Suasana rumah yang penuh kehangatan tentu menjadi impian semua orang. Namun, pada kenyataannya hal itu merupakan sesuatu yang sulit untuk didapatkan.
Oleh. Atien
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pulang ke rumah merupakan sesuatu yang ditunggu oleh siapa saja yang telah seharian penuh berkutat dengan aktivitasnya. Rasa lelah karena kesibukan sekolah, kuliah, dan bekerja membuat semua orang ingin segera kembali ke rumahnya.
Suasana rumah yang hangat dan sambutan manis dari semua anggota keluarga nyatanya mampu menjadi obat dari rasa penat yang menderanya. Apalagi bagi mereka yang telah lama jauh dari orang tua, tentu ada rasa rindu yang memenuhi ruang hatinya.
Penggambaran rumah yang dirindukan bisa dinikmati melalui lirik lagu;
Rindu rumah aku rindu pulang
Rindu yang tersayang ayah dan ibu
Rindu rumah aku rindu pulang
Rindu ku disayang sanak saudara.
Lagu tersebut merupakan kerinduan seorang anak dengan suasana rumah di masa kecilnya. Perhatian dan kasih sayang dari orang tua menjadi kenangan indah yang tak terlupakan sampai dia dewasa. Hal itu menunjukkan bahwa rumah merupakan tempat paling nyaman untuk membangun ikatan kasih sayang antara anak dan ayah ibunya.
Rumah, Tak Lagi Berkesan
Suasana rumah yang penuh kehangatan tentu menjadi impian semua orang. Namun, pada kenyataannya hal itu merupakan sesuatu yang sulit untuk didapatkan. Bagaimana tidak, rumah yang seharusnya menjadi tempat untuk berbagi cerita antarsesama anggota keluarga, tak ubahnya seperti kos-kosan yang berisi orang asing. Di sana tak terlihat keakraban di antara penghuni rumah sebagai pengikat kebahagiaan. Tak ada pula waktu untuk bersama, saling melepas canda tawa, dan berbagi keceriaan. Pun tak terpikirkan untuk bisa saling curhat antara anak dan orang tua sebagai curahan kasih sayang. Semuanya sibuk dengan urusannya masing-masing.
Seorang suami waktunya tersita untuk bekerja dari pagi hingga malam hari. Sementara itu, istrinya pun sibuk dengan komunitas ibu-ibu sosialita yang hanya bersaing dan membahas tentang materi. Hal itu membuat anak kehilangan kasih sayang dari orang tuanya sehingga tak betah di rumahnya sendiri. Semuanya tenggelam dengan masalahnya tanpa terjalin komunikasi. Alhasil, kenyamanan dan kehangatan yang diinginkan hanya sebuah teori. Sebaliknya, yang hadir justru suasana kaku, beku, dan kesunyian yang menyiksa diri.
Korban Sistem Rusak
Kebekuan yang meliputi suasana rumah ternyata berakibat fatal pada penghuninya. Tak terasa, ada yang hilang dari jangkauan seluruh anggota keluarga. Semuanya kehilangan momen kebersamaan yang begitu berharga. Lebih dari itu mereka juga merasa asing dengan orang-orang yang dikasihinya. Hal itu disebabkan tidak berfungsinya peran yang ada di dalam keluarga. Alhasil, anaklah yang menjadi korban dari hubungan yang tidak harmonis dari kedua orang tuanya.
Begitu juga dengan orang tua yang tak mampu menjadi pendidik, pengasuh, dan pelindung bagi anak-anaknya. Kegagalannya sebagai orang tua merupakan sebuah tamparan yang nyata. Mereka pun sebenarnya sama-sama menjadi korban dari sistem yang hingga saat ini masih dipelihara. Sistem tersebut adalah sistem rusak buatan manusia yang membuat orang tua tak bisa berperan sebagaimana mestinya.
Di sistem ini, peran orang tua dikebiri sedemikian rupa. Bagi suami atau ayah perannya hanya berhenti di ranah mencari nafkah belaka. Padahal, figur seorang ayah juga dibutuhkan untuk menjadi teladan bagi anak-anaknya. Sosok seorang ayah yang tangguh dan penuh perhatian kepada anak merupakan sesuatu yang berharga. Namun, atas nama rasa lelah, peran tersebut diabaikannya.
Hal yang sama juga menimpa sang istri. Perannya yang mulia sebagai pengurus rumah tangga dan pembimbing terbaik bagi anak-anaknya tak pernah bisa terealisasi. Kesibukan di luar rumah membuatnya kehilangan rasa peduli atas pentingnya peran ibu sebagai guru bagi generasi. Atas nama eksistensi diri, dirinya mengabaikan kewajibannya demi sebuah gengsi. Setali tiga uang, tak pernah ada waktu baginya untuk mengurusi anak dan suami. Alhasil, perannya dalam rumah tangga tak berfungsi sama sekali.
Jika demikian kondisinya, siapa yang akan betah untuk berlama-lama di rumah? Siapa yang tahan dengan suasana sepi yang penuh kesunyian? Jangankan merasakan kangen, untuk sekadar membayangkan saja, dia merasa segan. Namun, apa daya, dirinya pun tak punya pilihan. Alhasil, kepulangannya ke rumah hanya untuk sekadar melepaskan rasa lelah dan sedikit beban. Tak sadar hal itu membuat hatinya terimpit rasa gundah dan gelisah yang berkepanjangan. Semua itu menjadi bukti bahwa sistem rusak buatan manusia bagaikan senjata makan tuan yang membuatnya ikut menjadi korban.
Peran Orang Tua dalam Islam
Di dalam Islam, peran suami sekaligus ayah memang mutlak sebagai pencari nafkah bagi keluarganya. Namun, dia pun memiliki kewajiban sebagai pemimpin bagi istri dan anak-anaknya. Sedangkan sebagai ayah, dia harus punya ilmu agar mampu mengarahkan anak-anaknya untuk memiliki akidah yang kokoh dan pribadi bermental baja. Akidah tersebut nantinya sebagai jalan agar sang anak bisa mengenal Tuhannya. Hal itu menjadi suatu keharusan dalam membentuk pribadi yang bertakwa.
Mengenai hal tersebut, Allah Swt. berfirman di surah Luqman ayat 13 yang artinya: ”Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberikan pelajarannya: ‘ Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah! Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Dari ayat di atas bisa diambil kesimpulan bahwa seorang ayah juga memiliki andil besar dalam mendidik anak-anaknya. Bagi anak laki-laki, ayah adalah sosok teladan. Sedangkan untuk putrinya, dirinya merupakan pelindung. Namun, dalam hal pendidikan, pemahaman akidah menjadi keniscayaan bagi anak laki-laki maupun perempuan.
Demikian pula dengan ibu yang memiliki peran strategis di dalam rumahnya. Tugasnya sebagai pengurus rumah tangga memang tak bisa dipandang sebelah mata. Banyaknya pekerjaan rumah tak membuatnya merasa terpaksa. Semua itu dilakukan dengan ikhlas untuk mendapatkan rida-Nya. Di tambah lagi perannya yang tak kalah penting yaitu sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya. Hal yang istimewa ini membuatnya harus memiliki kemampuan dan pemahaman agama. Hal itu menjadi poin penting agar anaknya tidak salah arah dalam menjalani aktivitasnya di dalam kehidupannya.
Sebab dirinya paham betul bahwa anaknya kelak yang akan menjadi generasi penerus perjuangannya.
https://narasipost.com/family/03/2021/rumah-surga-untuk-mutiara-umat/
Penggambaran pentingnya peran seorang ibu dituturkan oleh seorang penyair muslim yang berbunyi: “Ibu adalah madrasah (sekolah), jika engkau mempersiapkannya dengan baik, maka engkau telah mempersiapkan sebuah bangsa yang luhur karakternya.”
(Ahmad Syauqi r.a.)
Peran seorang ibu memang luar biasa. Dengan ilmu yang dimilikinya dia mampu mendidik anaknya agar patuh kepada Penciptanya.
Melalui tangan dinginnya dia paling memahami cara menyulap rumah agar terasa sejuk dan nyaman suasananya. Begitu juga limpahan kasih sayangnya yang hangat membuat penghuni rumah merasa begitu dekat dengannya. Pun perhatiannya yang tak pernah berkurang membuat anaknya merasa rindu untuk segera pulang ke rumahnya.
Membentuk Generasi Pejuang
Peran orang tua yang demikian membuat suasana rumah penuh kehangatan dan cinta. Dari sinilah mereka mampu berkomunikasi dengan baik dengan anak-anaknya. Orang tua juga mengerti bahwa rumah menjadi tempat terbaik untuk membentuk generasi pembela Islam yang mulia.
Di tempat bernama rumah semua pelajaran tentang kehidupan dimulai. Di sinilah anak diasuh, dididik, dibesarkan, dan dibina agar menjadi hamba yang memahami aturan Ilahi. Orang tua bisa menjadikan rumahnya sebagai tempat tinggal yang nyaman di segala kondisi. Baginya, rumah menjadi tempat strategis untuk membina generasi yang punya visi misi tinggi.
Visi misi tersebut tidak lain adalah menjadi generasi pejuang dakwah Islam kaffah yang mumpuni.
Hanya saja, visi misi yang mulia tersebut membutuhkan upaya, usaha, kerja keras, dan doa yang tak kenal lelah. Sebab hal itu merupakan cita-cita tinggi lagi mulia yang tak mudah untuk diraih. Namun, sebagai seorang muslim sekaligus orang tua, tentu kita tak boleh menyerah.
Yakinlah bahwa setiap perjuangan yang diiringi niat dan cara yang benar pasti akan mendapatkan balasan dari Allah Swt. Tak lupa pula tersemat di setiap doa, kelak di kampung akhirat kita bisa mendapatkan rumah yang nyaman di surga-Nya.
Wallahu a'lam bish-shawwab. []
Jazakillah Khoir mom dan Punggawa NP