Sebab, tanpa syarat ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, kekuasaan itu niscaya akan berujung pada kesewenangan dan tirani. Sekalipun demokratis. Sementara kekuasaan yang despotik, niscaya penuh kezaliman.
______________________________________________
Oleh: Februastuti
NarasiPost.Com – Do not Obey in Advance. Inilah bab pertama yang dibahas dalam buku On Tyranny, karya Timothy Snyder, seorang profesor sejarawan Amerika. Pesan ini disampaikan agar pembaca memiliki imun terhadap kekuasaan tirani atau mencegah munculnya tirani.
"Jangan melakukan kepatuhan terhadap rezim di depan. Artinya, jangan patuh tanpa melakukan kritik, atau pasrah begitu saja terhadap rezim, apapun yang ia lakukan dan perintahkan." Inilah makna "do not obey in advance" sebagaimana disampaikan Ustaz Pedy, Founder KluBuku dalam bedah buku On Tyranny karya Timothy.
Timothy Snyder, profesor sejarawan yang banyak meneliti tentang negara-negara Eropa Tengah dan Timur itu menyampaikan bahwa rezim otoriter sering mendapatkan kekuasaan secara gratis tanpa diminta. Hal ini karena rakyatnya patuh tanpa syarat begitu saja. Timothy mencontohkan bagaimana rakyat dataran Eropa telah memberikan kepatuhan tanpa syarat pada penguasa, hingga akhirnya sang penguasa justru despotik.
Despotisme itu bahkan muncul meski penguasa terpilih melalui proses pemilu. Seperti yang terjadi di Jerman tahun 1932, ketika pemilu memenangkan Adolf Hiltler sebagai kepala negara. Demikian pula pada pemilu di Czechoslovakia pada tahun 1946 yang dimenangkan partai komunis. Rakyat kedua negara ini telah melakukan kepatuhan tanpa syarat, patuh begitu saja sekalipun penguasa berlaku sewenang-wenang.
Bagaimana rakyat bisa sedemikian tunduk dan patuh pada tirani? Bagaimana rakyat bisa diam terhadap kezaliman, atau bahkan patuh begitu saja ikut melakukan kezaliman? Dalam menjawab ini, Timothy mengingatkan pembaca pada sebuah percobaan yang telah dilakukan oleh Milgram (1974) atau yang dikenal dengan Stanley Milgram Experiment.
Dalam percobaan Milgram, terdapat seorang yang punya otoritas (orang yang memerintahkan) memerintahkan pada subyek eksperimen untuk menyetrum seseorang (agen eksperimen). Hasilnya menunjukkan bagaimana subyek eksperimen begitu tunduk terhadap "otoritas" yang dia pandang bisa dipercaya. Orang yang memberi perintah itu dianggap memenuhi syarat untuk mengarahkan perilaku orang lain. Ada trustworthy. Mereka dianggap sah memberi perintah.
Subyek eksperimen pun rela melakukan hal buruk karena menganggap hal itu demi tujuan baik. Subyek eksperimen percaya bahwa otoritas yang memberi perintah akan menerima tanggung jawab atas apa yang terjadi. Teori mengatakan bahwa orang akan mematuhi otoritas ketika mereka percaya bahwa otoritas akan bertanggung jawab atas konsekuensi tindakan mereka.
Eksperimen Milgram ini menunjukkan bukti bahwa ketika subyek eksperimen diingatkan jika mereka bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri, hampir tidak ada yang siap. Banyak yang menolak melakukannya.
Eksperimen Milgram dan fakta yang dijabarkan Timothy ini, sejatinya kian membuktikan kebenaran dan kesempurnaan ajaran Islam. Syariat Islam memiliki rambu-rambu yang jelas bagi seseorang untuk melakukan perbuatan. Syariat Islam pun sempurna hingga mampu mencegah munculnya tirani.
Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani dalam kitab Thoriqul Iman menjelaskan, manusia akan berbuat sesuai dengan pemahamanya. Karenanya, manusia wajib memiliki pemahaman yang benar tentang kehidupan ini agar perbuatannya benar.
Eksperimen Milgram tersebut menjadi bukti akan hal ini. Subyek eksperimen begitu tunduk patuh pada "otoritas", bahkan rela ikut melakukan kezaliman adalah karena ia telah memiliki pemahaman tertentu. Yakni, menganggapnya demi kebaikan. Ada trustworthy. Mereka memahami bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas yang mereka lakukan. Pemahaman-pemahaman ini membuatnya pasrah dan patuh tanpa syarat.
Padahal, bila diukur dengan pemahaman yang benar tentang kehidupan (yakni syariat Islam), pemikiran-pemikiran mereka itu keliru. Semestinya, bila diperintahkan berbuat zalim (salah), maka harus berani menolak. Tidak benar bahwa orang lain dapat bertanggung jawab atas konsekuensi perbuatan mereka. Sebab, kelak di akhirat, setiap diri akan bertanggung jawab masing-masing atas setiap perbuatannya.
Selain itu, syariat Islam mengatur dalam hal taqlid. Para ulama membolehkan seseorang bertaqlid, baik keadaannya taqlid ittiba' maupun taqlid 'ami. Namun demikian, pada dasarnya seorang muslim harus mengambil hukum berdasarkan dalilnya. Dengan begitu, seorang wajib melakukan perbuatan semata-mata karena perintah Allah dan Rasul-Nya, bukan lantaran taqlid buta pada seseorang.
Prinsip ini akan meniadakan kepatuhan tanpa syarat. Dalam Islam, tidak ada kepasrahan tanpa syarat kecuali kepada Allah dan Rasul-Nya. Kepatuhan pada seseorang hanya berlaku bila dalam koridor ketaatan pada Allah dan Rasulullah SAW.
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (al-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs. al-Nisa’: 59).
Perintah Allah tersebut menegaskan, dalam ketaatan pada penguasa (ulil amri) harus dilakukan dengan syarat taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Hal ini menutup peluang despotisme dalam sistem pemerintahan Islam.
Sebab, tanpa syarat ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya, kekuasaan itu niscaya akan berujung pada kesewenangan dan tirani. Sekalipun demokratis. Sementara kekuasaan yang despotik, niscaya penuh kezaliman.
Disamping syarat ketaatan kepada Allah dan Rasul dalam menaati ulil amri, Islam juga mewajibkan amar ma'ruf nahi mungkar. Bahkan, Allah memberikan pahala yang besar kepada muslimin yang melakukan koreksi kepada penguasa, menyamakan kedudukannya dengan para syuhada.
Rasulullah saw. bersabda, "Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar kepada pemimpin yang zhalim.” (HR. Ahmad, Ibn Majah)
“Penghulu para syuhada’ adalah Hamzah bin ‘Abd al-Muthallib dan orang yang mendatangi penguasa zhalim lalu memerintahkannya (kepada kebaikan) dan mencegahnya (dari keburukan), kemudian ia (penguasa zhalim itu) membunuhnya.” (HR. al-Hakim)
Karenanya, pesan Timothy Snyder agar masyarakat mencegah kekuasaan tirani, sejatinya hanya bisa diemban oleh umat Islam dengan menerapkan Islam secara utuh dan menyeluruh dalam sistem khilafah ala Minhajin Nubuwah. Sebab, Islam yang diterapkan secara kaffah akan membawa rahmat bagi seluruh alam. Wallahua'lam.
pictures by google
______________________________________________
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email [email protected]