Ada Apa di Balik Rencana RI Gabung dengan BRICS?

Dibalik rencana RI gabung BRICS

Banyaknya hubungan kerja sama tak lantas membuat rakyat Indonesia sejahtera. Yang terjadi justru sebaliknya. Kemiskinan, pengerukan kekayaan alam, intervensi kedaulatan, dan sebagainya masih saja ada di Indonesia.

Oleh. Firda Umayah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sobat, sudah tahu belum? Ada kabar dari media cnbcindonesia.com (12/08/2023), bahwa pemerintah Republik Indonesia (RI) telah mendaftar untuk bergabung bersama kelompok BRICS yang digagas oleh analis Goldman Sachs Jim O'Neill. Menanggapi hal tersebut, Jokowi menegaskan saat ini belum dalam tahap keputusan. Enggak cuma itu, kabarnya lagi, dalam bulan ini, Jokowi juga akan melakukan kunjungan ke Afrika Selatan berkaitan dengan KTT BRICS. Retno Marsudi selaku Menteri Luar Negeri pun membenarkan hal itu. Meskipun, ia belum bisa memberikan kepastian waktu pelaksanaannya. Hem, kalau dipikir-pikir, kira-kira kenapa ya, RI ingin bergabung dengan BRICS? Apakah ada kebaikan di balik rencana penggabungan tersebut bagi rakyat Indonesia? Yuk, baca ulasan berikut! 

BRICS Harapan Baru Dunia?

BRICS merupakan singkatan dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan South Africa (Afrika Selatan). Kelompok ini terbentuk pada 2001 dan resmi menjadi organisasi nonformal pada 2006. Tujuan berdirinya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negara-negara yang bergabung. Awalnya, BRICS hanya terdiri dari empat negara. Namun, pada 2010 Afrika Selatan bergabung dengan kelompok ini. Keberadaan BRICS sering dijadikan peluang investasi meskipun belum menjadi organisasi formal saat itu. Nah, karena makin bertambahnya jumlah anggota, BRICS menjadi kelompok yang lebih kohesif dan mengadakan KTT tahunan untuk mengoordinasikan kebijakan multilateral.

Argentina, Arab Saudi, Turki, Mesir, dan Iran juga telah mengajukan permohonan untuk bergabung bersama BRICS pada Mei 2023. Banyaknya negara yang ingin bergabung diduga karena BRICS memberikan kesempatan hidup baru bagi negara-negara berkembang. Para pemimpin BRICS memang bersikeras menjadikan kelompok ini menjadi sebuah kekuatan perubahan. Hasil kerja sama antaranggota membuat BRICS menyumbang 23% Produk Domestik Bruto (PDB) dunia dan 18% perdagangan global. BRICS juga dianggap sebagai saingan G7 karena mengumumkan inisiatif bersaing, dengan adanya pembayaran BRICS, keranjang mata uang BRICS, dll. Hem, sepertinya BRICS cukup menjanjikan, ya?

Meskipun BRICS berkonsentrasi dalam bidang ekonomi, namun pada dasarnya negara-negara yang bergabung memiliki perbedaan tatanan ekonomi, sosial dan militer, lo. Mereka bersatu karena memberontak secara kolektif melawan tatanan ekonomi dan keuangan yang ada. Mereka sempat meminta Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membuat sistem mata uang cadangan internasional yang berbasis luas. Negara-negara yang bergabung dalam BRICS ternyata juga tidak selamanya harmonis. Cina dan India pernah berperang di Himalaya dan hubungan negara-negara BRICS dengan Amerika juga cukup kuat. So, keberadaan BRICS hanya dijadikan ajang untuk dapat untung di bidang ekonomi. Di luar bidang ekonomi, negara anggota BRICS tetap berpedoman pada kebijakan domestik negaranya.https://narasipost.com/opini/03/2022/bagai-buah-simalakama-ukraina-rusia-dan-nato/

Sobat, keberadaan BRICS sebagai sarana mengembangkan pertumbuhan ekonomi negara rupanya kerap disamakan dengan G7 alias Group of Seven atau Grup Tujuh. Grup ini terdiri dari Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Britania Raya, Jerman, Prancis, dan Italia. Uni Eropa juga punya kursi di G7 yang mewakili Spanyol, Belgia, Swedia, Polandia, dan Belanda. Kelompok G7 ini ternyata memiliki lebih dari 64% PDB global. Wah, besar juga ya? 

Wajar sih kalau G7 punya pengaruh besar di perekonomian global. Organisasi ini memang sudah hadir sejak 1973. Yang bikin heran nih, Rusia juga bergabung di grup ini sejak 1997 sampai 2014. Keluarnya Rusia dari G7 pada tahun-tahun selanjutnya merupakan sanksi yang diberikan ketika Rusia menginvasi Ukraina. Keberhasilan G7 dalam menguasai mayoritas ekonomi global tak lepas dari program kemitraan terkait infrastruktur dan investasi global yang dilakukan. Investasi ini tidak lain adalah utang luar negeri yang diberikan kepada negara-negara berkembang. Maka tak heran, kalau G7 meraup keuntungan yang berlipat. Soalnya, suku bunga yang diberikan dari utang luar negeri ini memang cukup besar.

Kembali lagi ke RI. Rencana bergabungnya RI ke BRICS pada dasarnya sama ketika RI bergabung dengan G20 atau yang lainnya. RI ingin mengembangkan ekonomi domestik dengan menjalin kerja sama luar negeri bersama negara-negara maju yang ada. Malangnya, semua landasan kelompok atau grup internasional ini adalah sistem ekonomi kapitalisme yang meniscayakan adanya riba, perjanjian multilateral, dan keuntungan materi semata. Lihat saja, semua anggota BRICS dan G7 adalah negara pengemban ideologi kapitalisme. Mereka berkumpul dan bersatu ketika ada kemaslahatan dan berpisah ketika tidak ada kemaslahatan. 

Lebih jauh lagi, RI sebagai negara berkembang yang menjadi pengikut hanya akan menjadi objek dari kepentingan para negara besar. Alih-alih mendapatkan keuntungan, yang terjadi nanti malah sebuah kerugian. Ini bisa dilihat dari berbagai hubungan kerja sama luar negeri yang sudah dilakukan oleh RI. Banyaknya hubungan kerja sama tak lantas membuat rakyat Indonesia sejahtera. Yang terjadi justru sebaliknya. Kemiskinan, pengerukan kekayaan alam, intervensi kedaulatan, dan sebagainya masih saja ada di Indonesia. Miris banget, ya? Kalau sudah jelas begini, masih perlukah RI bergabung bersama kelompok BRICS atau lainnya?

Islam sebagai Jalan Hidup

Sobat, menyikapi adanya berbagai kelompok atau organisasi internasional, sebenarnya Islam dapat menjadi rujukan sebagai atas masalah negara bahkan dunia, lo. Islam sebagai sebuah ideologi memiliki strategi agar sebuah negara menjadi negara maju bahkan adidaya. Hem, bagaimana caranya?

Pertama, umat Islam harus menjadikan Islam sebagai pedoman hidup yang tersiar ke seluruh dunia. Ini dapat terjadi ketika ada negara yang menerapkan seluruh sistem Islam dan memiliki kapabilitas untuk memengaruhi dunia. Negara penerap sistem Islam itu tidak lain adalah Khilafah. Khilafah tegak atas dasar akidah Islam merupakan sistem pemerintahan yang disyariatkan Islam. Hukumnya fardu kifayah. Dalil kewajiban ini terdapat dalam Al-Qur'an, hadis, dan ijmak sahabat. Seperti yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 30 dan An-Nur ayat 55. Begitu juga dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Bukhari, dan Ahmad. Rasulullah saw. bersabda,

"Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan, ia akan menjumpai Allah pada kiamat tanpa hujah, dan siapa saja yang mati sedangkan di pundaknya tidak terdapat baiat (kepada khalifah), maka ia mati seperti kematian jahiliah." (HR. Muslim)

Kedua, ketika Khilafah telah berdiri, maka urusan politik dan ekonomi dalam negeri haruslah stabil. Hal ini sangat penting sebelum negara mengambil langkah jauh untuk menjalin hubungan kerja sama dengan negara lain.

Ketiga, landasan politik luar negeri Khilafah harus bertujuan untuk menyebarkan dakwah Islam. Negara juga harus mengikat perjanjian luar negeri dengan sejumlah aturan yang tidak menyalahi syariat Islam.

Keempat, Khilafah harus menjadi negara yang mandiri dalam memegang kebijakan dan kedaulatan negaranya. Khilafah tidak boleh menjalin hubungan kerja sama yang dapat mengintervensi kebijakan dan kedaulatan negara. Allah Swt. melarang muslim memberikan jalan bagi orang-orang nonmuslim untuk menguasai orang-orang beriman. Allah Swt. berfirman,

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلً

"Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin." (QS. An-Nisa : 141)

Kelima, semua kebijakan dan keputusan yang diambil oleh Khilafah harus membawa kemaslahatan bagi umat dan negara, tidak bertentangan dengan syariat Islam, dan memiliki misi untuk menebarkan rahmat ke seluruh alam. Ini sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Anbiya ayat 107 bahwa Allah tidaklah mengutus Nabi Muhammad saw. melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Penutup

Keberadaan BRICS atau organisasi internasional yang lain saat ini tak lepas dari sistem kapitalisme yang menjadi landasan berpikirnya. Ini tak akan membawa kebaikan bagi umat Islam karena ideologi kapitalisme hanya berpihak kepada negara-negara kapitalis yang terus berusaha mempertahankan eksistensinya. Sebaliknya, umat Islam memiliki politik luar negeri yang andal ketika negeri muslim menerapkan sistem Islam secara keseluruhan dalam bingkai negara Islam. 

Wallahu a'lam bishawab.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Firda Umayah Tim Penulis Inti NarasiPost.Com Salah satu Penulis Inti NarasiPost.Com. Seorang pembelajar sejati sehingga menghasilkan banyak naskah-naskahnya dari berbagai rubrik yang disediakan oleh NarasiPost.Com
Previous
Berkata saat Marah Doa Cepat Diijabah
Next
Di Antara Ibu dan Kakak
5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

6 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

Sistem Islam ditinggalkan dan malah bekerjasama dengan negara-negara yang berideologi kapitalisme, bagaimana mungkin akan turun keberkahan?

Afiyah Rasyad
Afiyah Rasyad
1 year ago

Kerjasama yang menyengsengsarakan. Mereka tak paham hakikat perubahan.

Masyaallah. Keren Mbak Firdha. Barokallah

Mariyam Sundari
Mariyam Sundari
1 year ago

Kerjasama antar kalangan yang haus kekuasaan bagi penguasa, hanya untuk kepentingan politik semata. Tiada yang terbaik selain dari kerjasama politik Islam.

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Indonesia itu seperti makan buah simalakama. Di satu sisi, negeri ini harus ikut berbagai agenda dan perjanjian internasional karena tak mau tertinggal dari negara-negara maju. Tapi di sisi lain, tanpa sadar negeri ini justru hanya menjadi objek kepentingan bagi negara-negara besar.

Mimy Muthamainnah
Mimy Muthamainnah
1 year ago

Banyak kerjasama dalam bidang perekonomian yg dilakukan oleh negara ini, realitas tidak menjadikannya lebih baik, rakyat tetap hidup dalam kemiskinan dan persoalan2 yg terus mendera. Karena kerjasama yg dilakukan tdk sebagaimama yg telah dicontohkan Rasulullah saw. Kini saatnya umat menyadari utk memperjuangkan Islam sebagai aturan kehidupan dalam semua aspek, sebab hanya sistem sahih lagi diridai yg bisa menyelesaikannya.

Wd Mila
Wd Mila
1 year ago

Hmm..ujungnya RI hanya dijadikan objek pasar bukan pemain utama

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram