"Masalah kesehatan dalam sistem kapitalis tidak akan luput dari komersialisasi. Begitu juga dengan wacana impor dokter asing. Hal ini jelas akan membuka peluang bagi tenaga kesehatan (nakes) dalam negeri untuk bersaing dengan nakes luar negeri, yang berujung pada bertambahnya jumlah pengangguran yang diderita bagi para nakes."
Oleh. Isty Da’iyah
(Kontributor NarasiPost.Com dan Mutiara Umat Institute)
NarasiPost.Com-Setelah nikmat Islam dan iman, nikmat terbesar dari Allah Swt. adalah nikmat sehat. Karena besarnya nikmat sehat ini, Rasullullah berkata dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, artinya, “Siapa saja di antara kalian yang masuk waktu pagi dalam keadaan sehat badannya dan punya makanan pokok pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuk dirinya.”
Namun, masalah kesehatan di negeri ini tampaknya masih belum menemui titik terang yang bisa mengantarkan pada solusi paripurna. Berbagai persoalan dan solusinya datang silih berganti, namun belum bisa memberikan dampak yang berarti.
Sebagaimana yang terjadi ketika terjadi pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan belum lama ini. Di antara isi undang-undang tersebut adalah pemerintah akan mengizinkan dokter asing bekerja di rumah sakit di Indonesia secara terbatas. Hal ini akan diatur dalam Rancangan Undang-undang Kesehatan secara detail. (Kompas.com, 16/3/2023)
Kemudahan yang diberikan oleh pemerintah terhadap dokter asing ataupun dokter diaspora, bertujuan untuk alih teknologi maupun ilmu pengetahuan. Dokter dengan tujuan tersebut dipermudah untuk praktik di dalam negeri selama 3 tahun dan diperpanjang selama 1 tahun. Hal ini juga tertuang dalam draf revisi Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pemerintah akan mempermudah dokter asing maupun dokter diaspora untuk beroperasi di dalam negeri dengan syarat yang diatur pada Pasal 233 dan Pasal 234. Di antara bunyi Pasal 233 adalah, dokter lulusan luar negeri tersebut harus lolos evaluasi kompetensi. Secara total draf RUU Kesehatan yang dibuat pemerintah untuk mengatur dokter asing maupun dokter diaspora terdapat pada Pasal 233 sampai 241. (Katadata.co.id, 19/4/2022)
Sebenarnya impor dokter asing bukan kali ini saja diwacanakan. Di tahun 2020, pemerintah juga telah merencanakan membuat program ini, dengan alasan agar rakyat tidak lagi berobat ke luar negeri. Sehingga akan menguntungkan Indonesia dengan terjaganya devisa negara. Oleh karena itu, masuknya dokter asing ke Indonesia ini, menurut pemerintah harus memiliki aturan yang kuat melalui RUU Kesehatan.
Sejatinya, kebijakan ini mengonfirmasi bahwa pemerintah telah gagal mencetak sumber daya manusia di bidang kesehatan. Seperti dokter dan dokter ahli yang berkualitas dan memadai. Padahal negeri ini tidak kekurangan sumber daya manusia lulusan pendidikan kesehatan yang berkualitas.
Solusi Tambal Sulam Masalah Kesehatan
Berbagai kritik dan penolakan mewarnai Rancangan Undang-Undang Kesehatan ini. Ada yang pro dan ada kontra dengan berbagai alasannya. Namun inilah yang terjadi ketika suatu negara menerapkan sistem kapitalis sekuler. Setiap undang-undang yang dihasilkan akan selalu berbenturan dengan berbagai kepentingan. Meskipun tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di masyarakat, selalu ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Hal yang tidak bisa dihindari dalam sistem kapitalis sekularisme, sistem yang menjadikan untung dan rugi sebagai ukuran, mengedepankan asas manfaat namun mengesampingkan keridaan Allah.
Masalah kesehatan dalam sistem kapitalis tidak akan luput dari komersialisasi. Begitu juga dengan wacana impor dokter asing. Hal ini jelas akan membuka peluang bagi tenaga kesehatan (nakes) dalam negeri untuk bersaing dengan nakes luar negeri, yang berujung pada bertambahnya jumlah pengangguran yang diderita bagi para nakes.
Padahal, jika pemerintah fokus memberikan pendidikan berkualitas yang ditunjang oleh fasilitas pendidikan yang terbaik, maka akan menghasilkan tenaga kesehatan yang berdaya di negeri ini. Jika fasilitas kesehatan serta sumber daya tenaga kesehatan punya kualitas yang siap bersaing dengan negara maju, maka otomatis tidak akan ada warga negara yang berobat ke negeri tetangga atau negara lain.
Namun inilah fakta yang terjadi dalam sistem kapitalis sekuler. Kesehatan adalah jasa yang harus dikomersialkan. Negara akan berhitung untung rugi ketika membuat kebijakan untuk menjamin berlangsungnya komersialisasi tersebut. Begitu juga dengan adanya RUU Kesehatan. RUU ini syarat dengan upaya meliberalisasi dan mengapitalisasi kesehatan.
Padahal persoalan kesehatan di Indonesia sangat kompleks. RUU Kesehatan tidak menawarkan solusi yang menyentuh pada akar masalah. RUU Kesehatan hanya solusi tambal sulam dalam mengatasi masalah kesehatan. Usaha mewujudkan pelayanan yang berkualitas dan mudah bagi rakyat tetap sulit dilaksanakan, yang ada hal ini justru merugikan kepentingan rakyat dan para tenaga kesehatan.
Padahal, sebagai pelayan rakyat, negara bertanggung jawab sepenuhnya terhadap ketersediaan fasilitas kesehatan dari segi jumlah kualitas dokter, perawat, dan dokter ahli terbaik, termasuk memberi fasilitas dalam pelayanan kesehatan masyarakat, baik berupa pembiayaan obat-obatan, peralatan kedokteran yang tidak akan membebani rakyat rumah sakit dan tenaga kesehatan.
Untuk mencegah terjadinya impor dokter asing, pemerintah selayaknya menyediakan pendidikan berkualitas terbaik bagi calon dokter. Sehingga, ketersediaan dokter umum dan dokter ahli sangat memadai. Termasuk keberadaan riset, laboratorium farmasi, dan penunjang kesehatan lainnya. Sehingga, tidak akan ada lagi beban bagi tenaga kesehatan untuk bersaing dengan dokter-dokter impor. Karena negara akan mendahulukan pemanfaatan sumber daya manusia dalam negerinya, sebelum mengambil sumber daya manusia asing.
Pada faktanya, rakyat membutuhkan peran negara untuk menjaga kesehatan dan pengobatan. Kesehatan tidak mungkin dipenuhi warga secara mandiri. Negara harus hadir untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan menyediakan tenaga ahli kesehatan dan fasilitas kesehatan secara gratis. Begitu juga dengan perlindungan kesehatan kepada seluruh rakyatnya. Namun, dalam sistem kapitalisme kesehatan dan nyawa manusia justru menjadi komoditas bisnis.
Paradigma Jaminan Kesehatan dalam Sistem Islam
Dalam sistem Islam, kesehatan merupakan salah satu kebutuhan vital masyarakat yang pelayanannya dijamin oleh negara. Negara akan menyediakan pelayanan kesehatan bagi setiap individu rakyat secara mudah bahkan gratis, tanpa merugikan pihak mana pun terutama para tenaga kesehatan. Bahkan dalam sistem Islam, dokter dan tenaga kesehatan juga sangat dihargai peran dan jasanya. Kesejahteraan para dokter dan tenaga kesehatan mendapat jaminan dari negara. Sehingga mereka bisa dengan sepenuh hati melayani pasien tanpa beban.
Paradigma sistem Islam dalam mengatur urusan rakyat adalah melayani dan bertanggung jawab sepenuhnya. Negara tidak akan mengeksploitasi atau menempatkan rakyat dan tenaga kesehatan sebagai pasar untuk memperdagangkan jasa kesehatan. Sehingga mengenai urusan kesehatan negara tidak akan pernah berhitung untung dan rugi dalam hal materi.
Dalam urusan kesehatan, negara akan bertanggung jawab sepenuhnya dalam menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai, dokter, dan tenaga medis yang profesional untuk memberikan layanan maksimal kesehatan. Pemerintah akan membentuk badan-badan riset untuk mengidentifikasi berbagai macam penyakit serta penangkalnya.
Negara akan menjamin ketersediaan dokter dan dokter ahli profesional yang dididik dalam sebuah sistem pendidikan Islam. Sehingga, mampu menghasilkan tenaga ahli yang bisa mengatasi masalah kesehatan di dalam negeri. Berbagai sarana disediakan untuk menunjang kemajuan dan permasalahan di bidang kesehatan.
Kesehatan di Masa Rasulullah dan Kekhilafahan
Menurut Prof. Fahmi Amhar, dalam sejarah kekhilafahan Islam, pelayanan kesehatan dibagi menjadi tiga aspek. Pertama, tentang pembudayaan hidup sehat. Kedua, tentang pemajuan ilmu dan teknologi kesehatan. Ketiga, tentang penyediaan infrastruktur dan fasilitas kesehatan.
Dalam pembudayaan hidup sehat, Rasulullah banyak memberi contoh kebiasaan sehari-hari untuk mencegah penyakit. Misalnya, menjaga kebersihan dan menjaga pola makan lebih banyak makan buah yang ketika itu di Madinah adalah kurma segar. Kebiasaan yang diajarkan Rasulullah antara lain adalah puasa Senin dan Kamis, dengan mengisi perut sepertiga makanan seperti air dan sepertiga udara. Mengonsumsi makanan yang menyehatkan, halal, tayib, dan lain sebagainya. Karena sehebat apa pun penemuan dalam teknologi kesehatan, tidak akan efektif jika masyarakat tidak terbiasa hidup sehat.
Dalam usaha memajukan ilmu dan teknologi, sejak zaman Rasulullah telah ada contoh beberapa teknik pengobatan yang dikenal saat itu. Bahkan, Rasulullah adalah inspirator utama kedokteran Islam, meski beliau bukan dokter. Kata-katanya yang terekam dalam banyak hadis sangat menginspirasi bagi kemajuan teknologi kedokteran hingga sekarang.
Pada zaman kekhilafahan, perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran berkembang sangat pesat. Ilmuwan muslim yang ahli di bidang kedokteran banyak lahir pada zaman itu. Salah satu contoh pada abad 9, Al-Kindi menunjukkan aplikasi matematika untuk kuantifikasi di bidang kedokteran, yang bergengsi untuk mengukur derajat penyakit, mengukur kekuatan obat, hingga dapat memprediksi saat kritis pasien.
Penemuan cikal bakal vaksinasi sebagai cara preventif untuk mencegah penyakit juga lahir dari dokter-dokter pada masa zaman Khilafah Turki Ustmani. Bahkan mungkin sudah dirintis sejak zaman Khilafah Abbasiyah. Dan masih banyak lagi bapak-bapak ilmu kedokteran yang lahir pada masa kekhilafahan. Sebut saja, Ibnu Sina yang menemukan termometer, Abu Al-Qosim Az-Zahrawi yang dianggap bapak ilmu bedah modern, dan masih banyak lagi.
Semua prestasi ini terjadi tidak lain karena adanya negara, yakni Khilafah yang mendukung aktivitas riset kedokteran untuk kesehatan umat. Umat yang sehat adalah umat yang kuat, produktif, dan memperkuat negara titik kesehatan dilakukan secara preventif atau pencegahan bukan cuma kuratif atau pengobatan.
Anggaran negara yang diberikan untuk riset kedokteran adalah investasi, bukan anggaran yang sia-sia. Anggaran yang diambil dari kas negara. Anggaran yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam, dan pos pemasukan yang lainnya. Dengan didukung oleh sistem ekonomi Islam, kas negara akan mencukupi untuk memberikan fasilitas kesehatan kepada rakyatnya.
Dengan ilmu dan teknologi yang makin maju, membuat kompetensi tenaga kesehatan juga meningkat. Tenaga kesehatan secara teratur diuji kompetensinya oleh ahli yang berkompeten dalam bidangnya. Hal ini dilakukan agar mereka bisa mengobati sesuai pendidikan, atau keahliannya. Dokter juga diperankan sebagai konsultan kesehatan dan bukan orang yang merasa mampu mengatasi segala penyakit.
Sedangkan untuk penyediaan infrastruktur dan fasilitas kesehatan, Khilafah akan melakukan pembangunan sarana dan prasarana yang menunjang kesehatan bagi masyarakat. Terlebih, Khilafah akan membangun rumah sakit di hampir semua kota. Sebagai contoh, salah satu rumah sakit yang megah adalah rumah sakit di Kairo yang dapat menampung hingga 8000 pasien. Bahkan rumah sakit ini juga digunakan untuk pendidikan, universitas, serta riset. Rumah sakit pada masa kekhilafahan menjadi tempat favorit bagi para pelancong asing yang ingin mencicipi sedikit kemewahan tanpa biaya. Karena seluruh rumah sakit di Daulah Khilafah bebas biaya.
Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa kaum muslim di era kekhilafahan memahami bahwa sehat tidak hanya urusan dokter, tetapi yang utama adalah urusan masing-masing individu untuk menjaga kesehatan. Namun, juga harus ada kerja sama yang baik antara negara yang memfasilitasi manajemen kesehatan yang terpadu, dengan para ilmuwan muslim yang memikul tanggung jawab mengembangkan teknologi kedokteran dan kesehatan.
Khatimah
Oleh karena itu, untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang paripurna dalam sebuah negara, perlu adanya sebuah sistem yang komprehensif. Sehingga, setiap aturan dan kebijakan yang dilahirkan akan membawa kemaslahatan untuk semua komponen masyarakat, termasuk para tenaga kesehatannya. Sehingga, individu rakyat bisa mengakses layanan kesehatan terbaik secara murah bahkan gratis.
Sistem yang komprehensif ini akan lahir dari akidah yang lurus dan benar, yakni Islam. Dengan Islam kaffah akan lahir sistem pemerintahan dan kebijakan yang benar, yang terintegrasi dengan kebijakan-kebijakan lain. Hal ini hanya bisa diwujudkan dalam sebuah sistem pemerintahan yang tegak di atas paradigma dan aturan terbaik, yakni akidah dan syariat Islam. Karena Islam adalah agama terbaik yang Allah Swt. turunkan. Sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 50 yang artinya, “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?”
Wallahu a'lam bish shawwab.[]