Polemik UKT ini menjadi bukti jika biaya pendidikan tinggi masih menjadi masalah besar bagi mayoritas peserta didik di Indonesia.
Oleh. Isty Da’iyah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) digunakan oleh mahasiswa di beberapa kampus untuk memprotes masalah kenaikan UKT. Bukan hanya mahasiswa baru yang memprotes naiknya UKT, namun semua mahasiswa kompak memprotesnya. Karena dikhawatirkan yang akan mengalami kenaikan nominal, bukan hanya mahasiswa baru, namun mahasiswa lama juga akan dinaikkan.
Maraknya protes mahasiswa terhadap besaran UKT yang ditetapkan kampus akhir-akhir ini memang sering terjadi. Menurut politikus PKB, polemik UKT ini menjadi bukti jika biaya pendidikan tinggi masih menjadi masalah besar bagi mayoritas peserta didik di Indonesia. (Republika, 4/5/2024).
Dilansir dari Tribunnews.com 2/5/2024, menanggapi kabar tingginya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT), Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan bahwa pihaknya memberikan kesempatan kepada perguruan tinggi untuk menetapkan UKT. Meski begitu, Nadiem mengatakan bahwa kampus tidak boleh mencari penghasilan dari mahasiswa.
Prinsip dasarnya, UKT diberikan kepada setiap perguruan tinggi yang diberi kesempatan untuk menghasilkan berbagai macam penghasilan yang bukan dari mahasiswa.
Menurut Nadiem, pembiayaan yang berasal dari Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-Kuliah) bisa menjadi solusi tingginya biaya UKT. (TribunNews.com, 2/5/2024).
Liberalisasi dan Kapitalisasi Pendidikan
Liberalisasi dan kapitalisasi pendidikan di Indonesia dengan dalih otonomi kampus, dimulai ketika perancangan status kampus negeri menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara) melalui penetapan PP 60/1999 tentang Pendidikan Tinggi dan PP 61/1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum. Kemudian terbit UU no. 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan atau UU BHP. Peraturan tersebut menuai banyak protes karena dianggap pemerintah lepas tangan atas keberlangsungan pendidikan di Indonesia, dan membuat pendidikan Indonesia makin mahal.
Akhirnya undang-undang Ini dibatalkan KPK. Namun, tidak lama kemudian pemerintah menetapkan UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) yang mewajibkan pengelolaan perguruan tinggi berbadan hukum milik negara ditetapkan sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH). Dalam pengelolaan keuangannya selain mendapat subsidi pendidikan berupa bantuan operasional perguruan tinggi negeri yang dianggarkan dari APBN, PTN BH juga dimungkinkan untuk memperoleh dana dari masyarakat. Dengan pengelolaan keuangan yang lebih fleksibel ini, PTN BH dinilai dapat lebih meningkatkan mutu Tridharma Perguruan Tinggi.
Konsekuensinya dengan adanya kebijakan ini adalah terbukanya peluang besar kepada pihak swasta, lokal atau asing dapat menjadi penyedia dana melalui kerjasama riset dan proyek dengan kampus-kampus.
Terlebih dengan adanya kurikulum KMBKM (Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka) makin menghilangkan peran negara dalam pendidikan warganya. Adanya aturan yang mempermudah PTN menjadi PTN BH (Perguruan Tinggi Berbadan Hukum) artinya memperluas komersialisasi pendidikan.
Akibatnya kampus dengan dalih otonomi nonakademik perlahan dicabut subsidinya oleh negara dan diminta berupaya sendiri untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya. Akhirnya kampus menaikkan biaya kuliah sehingga pendidikan tinggi menjadi sesuatu yang mahal.
Di sisi lain kampus menjadi lebih berorientasi pada keuntungan dan pasar bebas dengan menjalin kerja sama seluas-luasnya dengan sektor industri swasta dan asing. Fleksibilitas kampus dalam menentukan standar kelulusan, yakni boleh menulis skripsi atau diganti dengan tugas atau proyek lain sejatinya juga bentuk dari liberalisasi pendidikan. Standar kualitas kelulusan di perguruan tinggi diserahkan pada peminta industri bukan pada orientasi pendidikan.
Akar Masalah Peliknya Pendidikan
Polemik dan peliknya masalah pendidikan yang tidak kunjung selesai adalah akibat sistem kapitalis sekuler yang ada saat ini. Ideologi kapitalis dengan watak dasarnya berusaha lepas tangan dari kewajiban warga negara, makin hari makin kelihatan di dunia ini.
Meski dibungkus dengan narasi manis demi perbaikan kualitas pendidikan dan peningkatan ekonomi, namun tidak bisa dimungkiri bahwa setiap undang-undang untuk pendidikan adalah sebagai bentuk kezaliman terhadap hak-hak warga negara. Karena sejatinya pendidikan adalah hak setiap warga negara. Bahkan pemenuhan hak pendidikan haruslah murah bahkan gratis dengan kualitas yang terbaik, adalah tanggung jawab negara. Sehingga tidak ada alasan apa pun bagi negara untuk menambah beban rakyat yang selama ini sudah banyak, dengan naiknya biaya pendidikan tinggi.
Sungguh tidak masuk akal jika alasan kekurangan dana menjadi latar belakang naiknya biaya pendidikan. Sumber daya alam yang Allah limpahkan kepada bangsa ini sangatlah berlimpah, namun ke mana larinya sumber daya alam tersebut? Sehingga anak bangsa untuk mengenyam pendidikan harus melalui proses yang panjang.
Sehingga jelaslah kapitalisasi pendidikan merupakan ajang bisnis bagi para kapitalis, begitulah ketika kita hidup di sistem kapitalis. Deretan masalah dan kesempitan hidup dari segala aspek kehidupan termasuk pendidikan seakan tidak pernah surut. Kesempitan hidup efek dari penerapan sistem yang tidak sesuai syariat Islam telah nyata datang berturut-tubi, mulai dari kurikulum yang terus berganti tanpa efek peningkatan kualitas generasi, hingga masalah biaya pendidikan yang terus melambung tinggi hingga saat ini. Lalu kesengsaraan apalagi yang akan menimpa anak negeri ini, jika kita masih bertahan dengan sistem kapitalis sekuler?
Padahal, Allah memberi peringatan dalam Al-Qur’an surah Thaaha ayat 124 yang artinya:
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Pendidikan dalam Islam
Dalam Islam ada gambaran detail mengenai pembiayaan pendidikan yang mampu menjamin pendidikan dengan gratis dengan kualitas fantastis. Melalui keuangan negara yang kuat, pendidikan gratis dalam sistem Islam bisa dirasakan oleh semua warganya. Hal ini sudah terbukti selama 13 abad lamanya. Sebagai contoh lahir sosok ilmuwan seperti Ibnu Sina, Al Khawarizmi, Imam Syafi'i, dan lainnya.
Pelaksanaan pendidikan yang berbasis akidah Islam tentu tidak lepas dari penerapan sistem Islam secara kaffah yakni Khilafah, yang menjadikan wahyu Allah sebagai sumber pengaturan negara dalam segala aspeknya, sehingga menjadikan keberkahan dalam pendidikan, maupun bidang lainnya.
Pengelolaan kekayaan umat yang berasas Islam, di mana setiap kekayaan umat/umum diharamkan untuk dimiliki oleh siapa pun, selain untuk pembiayaan kebutuhan, dan hak dasar umat seperti pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik lainnya.
Dengan strategi pembiayaan yang diatur dalam Islam, akan mampu menghapus segala bentuk pungutan yang menzalimi rakyat. Termasuk pungutan biaya pendidikan tinggi.
Di antara keunggulan sistem pendidikan Islam dibanding pendidikan dalam sistem kapitalis, telah terukir indah dalam sejarah Islam yang banyak kita jumpai dalam kitab-kitab para ulama, yang secara ringkas bisa kita simpulkan:
- Kurikulum Islam kompatibel dengan segala usia, dari yang kanak-kanak hingga dewasa, bahkan dewasa menuju tua. Bisa dilihat dari keberhasilan pendidikan ketika Rasulullah mendidik Ali bin Abu Thalib yang ketika itu masih kecil sampai usia dewasa dan menjadi sahabat Rasul. Semuanya memiliki kepribadian unggul, mengagumkan sesuai karakter bawaannya.
- Di era kekhilafahan berikutnya, dunia Islam terdepan dalam pendidikan dan meninggalkan jejaknya hingga kini sebagai peletak dasar sains dan teknologi. Para ilmuwan lahir di masa kegemilangan kekhilafahan Islam.
- Pendidikan bermutu dalam masa Khilafah diperoleh gratis dan pelajar masih mendapat tunjangan sebesar 1 Dinar.
- Hasil pendidikannya menghasilkan manusia yang benar-benar berkualitas. Mulai dari keimanannya, penguasaan materi keislaman, penguasaan sains teknologi untuk bekal kehidupan, dan tentu saja adabnya yang tak tertandingi.
Sehingga sudah seharusnya sebagai umat Islam berusaha untuk mengembalikan tatanan kehidupan Islam yang sesuai dengan ketentuan Allah Swt.
Wallahu a'lam bishawab. []
Era kapitalisme tak pernah hiraukan rakyat. Rakyat semakin melarat. Pendidikan yang harusnya gratis malah jadi komoditi psta kapitalis
Miris ya, rakyat disuruh pintar tapi biaya pendidikan begitu mahal. Negeri kaya SDA tapi negara tidak mampu memberikan layanan pendidikan gratis.
Hari ini mahalnya sebegitu, bagaimana 3 tahun lagi ya? Makin rindu khilafah
Melarang memungut dari mahasiswa, tetapi tidak mengucurkan dana. Ucapan basa basi pak Menteri yang mati gaya karena aslinya tidak punya solusi. Semua PT akhirnya nyari uang sendiri-sendiri. Darimana lagi yang paling mudah dan cepat kalau bukan dari mahasiswa yang di pundaknya ada segunung harap orang tuanya.
UKT makin mencekik. Rakyat miskin smakin sulit untuk kuliah
Alhamdulillah, suara hati rakyat yang anaknya mau kuliah akhirnya tertuang dan tayang di NP. Jazakillah tim Np