka untuk menuntaskan persoalan global perempuan diperlukan ideologi mumpuni yang akan menundukkan kepongahan Kapitalisme. Satu-satunya ideologi yang sahih dan mumpuni itu hanyalah ideologi Islam, yang diemban oleh sebuah negara Khilafah. Khilafahlah yang akan melindungi, menyelamatkan bahkan mememuliakan perempuan dengan seperangkat aturan hidup yang bersumber langsung dari Sang Pencipta, Allah subhanahuwata'ala.
Perempuan akan diberikan pendidikan terbaik yang berlandaskan pada akidah Islam. Sehingga ia akan memahami sepenuhnya tentang hakikat diri dan tujuan hidupnya, semata hanya untuk meraih rida Allah. Ia juga akan mampu menyiapkan bekal terbaik sebagai ummun wa robbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga) dan ummu al-ajyal (ibu generasi).
Kemudian hanya Khilafah lah dengan penerapan syariat Islam secara kaffah, yang telah terbukti selama 13 abad, berhasil mengembalikan kehormatan kaum perempuan, mengamankan hak-haknya, meningkatkan standar hidupnya, mencapai kemajuan sejati serta kemuliaan hidup yang hakiki.
Inilah yang sejatinya harus kita perjuangkan dan menjadi solusi terbaik untuk menuntaskan persoalan perempuan, bahkan persoalan umat secara keseluruhan. Tinggalkan ideologi Kapitalis dan tegakkan kembali ideologi Islam dalam naungan Khilafah ala minhajin nubuwwah. Wallahu 'a'lam bishshowab[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]