Antara Ketahanan Keluarga dan Kebijakan Bimwin

Antara

Antara Bimwin dengan berbagai problem keluarga saat ini tidak ada relevansinya. Berharap Bimwin menjadi solusi bagi perbaikan kualitas keluarga adalah ilusi.

Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Begitulah harapan Kemenag dengan peluncuran program Bimbingan Perkawinan (Bimwin). Dikutip dari laman kemenag.go.id, penyelenggaran kegiatan sebagai upaya menurunkan stunting dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Diharapkan pula, keikutsertaan calon pengantin dalam Binwin dapat meningkatkan ketahanan keluarga dan menurunkan angka perceraian. Ada 8 materi wajib dari BimWin yang sudah disiapkan.

Diwartakan oleh cnbcindonesia.com (31/03/2024), calon pengantin wajib mengikuti Bimwin mulai Juli 2024. Kasubdit Bina Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag, Agus Suryo Suripto, menyampaikan yang tidak mengikuti Bimwin tidak dapat mencetak buku nikah, dokumen penting sebagai bukti tanda sahnya pernikahan.

Menakar Program

Tidak bisa dimungkiri ketahanan keluarga saat ini rapuh. Indikasinya adalah masih tingginya perceraian. Sepanjang 2023 terjadi 408.347 perceraian dengan latar belakang beragam. Ada karena faktor ekonomi, perselingkuhan, poligami, hingga kekerasan dalam rumah tangga.

Selain itu, anak stunting menambah tumpukan masalah dalam keluarga terutama pada tingkat ekonomi dan pendidikan rendah. Padahal, Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, tetapi satu dari lima anak di Indonesia mengalami kekurangan gizi kronis. Kasus stunting di Indonesia masuk ke dalam lima terbesar dari 88 negara di dunia. Penyebab stunting adalah keterbatasan ekonomi dan pendidikan, kurang mendapat perawatan kesehatan, tidak memperoleh akses layanan air dan sanitasi yang baik.

Dengan melihat realitas tersebut, program Bimwin sangat jauh panggang dari api. Berharap Bimwin menjadi solusi bagi perbaikan kualitas keluarga adalah ilusi. Tidak ada relevansi antara Bimwin dengan berbagai problem keluarga saat ini.

Salah Kebijakan

Karut-marut persoalan keluarga sejatinya tidak lepas dari peran negara sebagai institusi tertinggi yang menerapkan berbagai kebijakan. Alih-alih memperkuat, yang terjadi justru semakin melemahkan keluarga. Sebut saja program moderasi beragama yang saat ini sedang digencarkan.

Pemahaman moderasi beragama telah menggerus keimanan yang sejatinya fondasi terpenting dalam keluarga. Bagaimana tidak, pemahaman toleransi yang kebablasan dengan memandang semua agama sama, telah melepaskan ikatan antara muslim dengan akidah dan syariat Islam. Ini yang mengakibatkan mudahnya terjadi perceraian karena rapuhnya ikatan dalam pernikahan itu sendiri.

Setali tiga uang, sistem pendidikan pun turut mengaruskan moderasi beragama dengan menyebar racun islamofobia. Kurikulumnya lebih berorientasi mencetak pekerja. Wajarlah, output pendidikannya sangat gagap. Ketika sudah menikah, bingung antara menjalankan peran sebagai suami-istri atau orang tua.

https://narasipost.com/opini/10/2023/narasi-sesat-pencegahan-perkawinan-anak/

Peran negara dalam menyejahterakan rakyat pun kian tergerus. Pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat dialihkan kepada para kapital yang tentunya harus berbayar. Kondisi yang memberatkan di antara beban keluarga, apalagi dengan minimnya pemahaman tentang rezeki dan tawakal. Kefakiran berkombinasi dengan lemahnya iman memproduksi banyak persoalan.

Jika ditarik benang merahnya, persoalan terkait keluarga bukan disebabkan faktor pasangan suami istri semata. Berbagai kebijakan negara bermazhab sekuler kapitalisme dengan meminggirkan peran agama telah melemahkan keluarga secara massal dan sistematis. 

Inilah derita yang harus dibayar ketika ikatan agama sudah terlepas dari ruang kehidupan manusia. Sulit bagi keluarga bisa bahagia. Malah mereka dibuat babak belur, mengap-mengap menghadapi persoalan yang terus datang silih berganti. Kemenag seharusnya menelisik persoalan yang membelit keluarga hingga pada akarnya. Solusi benar-benar bersifat substantif, bukan tambal sulam.

Rumah Tangga Dambaan

Rasulullah adalah sebaik-baik teladan dalam berbagai peran yang dapat dipraktikkan dalam kehidupan sekarang. Termasuk dalam membangun keluarga sakinah. Sebagai seorang qowwam, membangun rumah tangga dengan istri layaknya sahabat. Hubungan yang didasarkan atas kasih sayang sehingga terbangun tolong-menolong, saling mendukung, dan menasihati. Suami dan istri dapat berperan optimal baik dalam ranah domestik maupun publik.

Dalam Islam, berkeluarga tidak hanya untuk melahirkan anak, melainkan membangun generasi peradaban. Keluarga menjadi tempat paling ideal sebagai persemaian bibit generasi bertakwa. Keluarga muslim berkarakter memelihara ketaatan seluruh anggotanya dan turut bertanggung jawab terhadap perbaikan kehidupan sekitarnya.

Orang tua berperan besar membersamai anak-anaknya belajar membangun jaringan dan lingkungan kondusif bagi pertumbuhan dan kematangan berpikir anak-anaknya. Sering membincangkan masalah umat, negara, dan dakwah. Terbangunlah visi besar yang mengarahkan pada proyek-proyek keumatan.

Keluarga memiliki peranan strategis karena menjadi tempat pembinaan politik. Masing-masing anggotanya melakukan never end process untuk terus meng-upgrade dan meng-empower potensi agar layak masuk surga bersama-sama. Suasana rumah tangga harmonis dan bersinergi dalam mengarungi medan dakwah dengan spektrum yang kian meluas.

Sistem Islam Menjaga Keluarga

Segunung masalah yang menimpa keluarga hari ini hakikatnya manifestasi kegagalan sistem sekuler kapitalisme. Sistem yang mendegradasi peran agama sehingga hubungan antarmanusia melabrak batasan halal dan haram.

Berbagai aturan lahir dari pemikiran manusia atas dasar manfaat dan keuntungan, sehingga wajar celah berbagai kemungkaran terbuka lebar. Sistem rusak ini pula telah menyeret banyak keluarga saleh dalam pusaran masalah. Hal ini disebabkan gaya hidup liberal dibiarkan berkembang dan menular dengan kecepatan yang sulit dibendung.

Berbeda halnya ketika kehidupan diatur oleh sistem Islam kaffah. Suasana ketakwaan dipelihara sehingga orang tua bisa tenang ketika berada di samping anak atau saat mereka berada di luar rumah.

Berikut ini perlindungan keluarga melalui mekanisme berlapis.

Pertama, negara berkewajiban agar setiap muslim terjaga ketaatannya kepada Allah Swt. Keluarga muslim berdaya dalam mendidik anak-anaknya karena negara memberi edukasi baik melalui lembaga pendidikan, berbagai kajian, atau media. Selain itu, peluang kemungkaran ditutup rapat termasuk informasi dari media sosial. Penerapan konsep seperti syukur, sabar, tawakal, jujur, menambah ketenangan suasana keluarga.

Kedua, negara berperan optimal dengan menjamin pemenuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Kurikulum pendidikan berasaskan akidah Islam dan menyiapkan para pelajarnya menjadi calon ayah dan ibu. Persiapan membangun keluarga samawa bukan melalui proses singkat, melainkan proses panjang dan terencana. Pendidikan di rumah dan lembaga pendidikan saling bersinergi untuk menghasilkan output berkepribadian Islam.

Ketiga, pelaksanaan sistem ekonominya mendukung para ayah bisa bekerja dan memberikan nafkah yang layak. Berbagai harga kebutuhan pokok seperti pangan diupayakan terjangkau sehingga pemenuhan gizi anggota keluarganya tercukupi. Lapangan kerja terbuka baik oleh swasta maupun negara. Bahkan, perempuan pun diberi kesempatan bekerja terutama pada posisi yang sangat dibutuhkan seperti perawat atau dokter kandungan, asal memenuhi pakem syariat.

Keempat, adanya budaya amar makruf nahi mungkar akan mencegah siapa pun melakukan pelanggaran hukum syarak. Antara semua muslim bersaudara sehingga penjagaan terhadap seseorang dilakukan seluruh warga. 

“Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu tak lain adalah bersaudara.” (TQS. al-Hujurat: 10)

Termasuk pemberian sanksi yang tegas untuk perbuatan dosa tertentu seperti zina atau mencuri yang akan mencegah muncul pelaku berikutnya.

Ketika kehancuran keluarga sudah di depan mata, umat Islam harus segera sadar dan menyegerakan penerapan syariat Islam secara kaffah. Menyelamatkan nasib keluarga tidak bisa ditunda karena dari sanalah lahir generasi penerus masa depan.

Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Novianti Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Mental Ibu dan Hak Pengasuhan
Next
Kembali ke Surga
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

5 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Firda Umayah
Firda Umayah
7 months ago

Program binwin tidak cukup untuk menyelesaikan masalah keluarga kalau tidak didukung sistem yang baik

Sartinah
Sartinah
7 months ago

Mirisnya lihat beragamnya kasus yang menimpa keluarga muslim, mulai dari perceraian, KDRT, dll. Andai hidup dalam sistem Islam pasti keluarga bisa terlindungi.

Novianti
Novianti
Reply to  Sartinah
7 months ago

Betul. Problemmya sudah kayak benang kusut. Hampir semua keluarga terengah-engah. Dakwah Islam kaffah seharusnya disambut masyarakat agar semua keluarga terselamatkan.

Mahganipatra
Mahganipatra
7 months ago

Sedih, melihat bagaimana keluarga hancur akibat perceraian, perselingkuhan yang kian marak. Di kampung saya banyak para istri yang bekerja ke LN atas nama pahlawan devisa. Semua terjadi karena diterapkannya sistem kapitalisme-sekuler.
Semoga aturan Islam segera tegak ya mbak, hingga akan banyak keluarga muslim yang terselamatkan. Aamiin

Novianti
Novianti
Reply to  Mahganipatra
7 months ago

Aamiiiin ya Allah. Keluarga lemah karena memang negara tidak melindungi. Bahkan, saat ini pilar terkecil ini mau dihancurkan. Gaya hidup liberal dan moderasi beragama dideraskan. Sistem sekuler kaplitalis benar-benar membumihanguskan agama dari permukaan bumi.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram