Penutupan panel yang mengawasi Korea Utara tidak terlepas dari kepentingan Rusia yang berkaitan dengan invasi Ukraina yang dijalankannya.
Oleh. Firda Umayah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Derap Dakwah Umayah)
NarasiPost.Com-Rusia dikabarkan telah menutup panel ahli PBB yang memantau sanksi terhadap Korea Utara. Diketahui bahwa Korea Utara mendapatkan sanksi internasional atas program nuklir yang dijalankan sejak 2006. Veto negeri Beruang Merah untuk menutup panel tersebut seakan mengindikasi adanya “pengakuan bersalah” negara tersebut di tengah tuduhan bahwa Korea Utara telah membantunya dalam perang melawan Ukraina. (beritasatu.com, 30/03/2024)
Terlebih lagi, panel ahli PBB juga mengatakan bahwa pihaknya sedang menyelidiki laporan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan Rusia dengan membeli senjata Korea Utara yang digunakan di Ukraina. Sontak pemblokiran yang dilakukan mendapatkan kecaman dari berbagai negara seperti Amerika Serikat (AS), Korea Selatan, Inggris, dan beberapa negara lain. Lantas, benarkah pemblokiran tersebut berkaitan dengan perang Ukraina? Adakah pengaruh pemblokiran ini terhadap dunia Islam?
Hubungan Rusia dan Korea Utara
Sebenarnya, hubungan Rusia dan Ukraina mengalami pasang surut sejak tahun 1945. Kala itu semenanjung Korea terbagi menjadi dua wilayah, yaitu Korea Utara yang didukung oleh Uni Soviet dan Korea Selatan yang didukung oleh AS. Dukungan Uni Soviet kepada Korea Utara terus berlangsung hingga 1960. Pada tahun selanjutnya hingga 1990, dukungan Uni Soviet kepada Korea Utara menurun seiring dengan runtuhnya Uni Soviet dan berganti menjadi Rusia.
Sejak terpilihnya Putin sebagai presiden pada tahun 2000, Rusia kembali memulihkan hubungannya dengan Korea Utara. Hubungan keduanya kian erat sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022. Keakraban hubungan ini makin terlihat ketika Korea Utara memberikan pasokan rudal balistik dan roket kepada negeri Beruang Merah tersebut. Korea Utara juga memanfaatkan situasi perang untuk meningkatkan uji coba senjatanya.
Pada 12 September 2023, presiden kedua negara ini bertemu untuk membahas kepentingan mereka. Kim Jong Un mencari bantuan ekonomi dan teknologi militer kepada Putin sebagai imbalan persediaan amunisi yang digunakannya untuk mendukung Putin dalam memerangi Ukraina. Pertemuan ini pun berlanjut pada 16 Januari 2024.
Pada 18 Februari 2024, hubungan erat kedua negara ini makin akrab saat Putin mengirim sebuah mobil untuk Kim Jong Un. Mobil yang dikirim sebagai hadiah itu adalah jenis limosin merek Aurus, mobil yang sama dengan milik Putin. (kompas.com, 26/02/2024)
Saat Korea Utara dijatuhkan sanksi internasional pada 2006 silam, dukungan Putin kepada Korea Utara tidak surut diberikan. Sejak 2019, Putin berusaha mempengaruhi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) untuk melonggarkan sanksi yang diberikan kepada Korea Utara. Puncak dukungan Putin adalah veto yang diberikannya kepada DK PBB dan penutupan panel yang sejatinya akan selesai pada akhir bulan April.
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa penutupan panel ahli PBB yang mengawasi Korea Utara tidak terlepas dari kepentingan Rusia yang masih berkaitan dengan invasi Ukraina yang dijalankannya.
Campur Tangan Amerika Serikat pada Rusia
Saat Putin menutup panel pengawas Korea Utara, Amerika Serikat (AS) adalah salah satu pihak yang mengecamnya. AS berpendapat bahwa veto Putin menunjukkan adanya peningkatan hubungan militer antara pemimpin negeri Beruang Merah tersebut dengan pemimpin Korea Utara. Kim Jong Un diketahui mengirimkan bantuan tujuh ribu kontainer amunisi kepada Putin dalam invasi Ukraina. Pengiriman amunisi ini juga diketahui oleh sekutu AS, yakni Korea Selatan yang menyatakan bahwa Korea Utara akan meningkatkan aktivitas uji coba senjatanya pada 10 April nanti. (headtopics.com, 19/03/2024)
Tindakan kecaman AS kepada Rusia sebenarnya merupakan tindakan mencari muka di hadapan dunia. Sebelum Rusia menginvasi Ukraina, AS secara aktif terlibat dalam perkembangan krisis dua negara tersebut. Bahkan, AS juga memprovokasi negeri Beruang Merah dengan menyatakan bahwa krisis Rusia-Ukraina makin parah. Hingga akhirnya Rusia melakukan invasi kepada Ukraina pada 2022.
Rusia melakukan invasi demi mengembalikan posisinya di kancah dunia Internasional. Sejak runtuhnya Uni Soviet dan berdirinya Rusia, negara ini memang terus berusaha memperluas wilayahnya. Pada tahun 2008, ia berhasil menguasai sebagian Georgia. Pada 2013, ia berhasil menguasai Krimea yang merupakan Ukraina Selatan. Selanjutnya, ia berusaha menguasai Ukraina Timur dengan paksa.
Untuk menghentikan ambisi ekspansi negeri Beruang Merah ini, AS lantas menghadapi negara tersebut bersama Uni Eropa di Ukraina. Keberpihakan AS kepada Ukraina dilakukan agar citra AS sebagai polisi dunia tetap terjaga di mata negara-negara dunia. AS juga meminta PBB untuk menjatuhi sanksi internasional kepada Rusia atas pelanggaran yang dilakukan dengan membeli senjata kepada Korea Utara.
Meskipun saat ini hubungan negeri Beruang Merah dengan AS terlihat tidak baik, namun di balik itu semua, AS tetap berusaha menjaga pengaruhnya di berbagai kawasan dunia. Di kawasan Asia Pasifik, misalnya. AS masih menjadi negara dengan hegemoni terbesar. Sedangkan di kawasan Eropa, ia berusaha menjaga keberpihakan negara-negara Eropa kepadanya sebagai negara yang mengusung perdamaian dunia.
Kondisi Dunia Islam
Dalam kasus penutupan panel ahli PBB oleh Putin, keberadaan negeri-negeri muslim memang tidak memiliki keterlibatan di dalamnya. Bahkan dalam pertarungan perebutan kekuatan hegemoni dunia, peran dan pengaruh negeri-negeri muslim juga tidak terlihat. Hal ini disebabkan karena geopolitik negeri muslim yang lemah. Padahal, di balik skenario pertarungan politik dunia, Amerika masih mengkhawatirkan adanya penyatuan negeri-negeri muslim yang dapat mengusik keberadaannya untuk mencengkeram dunia.
Ini terlihat jelas dari isu perang melawan terorisme, islamofobia, dan lain-lain yang terus diembuskan Barat kepada negeri muslim. Harapannya tentu agar negeri muslim tidak bangkit dengan Islam. Jika negeri-negeri muslim mengetahui ketakutan Barat akan persatuan dan kebangkitan mereka dengan Islam, tentu umat Islam akan memiliki pengaruh terhadap kontestasi politik internasional yang ada.
Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran politik internasional di kalangan umat Islam. Harapannya agar mereka tidak mudah terbawa arus perebutan hegemoni para pemimpin kafir yang dapat melenakan mereka dari kewajiban untuk bersatu di bawah naungan negara Islam. Umat Islam di berbagai negeri muslim harus tetap fokus untuk menyatukan umat demi tegaknya Khilafah yang akan menyelesaikan segala permasalahan.
Umat Islam juga harus paham bahwa mereka mampu bangkit dan menjadi negara adidaya sebagaimana Khilafah dahulu hadir dalam kehidupan. Dalam benak umat Islam harus terpatri bahwa mereka bisa menjadi negara yang kuat dan mandiri selama bersandar kepada akidah dan peraturan Islam. Bukan dengan menggantungkan diri kepada kontestasi politik internasional dari para pemimpin kafir.
Ingatlah, bahwa kekuatan dan kemuliaan hanya ada di tangan Allah Taala. Dengan izin dan rida-Nya umat Islam akan menjadi umat yang mulia dan terpandang di dunia. Allah Swt. berfirman,
وَلِلّٰهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُوْلِهٖ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَلٰكِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ
“Kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya, dan bagi orang-orang beriman, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui.” (QS. Al-Munafiqun : 8)
Wallahu a’lam bishawaab. []
Sejatinya saat ini tidak ada negeri kafir yang benar² berpihak kepada Islam termasuk putin sekalipun, yg sering kali dipuja oleh masyarakat negeri muslim.
Betul, kaum muslim seharusnya mandiri tanpa terbawa arus politik negara kafir. Namun, itu akan terjadi jika Islam dijadikan standar kehidupan.
sepakat