Prof. Dr. Mehmet Maksudoglu adalah sejarawan yang telah melakukan penelitian mendalam tentang sejarah Utsmani dan institusi-institusi yang berada di dalamnya. Sebagian besar referensi utamanya menggunakan sumber-sumber primer dari buku-buku dan arsip- arsip sejarah Utsmani. Oleh karena itu, bobot keilmiahan buku ini tidak perlu diragukan lagi.
Peresensi : Haifa Eimaan
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pada masa lalu, Daulah Utsmani menorehkan tinta emas kegemilangannya dalam pentas sejarah dunia. Kekuasaan di bawah pemerintahan kaum muslimin di Turki ini menjadi kekuatan yang diperhitungkan oleh dunia, terutama oleh bangsa-bangsa Eropa. Hampir seluruh wilayah Eropa tersentuh oleh Islam bahkan beberapa di antaranya berhasil dibebaskan (futuh) untuk Islam. Karena kekuatannya ini, wajar jika Daulah Utsmani dianggap sebagai ancaman, terutama oleh bangsa Barat atau Eropa.
Kegemilangan Khilafah Utsmaniyah dapat dibaca di buku luar biasa ini, tetapi bukan hanya kejayaannya yang dapat dipelajari. Di dalam buku ini, Prof. Dr. Mehmet Maksudoglu, penulis yang juga seorang ahli dalam bidang sejarah Utsmani juga memaparkan tentang kekeliruan dari para sejarawan yang menyebut Daulah Khilafah Utsmaniyah sebagai “imperium” atau kesultanan. Alasan kekeliruan para sejarawan itu disebut di buku ini. Demikian pula dengan masa-masa kemerosotan Daulah Ustmani akan diuraikan detail.
Buku ini juga mengulas tentang para khalifah yang memimpin Daulah Utsmaniyah, mulai dari karakternya, caranya memimpin, kebijakan-kebijakannya, dan hal-hal yang terkait dengan seluruh pemerintahannya. Tidak hanya itu saja, pembaca yang selama ini penasaran dengan tata kelola infrastruktur Utsmani dan sistem-sistem yang terkait berjalannya sebuah peradaban yang tinggi dipaparkan dengan gamblang. Gambaran tentang pemenuhan hajat rakyat, tata kelola sistem pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, militer, dan lain-lain bisa dibaca di buku tebal ini.
Buku setebal 488 halaman ini hanya memiliki 3 bab saja. Pembagian babnya didasarkan pada masa fondasi antara tahun 1289 sampai 1453 M, masa ekspansi antara tahun 1481 hingga 1699 M, dan terakhir fase kemunduran yang terjadi antara tahun 1699-1922 M. Tiap bab memiliki subbab disertai perincian angka tahun. Dengan pembagian semacam ini, pembaca lebih mudah melacak jejak Kekhilafahan Turki Utsmani sesuai fasenya.
Tidak kalah menariknya dan hal ini merupakan keunggulan dari buku ini adalah kepakaran dari penulisnya. Prof. Dr. Mehmet Maksudoglu adalah sejarawan yang telah melakukan penelitian mendalam tentang sejarah Utsmani dan institusi-institusi yang berada di dalamnya. Sebagian besar referensi utamanya menggunakan sumber-sumber primer dari buku-buku dan arsip- arsip sejarah Utsmani. Oleh karena itu, bobot keilmiahan buku ini tidak perlu diragukan lagi.
Kekuatan penggunaan sumber primer dari khazanah Islam inilah yang membuat buku ini sangat berbeda. Selama ini, banyak beredar buku-buku yang ditulis oleh para sejarawan Barat dengan sumber rujukan sekunder. Selain itu, buku-buku yang ditulis mereka menggunakan perspektif Barat dan sengaja meninggalkan sumber primer. Berangkat dari latar belakang penulisan dan kepentingan yang berbeda ini, para penulis Barat kerap mendistorsi sejarah Islam yang agung di Daulah Utsmani. Apa yang dilakukan para orientalis itu seperti yang telah digambarkan Allah Swt. di dalam surah Al-Baqarah ayat ke-120 yang artinya,
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka....”
Klarifikasi dan pelurusan sejarah sangat terang dibuka di sini, bukan sebatas penyebutan Daulah Utsmani dengan imperium. Akan tetapi, penulis juga memaparkan bahwa Daulah Utsmani tidak ada mengebal rasisme dan paham nasionalisme. Jika paham nasionalisme yang kini mengikis kekuatan ikatan akidah kaum muslimin hingga di titik terendahnya, dipastikan benihnya bukan dari Daulah Ustmani. Sebaliknya, negara adidaya di zamannya ini menjadikan akidah Islam dan bahasa Arab sebagai pemersatunya. Masyaallah.
Tentang kualitas cetakan buku ini, Penerbit Al-Kautsar selalu tidak pernah gagal menyuguhkan yang terbaik bagi pembacanya. Sampulnya kokoh dan elegan (hard cover). Ilustrasi di sampul depan memikat pembaca untuk membuka halaman-halaman isinya. Buku ini menggunakan kertas HVS sehingga lumayan berat kalau dipegang. Namun, keunggulan kertas HVS adalah lebih tahan lembap dan tidak mudah menguning karena jamur. Jenis huruf dan ukurannya standar, tidak membuat mata lelah. Satu lagi, di antara ratusan halaman yang tersaji, ada halaman-halaman yang berisi foto. Foto-foto ini tentu akan lebih indah apabila berwarna.
Akhirnya, bila selama ini yang dijadikan kitab rujukan dalam membaca sejarah Daulah Utsmani berasal dari penulis Barat, kini berpalinglah pada kitab ini. Niscaya kekosongan makna akan agungnya sejarah peradaban Islam akan kembali terisi dan kekuatan kalimat tauhid perlahan akan terasa memengaruhi dada. Kerinduan akan tegaknya kembali Daulah Khilafah sebagaimana minhaj Rasulullah saw. pasti makin menyesakkan dada. Diri pun terlecut untuk terus mendakwahkan Islam.
Perlu dimiliki buku ini jika ingin mendalami kekhilafahan utsmani.. apalagi penulisnya bukan sembarang orang..
Betul syekali, Kak. Harus mulai menganggarkan agar bukunya bisa terbeli
Ya betul jika sejarah yang mengupas bukan dari pakar yang sebenarnya maka akan banyak penyimpangan fakta. Mesti harus cerdas dan teliti dalam menelaahnya. Barakallah mba Haifa serta tim NP atas pemaparan ilmunya.
Betul, Bunda. Ketika penyimpangan terjadi maka ada banyak fakta sejarah yang terdistorsi
Masyaallah baru baca peresensinya sj sudah terasa akan kedalaman ilmu yg dipaparkan sang penulis asli buku ini. Mengungkap berbagai sejarah kejayaan dan karakter, kebijakan2 para Khalifah terdahulu dlm memimpin sebuah negara. Hingga mencapai puncak kesuksesannya.
Jazakillah khairan mb Haifa dan NP telah mengulas buku "The untold history off Ottoman"
Wajazakumullah khayran, Mbak sudah menuntaskan baca resensinya. Berikutnya tinggal meminang buku ini 🙂
Baca tulisan mb Haifa ini jadi pengen beli buku ini..harus nabung dulu nih
Hayuk nabungnya makin dikencengin, Mbak 🙂