”Faktor kemiskinan dan lemahnya iman, selain itu sanksi yang diberikan bagi pelaku tindak pidana perdagangan anak tidak memberikan efek jera, hal inilah yang menyebabkan kasus perdagangan anak semakin tumbuh subur di negeri ini.”
Oleh. Nur Hajrah MS
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Dakwah Nisa Morowali)
NarasiPost.Com-Setiap pasangan tentu saja merindukan hadirnya sang buah hati dalam kehidupan mereka. Namun, ada pula pasangan yang beranggapan hadirnya sang buah hati di momen yang tidak tepat adalah beban. Sehingga tidak jarang beberapa ibu terpaksa menjual anak kandungnya sendiri dengan alasan tertentu.
Hal inilah yang dilakukan seorang ibu (SA) di Palu, Sulawesi Tengah. Berdasarkan penuturan salah satu tersangka atau pelaku perdagangan bayi yaitu L, ia mengaku bahwa SA adalah keluarga tidak mampu. Dan sedang mencari orang yang mau membeli dan mengadopsi bayi perempuannya yang berusia satu tahun. Bayi perempuan tersebut pun berhasil dijual tanpa sepengetahuan suaminya, dengan harga Rp25 juta dan SA diberikan Rp12 juta. (TribunPalu.com, 3/7/2023)
Hal serupa pun terjadi terhadap seorang bayi perempuan yang baru berusia 10 hari di Alam Barajo, Kota Jambi. Bayi tersebut dijual dengan harga delapan juta rupiah oleh ibu kandungnya sendiri dan tanpa sepengetahuan suaminya. Alasannya karena khawatir tidak mampu memenuhi kebutuhan sang bayi karena mereka pun dari keluarga tidak mampu. (Republika, 30/6/2023)
Diberitakan, terungkapnya kasus perdagangan kedua bayi tersebut karena ibu mereka berpura-pura dan membuat laporan palsu bahwa anak mereka diculik.
Kedua kasus di atas tentu saja sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak, di saat banyak pasangan yang merindukan hadirnya sang buah hati dalam kehidupan mereka, kedua ibu ini justru tega menjual darah dagingnya sendiri. Berdasarkan fakta yang ada, faktor utama ibu tersebut menjual anaknya adalah faktor ekonomi. Mereka khawatir tidak mampu memenuhi kebutuhan bayinya tersebut. Faktor ekonomi atau kemiskinan inilah yang mendorong hilangnya akal sehat dan naluri keibuan. Tanpa berpikir panjang serta keimanan yang lemah, mereka pun memutuskan untuk menjual bayinya sendiri dengan harga yang sangat murah. Harga yang tidak sebanding dengan pengorbanan mereka saat mengandung dan melahirkan anak tersebut.
dr. Arumi Harjanti selaku pengamat masalah perempuan, anak dan generasi, pun menuturkan bahwa, ada beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya perdagangan bayi. Salah satunya adalah faktor kemiskinan dan lemahnya iman, selain itu sanksi yang diberikan bagi pelaku tindak pidana perdagangan anak tidak memberikan efek jera, hal inilah yang menyebabkan kasus perdagangan anak semakin tumbuh subur di negeri ini. (MNews.com, 2/7/2023)
Tidak dapat dimungkiri hidup di era saat ini menuntut banyak orang melakukan segala macam cara, demi mendapatkan "uang". Baik itu didapatkan secara halal maupun haram, termasuk dengan menjual darah daging sendiri. Ya, beginilah penampakan ketika suatu negeri telah terkontaminasi paham sekuler kapitalisme. Paham yang melemahkan keimanan seseorang, di mana nilai-nilai agama berusaha dipisahkan dari segala aspek kehidupan manusia. Paham yang telah meracuni pemikiran masyarakat dan para penguasa agar mereka bersifat materialistis. Paham yang lebih mementingkan para pemilik modal dibandingkan masyarakat dengan status ekonomi rendah. Paham yang hanya peduli terhadap pertumbuhan ekonomi dan menghalalkan segala macam cara demi meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Sehingga tidak heran, jika kasus pelanggaran HAM khususnya terkait penculikan dan perdagangan anak tidak menjadi fokus utama pemerintah yang harus segera diselesaikan.
Lain halnya jika negeri ini menerapkan syariat Islam secara kaffah. Islam adalah agama yang sempurna lagi paripurna yang memiliki seperangkat aturan yang mengatur urusan setiap insan di segala aspek kehidupan. Agama yang tegas dalam mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan dirinya dan hubungan manusia dengan sesamanya.
Sebagai seorang ibu yang paham betul atas amanah yang telah Allah berikan kepadanya, tentu akan bertanggung jawab untuk menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin. Ia akan selalu berusaha menjalankan tugasnya, baik sebagai istri maupun sebagai seorang ibu. Semua ia kerjakan semata-mata sebagai bentuk ketakwaannya kepada Allah Swt. dan semata-mata hanya ingin mengharapkan rida Ilahi. Uang tidak akan meruntuhkan naluri keibuannya, apalagi sampai kehilangan akal sehat dan menjual anak demi mendapatkan uang. Anak akan dianggap sebagai anugerah terindah yang Allah titipkan dalam kehidupannya. Bukan seperti barang yang bisa diperjualbelikan dengan alasan apa pun, apalagi sampai menganggap anak adalah beban.
Selain itu, negara dalam sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah akan selalu berupaya dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya, termasuk bayi. Bahkan, dalam masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab seorang bayi yang baru lahir telah mendapatkan tunjangan demi kesejahteraan bayi tersebut. Sehingga, para orang tua tidak perlu khawatir bagaimana memenuhi kebutuhan hidup anaknya.
Dan sebagai umat Islam yang beriman dan bertawakal kepada Allah Swt. sudah seharusnya tidak perlu khawatir akan kelangsungan hidupnya dan keluarganya, karena Allah Swt. pasti akan mencukupkan segala kebutuhannya. Sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya, "Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu." (TQS. At-Talaq : 3)
Wallahu a'lam bish-shawab.[]
Miris memang.
Kasus perdagangan anak terus saja terjadi di negeri ini.
Penyebabnya:
1. Kemiskinan
2. Keimanan yang lemah
3. Sanksi yang diberikan bagi pelaku tindak pidana perdagangan anak tidak memberikan efek jera
Hanya Islam yang sanggup atasi persoalan ini.
Mati tegakkan Islam kembali sebagai sebuah sistem kehidupan.
Ya Allah... naluri keibuan yang tlah hilang..
Sedih melihat berita seperti ini. Rasa tidak percaya, tapi nyata. Sistem sekarang telah membuat naluri seorang ibu seakan mati.
Miris sekali rasanya dengan kasus-kasus yang ada sekarang. Kerusakan sistem sekularisme sudah saatnya dihempaskan dan diganti dengan sistem Islam yang menyelamatkan.
Sistem kapitalisme merusak naluri seorang ibu. Demi kehidupan yang layak bagi sang anak, rela menjual bayinya. Astaghfirullah. Hanya sistem Islam yang melindungi setiap jiwa dari kerusakan. Mengembalikan fitrah manusia sesuai penciptaannya.
Demi memenuhi kebutuhan bahkan seorang Ibu sampai menjual bayinya walau pasti sangat berat...kejamnya kapitalisme.
Problem berat seorang ibu dalam sistem kapitalisme kadang berada di sisi ekonomi. Karena faktor ekonomi dan rapuhnya iman, tak jarang seorang ibu sampai melakukan hal-hal yang dilarang, termasuk menjual anaknya. Rakyat benar-benar butuh junnah untuk melindungi para ibu dari kezaliman.
Terkadang seorg ibu melakukan tindakan yg bertentangan dg hati nuraninya yakni tega jual bayinya dg alasan ekonomi.
Ibu dan bayi pun tak luput jadi korban sistem kapitalisme. Masihkah mempertahankan sistem rusak ini.