Setidaknya ada tiga alasan mengapa kasus human trafficking ini tak kunjung selesai, yakni kemiskinan, peluang bisnis, dan sanksi.
Oleh. Arum Indah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kasus human trafficking masih menjadi hal yang sangat sulit bahkan mustahil diselesaikan dalam sistem kapitalisme hari ini. Di berbagai negara, kasus human trafficking masih selalu ada dan belum menemui titik final walau pemerintah setempat mungkin telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menghentikan aktivitas ini.
Human trafficking tak ayal seperti kasus perbudakan modern. Tindak perdagangan ini meliputi pemaksaan bekerja (baik sebagai buruh pabrik atau buruh tani) dengan upah yang sangat kecil atau bahkan tanpa upah, pemaksaan kerja di lingkungan yang sangat buruk, dan mereka yang bekerja secara paksa di rumah-rumah pribadi. Banyak di antara mereka yang berusia dewasa, remaja, atau anak-anak menjadi korban eksploitasi seksual. Hampir tiap tahun, jutaan manusia menjadi korban human trafficking dalam dan lintas negara.
Globalisasi, arus deras migrasi manusia, penyebaran informasi yang sangat cepat, dan berbagai kemudahan lain menjadi pemicu meningkatnya kejahatan terorganisasi transnasional, bahkan angka kasus human trafficking meningkat sebanyak 100 bahkan 200 kali lipat dibanding dahulu.
Hampir semua orang sepakat bahwa human trafficking adalah tindak kriminal yang kejam dan melanggar HAM. Berbagai pihak termasuk PBB ikut merumuskan langkah untuk menghentikan kasus ini, namun sayang, tampaknya langkah ini menemui jalan buntu.
Kasus Human Trafficking di Berbagai Negara
Departemen Luar Negeri AS saat merilis laporan tahunan yang dimuat AFP memasukkan Brunei Darussalam ke dalam daftar daftar hitam kasus human trafficking. Brunei Darussalam tergolong menjadi negara tingkat 3 yang dinilai tidak berbuat banyak untuk mengatasi kasus ini.
Brunei disebut tidak menghukum para pelaku kejahatan ini selama tujuh tahun berturut-turut, bahkan justru mengadili dan mendeportasi para korban yang membutuhkan bantuan. Brunei pun terancam akan dikenakan sanksi oleh AS dengan pengurangan bantuan, meski selama ini Brunei dan AS memiliki hubungan yang baik.
Disusul kemudian oleh Sudan, negara bagian Afrika yang juga menjadi sorotan karena dianggap tidak becus dalam merekrut tentara yang masih anak-anak. (Cnbc.com, 25-6-2024)
Dunia internasional memang membagi negara-negara dunia dengan beberapa tingkat terkait kejahatan ini. Tingkat 1 adalah negara-negara yang memenuhi standar minimum perlindungan korban perdagangan manusia. Tingkat 2 adalah negara yang belum memenuhi standar minimum perlindungan korban, namun tetap mengupayakan langkah yang signifikan. Tingkat 2 dengan standar watch list, yakni negara yang belum memenuhi standar, sudah berusaha untuk mencapai standar dengan langkah yang signifikan, akan tetapi kasus perdagangan manusianya tetap tinggi dan negara terkait bertekad untuk melakukan langkah tambahan ke depannya. Terakhir negara tingkat tiga yang negaranya tidak memenuhi standar bahkan tidak melakukan upaya signifikan untuk pencegahan kasus ini.
Namun, kasus perbudakan modern tetap tak dapat diselesaikan. Taiwan sebagai negara yang selama 15 tahun berturut-turut menjadi negara tingkat 1 pun, nyatanya tetap “kecolongan” kasus kriminal ini.
Kasus Human Trafficking dalam Kapitalisme
Melansir dari www.state.gov, sepanjang awal 2024, diperkirakan sebanyak 27 juta jiwa telah menjadi korban human trafficking dan dieksploitasi untuk pekerjaan, jasa, dan seks komersial. Para korban ini dipaksa dengan kekerasan dan penipuan.
Jika ditilik lebih lanjut, maka akan kita temukan bahwa para pelaku perdagangan manusia ini rata-rata menyasar dan memangsa kelompok masyarakat yang paling rentan di dunia, yakni perempuan dan anak-anak. Lalu masyarakat pinggiran yang hidupnya penuh dengan penderitaan dan kemiskinan.
Kemudian, perdagangan manusia ini merupakan jalan pintas bagi para pebisnis materialistis untuk mendulang keuntungan besar.
Di sisi lain, sanksi yang tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku turut memperkeruh kasus ini. Selama ini sanksi penjara dan denda tidak sebanding dengan kerugian moril dan materiel yang terjadi.
Setidaknya ada tiga alasan mengapa kasus human trafficking ini tak kunjung selesai, yakni kemiskinan, peluang bisnis, dan sanksi. Namun, tiga aspek ini sebenarnya tak berdiri sendiri, kerusakan ketiga aspek ini berasal dari penerapan ideologi kapitalisme yang berasaskan sekularisme dalam kehidupan.
Kapitalisme Mustahil Menghentikan Perdagangan Manusia
Kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan manusia sebagai sumber hukum telah menimbulkan berbagai kerusakan di muka bumi ini.
Kapitalisme yang juga hanya berpihak kepada para pemilik modal telah melahirkan jurang kesenjangan yang begitu dalam. Mereka yang terkategori miskin sering kali tergoda dengan iming-iming berakhirnya kemiskinan seiring materi yang dijanjikan.
Kapitalisme juga telah membentuk pribadi-pribadi berorientasi materi yang rela menabrak rambu-rambu kemanusiaan dan menghalalkan segala cara demi mendapat keuntungan berlimpah dan human trafficking dijadikan sebagai salah satu lahan bisnis yang berlimpah keuntungan. Pada tahun 2022, website hope for justice merilis bahwa perbudakan modern ini bisa menghasilkan keuntungan sebesar US$245,- miliar.
Satu sisi lagi, sanksi kapitalisme yang berasal dari hukum buatan manusia, tidak akan pernah bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang ada.
Islam Menyelesaikan Human Trafficking
Saat Islam diterapkan dalam kancah kehidupan, Islam akan mampu menjaga hak dasar yang dimiliki manusia, yakni penjagaan terhadap harta, jiwa, keturunan, akal, kehormatan, agama, dan negara.
Islam mengharamkan perzinaan, pembunuhan, kekerasan, tindakan yang merusak keamanan, dan lain-lain (termasuk human trafficking).
Islam akan merealisasikan tujuh hak dasar itu dengan penerapan sistem ekonomi, politik, pendidikan, dan sanksi.
Khilafah akan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat. Rakyat tidak akan hidup dalam lingkaran kemiskinan dan mereka akan dapat memenuhi sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan.
Khilafah juga akan mencegah munculnya peluang bisnis haram, seperti eksploitasi perempuan dan anak.
https://narasipost.com/teenager/06/2023/solusi-tuntas-human-trafficking/
Lebih jauh lagi, Khilafah tidak akan segan memberikan sanksi tegas kepada para pelaku tindak kriminal perdagangan manusia dengan sanksi yang bisa menimbulkan efek jera dan tingkat hukuman bergantung kepada tindak perdagangan yang dilakukan.
Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 179:
وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Artinya: “Dan dalam qishash itu terdapat jaminan kelangsungan hidup bagimu, hai orang-orang berakal, supaya kamu bertakwa.”
Secara geopolitik pun, saat Khilafah tegak, negara yang ada hanya terdiri dari Negara Islam dan Negara Kufur. Setiap warga negara Khilafah yang akan bepergian ke luar negeri untuk suatu urusan, harus melalui izin khalifah, perizinan ini untuk memudahkan Khilafah dalam menjamin keselamatan warga negaranya yang hendak bepergian keluar. Begitu juga sebaliknya, warga negara asing yang hendak masuk ke dalam Khilafah harus melalui izin dan jaminan dari khalifah. Terbatasnya mobilitas antarnegara ini, akan membatasi gerak kejahatan transnasional.
Khatimah
Kapitalisme telah gagal menghentikan kasus human trafficking. Berbagai langkah yang mereka lalukan selalu berakhir dengan kegagalan.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita mencampakkan sistem rusak ini dan menggantinya dengan sistem yang lebih mulia, yakni penerapan Islam dalam naungan Khilafah Islamiah.
Wallahu’alam bishowab. []
Mirisnya hidup diera kapitalisme. Semua diperdagangkan demi cuan.
Dalam kapitalisme, apa pun diperdagangkan demi cuan. Bukan hanya barang, bahkan orang pun diperdagangkan. Parah!
Bnr, mbak.. apa yg bsa djual, semua dijual
Human trafficking malah jadi salah satu alat cari rezeki dalam kapitalisme
Semua yg ada peluang cuan, dibisniskn dlm kapitalisme