Haruskah tetap bertahan tatkala hati begitu lelah dan raga makin lemah? Di satu sisi, lelah fisik dan pikiran begitu menyekap. Namun, di sisi lain, akan ada banyak kebaikan yang lewat jika memutuskan untuk pergi darinya.
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-“Mbak Dina lolot, ya, kerjanya!” Kalimat itu langsung menusuk mata dan hatiku. Sesaat aku terhenyak. Mimpi apa aku semalam, ya? Baru saja buka WA, sudah baca yang beginian. Namun, beberapa detik kemudian aku langsung sadar. Ah, iya, aku memang lelet. I can’t say anything else.
Bikin Puyeng Pemred
Bu Pemred NP memang suka bicara apa adanya. Khasnya orang yang hidup di Western, to the point. Aku pun menganggapnya wajar karena sebagai seorang pimpinan, siapa sih yang suka kalau anak buahnya lelet dalam bekerja? Apalagi saat sedang sibuk-sibuknya ngurusin challenge, lihat timnya lamban, beliau pasti geregetan. Banyak naskah masuk yang harus dicek dan dinilai segera. Belum lagi nanti naskah harus di-publish dan itu membutuhkan waktu yang tak sebentar. Puyeng kepala melihat kinerja tim yang tak sesuai harapan. I’m really sorry ...
Meskipun aku punya alasan tersendiri, tetapi tetap kesalahan ada pada diriku. Alasanku adalah kondisiku. Salahku yang belum mampu mengatasinya.
Aku tidak sakit hati atau baper dengan semua itu. Hanya kecewa menerpaku. Aku kecewa pada diriku yang aku yakin juga mengecewakan beliau sebagai pemred. Harapannya agar aku bisa membantu menjalankan NP menjadi luntur. Aku belum mampu mewujudkannya. Langkahku masih terseok-seok di sini.
Kupikir mundur adalah jalan terbaik bagi semuanya. Namun, aku tak menyadari bahwa ketika ada timnya yang bermasalah, bahkan rontok, telah menjadi beban tersendiri bagi pemred. Siapa pun dia di dalam, besar atau kecil tugasnya, tetap menjadi sebuah kehilangan yang tak mengenakkan.
NP untuk Dakwah
Mengingat kembali visi beliau di NP. Menampung para penulis ideologis untuk berdakwah literasi menjadi visi Bu Andrea mendirikan NP. Ini sama artinya dengan berdakwah itu sendiri. Menurutku, beliau ambil bagian menjadi perantara kebaikan. Beliau menyediakan media bagi para penulis ideologis untuk berdakwah.
Sadar tak bisa menjalankan media seorang diri, beliau pun merekrut orang yang bersedia membantu di NP. Meskipun NP media dakwah, beliau tetap berusaha memberi penghargaan kepada timnya secara materi. Mungkin jumlahnya tidak banyak, tetapi fee tersebut tetap sangat bermanfaat. Harapannya dengan begitu, tim bisa makin termotivasi untuk berkarya di NP.
Beliau sangat serius dalam perkara ini sebagaimana halnya berdakwah merupakan perkara yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Karena itulah, beliau rela mengeluarkan banyak dana dari kantong pribadi supaya NP bisa berkembang dan memberi banyak manfaat bagi umat.
Beliau telah membantu dengan menyediakan peralatan yang menunjang kerja tim di NP. Ada laptop, HP, tablet, alat rekaman, dll yang beliau berikan untuk tim NP. Semua dalam rangka memudahkan tim untuk menunaikan amanahnya dengan baik di NP. Beliau tak ragu mengeluarkan banyak duit untuk keperluan NP. Harapannya supaya NP makin berkibar di jagat dakwah literasi.
Mungkin jika ditotal sudah mencapai empat ratusan juta yang beliau keluarkan untuk NP. Mulai dari biaya sewa hoster, fee seluruh tim, biaya event dan pemateri, rewards untuk peserta challenge, atau hadiah kecil untuk para kontributor yang loyal pada NP. Ya, Bu Andrea memang tak segan mengeluarkan uang untuk mereka yang menunjukkan sense of belong to yang tinggi kepada NP. "Anda loyal, kami royal". Ibaratnya seperti itulah moto beliau.
Kecewa
Namun, semua itu mulai dipertanyakan kala performa tim menurun. Begitu banyak yang telah dikeluarkan, tetapi kenapa masih belum seperti yang diharapkan? Tim Inti(Tim Redaksi ) yang sering menjadi pikiran. Tim Penulis Inti yang tak teriayah bagai anak ayam kehilangan induk. Bahkan, Tim Voice Over yang dahulu membacakan naskah para penulis juga telah bubar duluan. Padahal, peralatan untuk rekaman juga telah difasilitasi untuk tim. Dukungan dana juga tak main-main.
Bukan mengungkit, tetapi ke mana semua itu kini? Sia-siakah mengeluarkan dana yang begitu banyak untuk membangun NP hingga seperti sekarang? Sepadankah semua pengorbanan selama ini?
Teringat kala sakit dan tetap harus bekerja demi bisa mem-publish naskah para penulis. Saat itu memang belum ada yang bisa menggantikan tugas publish naskah selain pemred. Membayangkan bagaimana beliau memaksakan diri melakukan pekerjaan yang menguras fisik dan pikiran di saat seharusnya mengistirahatkan raga yang sedang tidak baik.
Kekecewaan makin menebal seiring kesalahan berulang yang terus terjadi di dalam tim. Bahkan, ada kesalahan fatal yang tak pelak melukai dan mencoreng nama baik NP. Tak terbayang bagaimana rasanya menjadi beliau sebagai pemred media dakwah. Bukan hanya nama NP, tetapi dakwah literasi turut terimbas. Ada tanggung jawab besar yang harus dipikul.
Aku tak tahu perasaan beliau secara persis. Aku hanya bisa membayangkan rasa kecewa dan terluka beliau oleh orang dekat, orang yang beliau sayangi. Sesungguhnya, luka yang disebabkan oleh orang yang kita sayangi adalah luka yang teramat perih.
Lelah Hati
“Saya sudah di batas give up tentang NP ...” Hatiku berdesir membaca chat beliau. Rasa bersalah menghinggapiku. Orang yang kukenal sebegitu tangguhnya sampai menulis seperti itu. Ya, Allah ...
Lelah. Beliau benar-benar lelah dengan semuanya. Lelah harus selalu menegur timnya. Lelah harus marah-marah dahulu sehingga tim bisa kerja dengan benar. Lelah menunggu gagasan-gagasan dari tim yang tak kunjung muncul. Lelah harus beliau sendiri yang turun tangan. Lelah harus apa-apa dari beliau. Lelah melihat timnya yang tak segera ‘berlari’ dalam menjalankan NP.
Padahal, beliau sangat mengharapkan timnya mempunyai inisiatif dan bisa berinovatif demi kemajuan NP. Beliau merasa bahwa tim sudah cukup pengalaman dan harusnya bisa mengelola NP secara mandiri. Masing-masing juga sudah tahu tugas dan kewajibannya. Cukup tunaikan amanah di NP dengan sebaik mungkin.
Dengan berbagai fasilitas yang diberikan, bolehkah diri berharap adanya feedback yang memuaskan dari tim? Begitu mungkin yang ada dalam benak beliau. Harapan dan keinginan yang wajar dari seorang pemred.
Namun, sepertinya keinginan itu harus berkompromi dengan kenyataan. Harapan yang seakan masih bertepuk sebelah tangan. Tak semua berjalan seperti yang beliau inginkan. Beliau harus menerima kesalahan demi kesalahan tim yang tak jarang membuat dada sesak. Beliau harus membereskannya karena beliau adalah pimpinan yang memikul tanggung jawab atas timnya.
Lelah fisik mungkin bisa segera hilang dengan beristirahat. Namun, lelah hati tak mudah untuk mengobatinya.
Aku tercenung. Ada perih yang menjalar di hatiku. Aku adalah orang yang turut menjadi penyebab lelah hati sang pemred. Astagfirullah. Maaf ...
Haruskah Bertahan atau Meninggalkan?
Dalam kelelahan hati itu, kegalauan menyapa beliau. Apakah terus bertahan atau pergi meninggalkan? Tebersit dalam pikiran untuk menyudahi semuanya. Ada hal lain yang ingin dikerjakan. Ada bisnis properti yang menarik untuk digeluti.
Namun, ada rasa amat sayang atas semua yang sudah didapatkan di NP. Membangun NP dari nol, jatuh bangun menghadapi berbagai terpaan ujian dan cobaan sampai NP bisa berkibar dan cukup disegani hingga kini.
Apalagi NP bukanlah sekadar media informasi, melainkan sebuah wasilah untuk beramal dan berdakwah. Banyak potensi pahala yang bisa diraup melalui NP. Meskipun bukan kita sendiri yang menyampaikan kebaikan, tetapi kita masih bisa membantu dalam menyediakan sarana atau memudahkan para penulis ideologis untuk berdakwah. Sebuah kebaikan yang luar biasa tanpa sedikit pun mengurangi pahala dari orang yang beramal langsung.
NP juga memberi banyak manfaat bagi umat. Tulisan-tulisannya yang mencerdaskan selalu dinanti. Kontennya yang berani menguak kebenaran sangat dibutuhkan di tengah gulita kejahiliahan dan kezaliman kekuasaan. NP menjadi salah satu kapal dakwah yang diperhitungkan di samudera literasi dunia.
Akankah itu berhenti dan tinggal kenangan? Haruskah pergi agar lelah ini terobati? Haruskah melepaskan semua ini?
Haruskah tetap bertahan tatkala hati begitu lelah dan raga makin lemah? Di satu sisi, lelah fisik dan pikiran begitu menyekap. Namun, di sisi lain, akan ada banyak kebaikan yang lewat jika memutuskan untuk pergi darinya. Ya, Allah berikan petunjuk dan pertolongan-Mu ...
Maaf
Aku tak bisa banyak menolongmu, Bu ... Aku hanya bisa mendoakanmu. Aku tak akan pernah bosan untuk meminta maaf darimu. Maafkan, aku yang telah mengecewakanmu. Maafkan, aku yang tak bisa banyak membantu. Maafkan, aku atas segala kesalahanku.
Semua keputusan ada di tanganmu, Bu. Engkaulah yang berhak memutuskan. Jika menurutmu itu baik, maka lakukanlah. Aku yakin engkau akan mempertimbangkan masak-masak sebelum mengambil keputusan. Engkau punya sahabat baik sebagai tempatmu sharing dan ... ada Allah tempatmu mengadu dan meminta. Apa pun yang terjadi nanti, itulah garis ketentuan-Nya.
Wallahu a'lam bishawaab []
Sama seperti diri ini yang belum bisa berkontribusi banyak untuk NP
Beribu maaf kembali saya ucapkan untuk Mom Andrea selaku Pemred NP. Semoga segala keberkahan dan rahmat selalu menyertai Mom Andrea sekeluarga dan keluarga besar NP yang terus menghidupkan NP.
Masyaallah, begitu sepertinya perasaan Bu Pemred yang gak diketahui banyak orang.
Lelah!
Barakallah Mbak Dina
Semoga Mom Andrea selalu diberi kesehatan dan kekuatan dalam menjalankan NP.
Ya, Allah.....naskah yang luar biasa. Membawa pembaca ikut merasakan apa yang dirasakan oleh penulis. Mbak Deena.....
Tak bisa aku berkata-kata.
Ikut merasa lelah, resah, akan kemana semua ini di bawa.
Mom Andrea, doa terbaik untukmu.
Semoga semua pengorbananmu berbalas keberkahan untuk dunia dan akhirat.
Love you couse Allah.
aamiin ya Rabb
Mom, jangan menyerah *emot love* , Mbak deena selalu kereenn dalam membawakan suatu ceritaa..... *Emotjempol*
Sudah di batas give up mbak..
Maaf lahir batin..
From the bottom of my heart..
lho koq minta maaf? hehehhe
Tulisannya mbak dina selalu mantul..
Mom, semoga Allah selalu membalas semua kebaikan yang sudah Mom lakukan
aamiin ya Rabb..
Don't give up! Bu Pemred ..semoga keikhlasan memelukmu. Aamiin doa terbaik untukmu bu.
Naskah mb Deena menguraikan perasaan seorang Pemred dalam pergolakan batin. Keren mb Dena dan pemred yg luar biasa ,
Sudah sangat lelah mbak, apa yang mbak Deena tulis memang benar adanya koq