Jika mengaku ittiba kepada Rasulullah, seharusnya menjadikan dakwah sebagai poros kehidupan. Pikiran, waktu, dan energi terbaik dicurahkan agar semakin banyak yang mengenal Islam. Bukan sebatas Islam sebagai agama ruhiyah, melainkan Islam sebagai sistem kehidupan atau konsep Islam Kaffah.
Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dakwah adalah jantung bagi tubuh Islam. Tanpa amalan tersebut, mustahil Islam tersampaikan ke berbagai penjuru bumi. Karenanya, Rasulullah tidak pernah bergeser sedikit pun dari aktivitas dakwah meski dihadapkan pada berbagai ujian dan tantangan berat. Kalimat tegas menunjukkan penolakannya tatkala pamannya, Abu Thalib, memintanya untuk berhenti menyampaikan Islam.
"Demi Allah, walau matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan perkara ini (penyampaian risalah), sehingga Allah memenangkannya atau aku binasa, pastilah tidak akan aku meninggalkannya.”
Jika mengaku ittiba kepada Rasulullah, seharusnya menjadikan dakwah sebagai poros kehidupan. Pikiran, waktu, dan energi terbaik dicurahkan agar semakin banyak yang mengenal Islam. Bukan sebatas Islam sebagai agama ruhiyah,melainkan Islam sebagai sistem kehidupan atau konsep Islam Kaffah.
Mendakwahkan Islam Kaffah pasti berbenturan dengan penguasa. Mengkritik kebijakan dan menguliti sistem yang diterapkan saat ini, lalu menjelaskan solusi Islam agar terlihat perbedaan nyata antara keduanya.
Mendakwahkan Islam kaffah tak mungkin sendirian. Ini perjuangan ibarat lari maraton yang harus meraup banyak oksigen agar memiliki napas panjang. Mengubah pemikiran umat yang sudah lama terbelenggu konsep-konsep barat dan sudah berkarat sangat kuat, tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Wajarlah, tidak semua siap dan mau ikut berlelah di jalan yang penuh dengan kerikil tajam. Selayaknya para pengembannya senantiasa mengasah diri untuk menyampaikan hujjah dan kesempurnaan Islam tidak terbantahkan. Gaung penerapan Islam kaffah menggema secara mayoritas.
Lalu, apakah setiap orang harus menjadi dai yang berdiri di atas mimbar? Ternyata, tidak. Siapa pun yang berdiri di depan umat menggelorakan semangat, tidak akan mampu melakukan sendiri membawa segala perangkat dan menyiapkan lingkungan. Banyak yang bekerja di belakang layar. Nama dan wajah mereka tidak dikenal, tetapi tanpa mereka, mimbar tidak tergelar.
Islam itu tegak oleh dakwah, baik lisan maupun tulisan, ilmunya para ulama, hartanya orang kaya, orang-orang yang bekerja sesuai kapasitasnya, dan doa. Karenanya, siapa pun tanpa kecuali bisa berkontribusi dalam dakwah.
Kerja dalam dakwah secara berjemaah menjadi pilihan bagi yang memiliki visi besar. Level pencapaiannya bukan hanya memperbaiki diri dan keluarga, tetapi sampai pada level negara hingga dunia.
Selama menggarap proyek akhirat, maka menjaga harmonisasi memberikan pemaknaan tentang berbagai konsep dalam Islam. Sabar, syukur, ukhuah, mencintai karena Allah, dan ikhlas, bukan sebatas teori. Beragam pengalaman menciptakan pergulatan nyata untuk sama-sama membesarkan jemaah dan mendewasakan pengembannya.
Sesekali berdebat dan bersitegang merumuskan cara terbaik. Lain waktu, bercengkerama dan saling meringankan beban yang memang makin berat dipikul sendirian. Tidak mengapa sesekali ada konflik. Itu bagian dinamika dalam jemaah yang pasti terjadi dalam setiap organisasi. Jangan mundur hanya karena sakit hati. Jangan berhenti hanya karena kecewa pada seseorang. Kesempurnaan itu bukan milik makhluk sehingga kesalahan manusia adalah keniscayaan.
Masyarakat adalah ruang laboratorium untuk bereksperimen agar menemukan berbagai cara mengontak beragam manusia. Mulai dari level biasa hingga kalangan tokoh. Mulai dari ibu rumah tangga hingga wanita pekerja.
Para pengemban dakwah sejati akan menikmati perjalanan pendakian hingga sampai di puncak. Yaitu, berkibarnya panji Al-Liwa dan Ar-Roya. Peka dengan berbagai upaya yang bisa membajak potensi terbaik, maka semua situasi dilewati dengan gembira.
Pengemban dakwah ibarat semut kecil yang menggigit untuk melumpuhkan gajah. Hewan raksasa ini bisa tumbang ketika diserang ribuan semut yang menyerang mata, tubuh, dan masuk ke dalam telinganya.
Lalu siapakah kita? Apakah ingin melumpuhkan musuh-musuh Islam pada bagian kaki, tangan, mata atau merasuk menusuk ke dalam tubuhnya? Orang-orang kafir, musyrik, dan munafik tak lelah memeras otak untuk menghancurkan kekuatan kaum muslimin. Padahal, tempat akhirnya adalah neraka. Kita yang tahu bahwa pahala dakwah adalah surga, mestinya memiliki energi berlipat mengalahkan resistansi para pembenci Islam.
Dakwah adalah jalan pengabdian. Jangan berharap memperoleh dunia, justru harus berkorban harta. Jangan berharap pujian, justru harus merendahkan hati. Tidak ada yang paling hebat atau paling berkontribusi dalam kerja bersama.
Pelihara semangat itu dengan memelihara kerinduan bertemu dengan manusia sempurna, Nabi Muhammad saw. Saat para sahabat melakukan baiat aqabah kedua untuk melindungi beliau sebagaimana melindungi istri dan anak-anaknya, mereka bertanya, "Kami mendapat apa?" Beliau menjawab sambil tersenyum, "Jannah."
Adakah yang lebih indah dari surga, tempat yang menyediakan apa pun yang diinginkan. Keindahan tiada tara yang melebihi tempat terindah di dunia sekali pun. Inilah pelipur lara di saat lelah melanda dan penat menyergap raga. Memenuhi jiwa dan pikiran dengan janji Allah kepada orang beriman secara otomatis tidak mengizinkan apa pun dan siapa pun menghalangi laju langkah dakwah.
Meraih surga tidak bisa berleha. Diperlukan kedalaman ilmu agar tidak mengalami bias kognitif atau kecenderungan kesalahan prediksi yang kemudian menggiring pada keputusan yang salah. Bias kognitif adalah fenomena yang bisa memengaruhi semua orang, mulai dari rakyat biasa hingga peneliti. Dengan kecerdasan politik, seorang muslim bisa mengonstruksi realitas dengan tujuan hanya untuk berpijak pada kebenaran. Lalu, menyiarkan opininya ke tengah-tengah umat Islam agar makin terang mana yang hak dan batil.
Efek domino opini luar biasa dan berpotensi menggerakkan. Inilah yang ditakutkan musuh-musuh Islam. Karenanya, mereka selalu membuat framing lewat foto, video atau narasi untuk memengaruhi lensa umat Islam sampai identitasnya tercerabut dan tinggal sebuah sebutan yang sudah kehilangan makna.
Menetap dalam persahabatan yang akan membawa pada kekekalan hingga akhirat itu dapat menyelamatkan. Banyak yang menyesal tatkala salah memilih pertemanan, sebagaimana Allah gambarkan dalam surah Al-Furqan ayat 27, "Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit kedua tangannya, seraya berkata, 'Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.'"
Ayat selanjutnya menjelaskan bahwa salah memilih teman adalah kecelakaan terbesar yang membuat seseorang tersesat. Saat itu, baru sadar siapa yang seharusnya dijadikan kawan dan siapa ditempatkan sebagai lawan. Namun, semua penyesalan itu sia-sia.
Jalan dakwah bukan pilihan yang dipenuhi dengan gegap gempita dunia. Bahkan, merupakan keputusan aneh dalam pandangan kebanyakan orang di era yang mengagungkan materi. Mengukur kesuksesan dengan angka.
Rasulullah saw. bersabda, "Islam muncul pertama kali dalam keadaan terasing dan akan kembali asing sebagaimana mulainya. Maka, berbahagialah orang-orang tersebut." Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, siapa orang-orang terasing itu?" Rasulullah menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang melakukan perbaikan ketika manusia sudah rusak." (HR. Ath-Thabrani)
Jika kesabaran, ketangguhan, dan konsistensi ingin berbuah pahala besar, berdakwahlah dalam jemaah menyampaikan seruan kembali pada Islam kaffah. Saat gagal atau ditolak, tidak ada yang sia-sia dalam pandangan Allah. Meski hanya memengaruhi satu orang, tetapi kita menjadi bagian dari pemompa darah membangkitkan ghirah melanjutkan kehidupan Islam. []
menjadi orang terasing dengan menjadi pengemban dakwah. di tengah-tengah masyarakat berani beramar makruh dan mencegah kemungkaran
InsyaaAllah menjadi pahala jariyah
Barakallah..
Semoga Allah menguatkan langkah kita di jalan dakwah..
Aamiiin ya Allah
Menjadi penyeru Islam di sistem saat ini memang dianggap asing dan aneh oleh sebagian orang. Padahal , hal itu merupakan jalan menuju kemuliaan.
Barakallah mba @Novianti
Wa fiik barokallohu