Inggris dengan segala daya dan upaya mendukung berdirinya negara Israel meski harus mengusir dan membunuh warga Palestina
Oleh. Dia Dwi Arista
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pemilu Inggris telah usai. Seolah meruntuhkan mantra kegagalan selama 14 tahun di bawah kekuasaan Partai Konservatif, akhirnya Keir Starmer sebagai pemimpin Partai Buruh pun berhasil ditetapkan menjadi Perdana Menteri baru untuk periode selanjutnya.
Dilansir dari bbc.com, Partai Buruh menang telak dari Partai Konservatif dengan proyeksi dari exit poll bahwa Partai Buruh memenangkan 410 kursi, Partai Konservatif 131 kursi, Partai Liberal Demokrat 61 kursi, dan sisanya diperoleh oleh partai-partai lainnya.
Akan tetapi, kemenangan manis Partai Buruh harus terusik dengan banyaknya aksi demonstrasi oleh rakyatnya sendiri. Setelah kemenangan Partai Buruh diumumkan, puluhan ribu demonstran memadati Kota London menuntut agar diadakannya gencatan senjata di Gaza. (Metrotvnews.com, 8-7-2024)
Naiknya Starmer dinilai tidak ada bedanya dengan PM terdahulu yang tidak mendukung dilakukannya gencatan senjata di Gaza. Starmer dinilai pro-Israel dari banyak statement-nya yang mendukung Israel untuk memblok Gaza akibat serangan Oktober tahun lalu. Akibatnya, banyak pendukung Partai Buruh dari kalangan muslim yang menarik dukungannya. Pun meski menang telak, tak dimungkiri banyak calon kandidat independen yang pro-Palestina mereguk kemenangan dalam pemilihan parlemen akibat dari statement Starmer tersebut.
Lantas, bagaimana nasib Palestina ke depannya? Apakah ada korelasi antara menangnya tokoh pro-Israel sebagai PM Inggris dengan nasib bangsa Palestina? Dan siapakah Keir Starmer sebenarnya?
Mengenal Lebih Dekat Keir Starmer
Keir Starmer berasal dari kalangan rakyat biasa. Ayahnya bekerja sebagai pembuat perkakas, sedangkan ibunya adalah seorang perawat. Keir Starmer mengenyam pendidikan dasar di Reigate Grammar School yang didanai oleh pemerintah daerah setempat.
Starmer pun menjadi orang pertama di keluarganya yang dapat mengenyam pendidikan tinggi. Ia melanjutkan pendidikan di Universitas Leeds dan dilanjutkan ke Oxford dengan mengambil jurusan hukum. Setelah lulus dari perguruan tinggi, karier Keir Starmer pun terus melonjak, dari pengacara hingga berhasil menjadi Direktur Penuntutan Umum, yakni jaksa penuntut pidana paling senior di Inggris dan Wales.
Kariernya dalam partai dimulai ketika pada tahun 2015 ia terpilih dalam pemilihan parlemen di Holborn dan St Pancras di London utara. Kemudian, pada tahun 2020 ia mencalonkan diri sebagai pemimpin Partai Buruh dan menang pada April 2020. Sejak saat itulah kiprahnya dalam politik makin dilirik.
Dari sisi lain kehidupannya, pria yang berusia 61 tahun ini menikah dengan Victoria Alexander dan mempunyai satu putra dan satu putri. Dilansir dari republika.com, Victoria berasal dari Yahudi Ashkenazi dan terbiasa mendidik anak mereka dengan penekanan warisan Yahudi. Maka tak heran jika Starmer menjadi salah satu pemimpin yang pro-Israel. Pun, kebijakannya terhadap masalah Israel-Palestina dinilai lebih condong pada Israel.
Sejarah Palestina dan Politik Inggris
Sejak peristiwa Badai Al-Aqsha pada Oktober 2023 silam, mata dunia telah terfokus pada Palestina dan Israel. Sebab pada saat itu, dunia menyaksikan genosida yang dipertontonkan secara live di depan mata mereka.
Sebagai rakyat modern yang jauh dari kehidupan perang, tentu masyarakat dunia tercengang dengan kebiadaban Israel dalam membantai rakyat Palestina. Sejak saat itu hingga kini masyarakat dunia terpecah menjadi 2 kubu, pro-Israel dan pro-Palestina. Hal ini juga terjadi dengan masyarakat Inggris. Saat ini, Palestina layaknya sebagai parameter dalam melihat sisi lain para penguasa.
Jika kita mau melirik kembali sejarah, pada saat Inggris berhasil memenangkan Perang Dunia I, Inggris menyatakan diri sebagai negara nomor satu. Ia dan sekutunya berhak membagi-bagi harta rampasan perang yang saat itu melawan Jerman dan Ottoman (Turki Utsmani). Turki Utsmani yang kalah perang berakhir bak kue yang dibagi-bagi wilayahnya oleh para penjajah sekutu Inggris.
Kaum muslim yang sedang merosot pemikirannya, dengan mudah diadu domba dan mengambil nation state sebagai jalan untuk lepas dari Turki Utsmani. Dengan mudah pula Inggris menancapkan pengaruhnya di wilayah negeri-negeri muslim. Salah satu bukti campur tangan Inggris pada dunia Islam adalah ketika Inggris dengan mudah menandatangani Deklarasi Balfour.
Pasca PD I, Palestina berada di bawah kekuasaan Inggris hingga dengan mudahnya Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour dan pemerintahan Inggris meneken sebuah deklarasi. Deklarasi yang berjumlah 67 kata tersebut telah mengubah sejarah Palestina yang semula adalah wilayah aman setelah Perang Salib usai, kini Negeri Para Syuhada itu harus mengulang sejarahnya kembali, menjadi medan perang.
Deklarasi Balfour inilah yang menjadi stempel berdirinya negara Zionis Israel di Palestina. Inggris dengan segala daya dan upaya mendukung berdirinya negara Israel meski harus mengusir dan membunuh warga Palestina. Inggris juga bersedia menggelontorkan dana fantastis agar tercipta negara Zionis. Sejak itulah, Zionis Israel menduduki tanah Palestina. Dan tentu, pendirian negara Zionis adalah tanggung jawab Inggris sebagai penjajah di Palestina saat itu.
Inggris, si Pemilik Strategi Dua Kaki
Kini, meski bukan Inggris yang menjadi penyokong terbesar negara Zionis Israel, tetapi perannya masihlah signifikan dengan posisinya sebagai negara adidaya meski bukan lagi nomor satu. Inggris yang menjadi salah satu pemegang hak veto dalam Dewan Keamanan PBB telah memilih posisinya sebagai negara abstain saat Palestina berjuang menjadi negara yang diakui keberadaannya di jajaran anggota PBB.
Keputusan Inggris ini jelas menunjukkan sikap kehati-hatian dalam bertindak. Ia memakai strategi dua kaki untuk tetap terlihat sebagai negara abstain, padahal di belakang Inggris pun ikut menyokong Israel dalam membantai rakyat Palestina. Inggris telah mengirimkan dua Kapal Angkatan Laut Kerajaan Inggris dan pesawat pengintai di sekitar Laut Mediterania Timur sesaat setelah kejadian 7-10-2023. (Cnbcindonesia, 26-10-2023)
Inilah wajah asli dari mantan negara nomor satu tersebut. Dan hingga saat ini, Inggris tetap memberikan bantuan militer pada Israel. Maka, berharap pada Perdana Menteri baru atau lama, pro atau tidak dengan Palestina, tidak akan mengubah keadaan Palestina menjadi negara merdeka. Maka, harusnya dunia sadar, bahwa berharap pada PBB atau negara adidaya hanyalah fatamorgana, sebab banyak kepentingan negara adidaya yang terealisasi dengan bercokolnya Israel di Palestina.
Umat Butuh Khalifah
Palestina dengan segala persoalannya harusnya menjadi gambaran nyata jika kaum muslim membutuhkan satu pemimpin sebagai junnah yang akan mendukung dan mengayomi mereka. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Muttafaqun ’Alayh dll.)
Kebutuhan kaum muslim terhadap khalifah sudah tak bisa ditunda lebih lama. Dengan adanya seorang khalifah sebagai pemimpin kaum muslim, umat memiliki perisai yang akan membela dan melindungi mereka dengan tentara-tentara negara Khilafah.
https://narasipost.com/world-news/02/2024/inggris-akui-palestina-merdeka-benarkah/
Urgensi adanya seorang khalifah telah digambarkan pada peristiwa di Saqifah bani Saidah. Para sahabat berkumpul dan berdebat mengenai kekosongan pemimpin setelah wafatnya Rasulullah saw. Bahkan, karena gentingnya perkara pengangkatan khalifah, para sahabat pun harus rela menunda memakamkan jasad Nabi saw.
Namun, saat ini telah genap satu abad kaum muslim kosong dari adanya seorang khalifah di tengah-tengah mereka. Kekosongan ini menjadikan kaum muslim layaknya buih di lautan, tak terhitung jumlahnya tetapi rapuh eksistensinya.
Khatimah
Kesimpulannya, siapa pun Perdana Menteri Inggris yang akan menjabat, bagaimanapun sikap individu mereka terhadap kaum muslim terkhusus Palestina, tak akan mengubah apa pun selama khittoh mereka adalah penjajahan.
Negara yang mampu mengubah nasib kaum muslim dan rakyat Palestina hanyalah negara yang menggunakan Islam kaffah sebagai sistemnya. Khilafahlah yang nantinya akan menjadi garda terdepan dalam melindungi kaum muslim dari serangan-serangan kaum kuffar. Mewujudkan Khilafah hari ini adalah aktivitas genting dan penting yang harus menjadi fokus kaum muslim. Allahu a’lam. []
Betul deh, siapa pun pemimpinnya dan berapa kali pun menyelenggarakan pemilu, kondisinya akan tetap sama, yaitu Inggris tetap menjadi sekutu Israel yang mendukung genosida atas rakyat Palestina.
Inggris daridulu memang phobianya tinggi sekali thd Islam!
Siapa pun yang menjadi PM di Inggris, tidak akan menghapus jejaknya sebagai bidan kelahiran Zionis Israel. Jadi, tidak ada yang kita harapkan dari negara itu.
Berharap pada yang pasti2 saja ya mbak
Betul. Sama dengan di negara ini. Siapa pun pemimpinnya tidak bisa berbuat banyak untuk Palestina selama masih menjadi bagian PBB.
Kita rindu sosok pemimpin yang bisa mengubah nasib kaum Muslim
Siapa pun pemimpinnya akan sama saja selama Islam tidak diterapkan. Ayo, adakah pemimpin yang berani menerapkan Islam kaffah?
Belum ada