
”Jika memang kali ini Engkau kirimkan dunia tanpa denting untuk telinga kiriku, masih bolehkah aku berharap agar Engkau pertajam pendengaranku di telinga kananku sehingga aku masih bisa menghasilkan karya-karya video semata untuk dakwahku.”
Oleh. Andrea Aussie
(Pemred NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kuterbangun dalam keheningan malam. Kutengok jam dinding menunjukkan pada angka 02.30 am. Seperti hari-hari biasa tubuhku selalu terbangun untuk segera mandi dan menuju ke haribaan-Nya. Menyerahkan diri pada Sang Pemilik di sepertiga malam. Bukankah Islam senantiasa mengingatkan umatnya.
“Dan pada sebahagian malam hari bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabbmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (TQS. Al-Isra’: 79).
Bahkan Rasulullah saw. pun menganjurkan dalam sabdanya, “Rabb kami -Tabaroka wa Ta’ala- akan turun setiap malamnya ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lalu Allah berfirman, ‘Siapa yang memanjatkan doa pada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang memohon kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Siapa yang meminta ampun pada-Ku, Aku akan memberikan ampunan untuknya’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Aku merasakan ada hal aneh pada tubuhku saat kuterbangun tadi. Tubuhku serasa menggigil hebat, namun suhu tubuhku mencapai 39 celcius. Dan hatiku tersentak saat kurasakan ada cairan merah kehitam-hitaman yang mulai mengering sekitar telinga kiriku. Semula kupikir itu bercak darah dari batukku yang tak sempat kubersihkan.
Ya, lebih dari 2 minggu aku mengalami batuk dan flu yang berkepanjangan setiap kali musim dingin datang. Selain batuk dan flu, kulit tubuhku juga sering mengalami bercak merah yang hampir mengelupas di bagian tertentu. Perih dan gatal dan harus terus diolesi dengan krim. Biasanya aku akan mengalaminya paling lama 1 bulan sepanjang musim dingin tiba.
Aku berusaha tidak menangis dalam tahajudku. Berusaha menerima apa yang terjadi pada telingaku. Sudah sering tangisanku mewarnai tahajudku seolah protes akan kehendak-Nya. Namun kali ini aku mencoba menerima dalam kelapangan hatiku. Aku yakin bahwa Allah Swt. memberikan rasa sakit semata ingin menempa diriku sejauh mana keimanan dan keikhlasanku menerima ujian-Nya. Allah Swt. ingin membuatku makin dewasa dalam menghadapi kehidupan yang keras ini.
Bukankah Allah Swt. pernah berfirman dalam surah Al-Imran ayat 139 “Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu beriman?”
Rasulullah saw. pernah berpesan kepada umatnya dalam hadis Bukhari: ”Tidak ada seorang muslim pun yang ditusuk oleh duri atau lebih dari itu kecuali Allah pasti akan menghilangkan kesalahan-kesalahannya sebagaimana pohon yang menggugurkan daunnya.”
Seperti hari biasanya aku selalu mem- publish naskah-naskah para penulis ideologis untuk media dakwah www.NarasiPost.Com setelah tahajudku atau saat makan siang. Tetapi terkadang aku mencoba publish seharian jika waktu liburku tiba atau ada waktu senggang.
Berulang kali aku mencoba mencari orang yang bisa membantuku publish naskah di website NarasiPost.Com namun nyatanya sampai kini tak ada seorang pun yang mampu menggantikanku.
Ada yang bisa edit naskah di website, namun dia tidak mampu untuk desain image untuk naskahnya. Ada juga bagian desain yang memiliki kemanpuan desain image namun nyatanya dia hanya sanggup untuk desain flyer ataupun cover buku. Ada juga yang bersedia desain images untuk naskah publish tapi dia hanya sanggup membuat 2 image setiap harinya itu pun minta bayaran cukup tinggi. Jujur saja aku menolaknya karena bagaimana pun NarasiPost.Com media dakwah bukan perusahaan yang mampu menggaji di atas 2 juta rupiah untuk seorang designer. Kadang aku heran kenapa banyak orang selalu memandang bahwa NarasiPost.Com gudangnya duit untuk siapa pun yang berkontribusi sebagai timnya? Tidak adakah jiwa semata untuk berdakwah via media literasi?
Akhirnya aku tetap turun tangan untuk meng- handle naskah-naskah yang publish dengan keterbatasan mata kananku yang mulai buta, rasa sakit yang luar biasa dari ketidaksempurnaan gigi-gigiku dan sekarang telinga kiriku yang mulai terasa tuli.
Kepalaku berdenyut hebat. Percikan darah dari batukku tiada henti dan sumbatan di hidungku terasa sesak untuk sekadar menghirup udara. Saat kucoba bersihkan sumbatan hidungku dengan tisu, kurasakan daerah kupingku berdengung hebat seolah katupan genderang telinga terbuka dan tanpa terasa tetesan darah mengalir lagi dari telingaku. Aku mencoba bertahan walau tetesan bening mulai mengambang di pelopak mataku dan berucap: ”Ya Allah, berikan kekuatanku untuk menyelesaikan amanah di NarasiPost.Com ini. Beri aku waktu untuk tetap berdakwah menyebarluaskan lagi tulisan para penulis ideologis yang tetap mengibarkan panji-Mu dalam dunia literasi ini. Jangan biarkan tetesan air mata menghalangi pandangan mataku yang tidak sempurna ini.”
Dunia tanpa denting…
Inilah yang kini kurasakan. Vonis dokter sempat membuatku tertegun lemas walaupun memang aku sudah memprediksinya sebelumnya. Butiran dan cairan obat-obatan yang diberikannya menambah deretan jamuan obat yang harus kukonsumsi setiap waktu. Seolah ragaku ini menjadi tempat sampah zat-zat kimia itu.
Kutatap tubuhku di depan cermin. Terasa sembilu menghunjam jantungku hingga bibirku terkatup rapat dan hanya mampu membiarkan deraian air mataku mengalir deras.
Kupijit lembut area telinga kiriku. Telinga yang tak mampu mendengar bisingnya dentingan kehidupan apalagi suara lembut semilir angin. Pendengaranku hanya terpaku pada telinga kananku.
Kuusap mata kananku yang sudah berbulan-bulan mengalami penurunan fungsi penglihatan menuju kebutaan sejak peristiwa jatuh dari tangga lantai 3 dan terkena cipatran zat kimia yang keras. Kubuka mulutku yang terpasang alat canggih semata agar aku bisa makan dan minum. Alat canggih yang tertanam dalam gusiku dan menggantikan gigi-gigi asliku yang dicabut paksa demi menghindari kebutaan dua mataku. Syaraf-syaraf daerah gigiku banyak yang rusak akibat penyiksaan keluargaku saat aku masih kecil dulu.
Kuacungkan telapak tangan kiriku. Lengkap ada 5 jari walaupun ibu jariku tidak bisa digerakan secara normal. Selama puluhan tahun aku hanya mempergunakan 9 jariku. Ibu jemari yang bengkok karena terpotong mesin gergaji. Peristiwa yang terjadi setelah beberapa bulan rumah dan kebunku dihancurkan oleh saudara-saudaraku yang sangat iri atas harta kekayaanku. Sebesar apa pun aku membantu perekonomian mereka tetap saja tidak akan pernah memuaskan mereka. Mereka akan puas jika aku merangkak mengiba belas kasihan mereka. Sementara aku tipe orang yang lebih suka pergi mengalah dan membiarkan mereka menguasainya. Aku akan kembali dengan membawa keberhasilan lain sebagai pengganti kehilangan. Seperti halnya saat kolam ikan anakku yang dicuri, di jual oleh mereka maka aku menggantinya dengan membeli kolam baru 5 kali lebih luas dari kolam yang mereka rebut.
Mungkin aku terlalu egois. Tapi hatiku sudah bertekad, cukup sudah 20 tahun aku dihina dan dianiaya dengan kekejaman mereka. Penyiksaan yang memberi kecacatan fisikku dan derita batin yang tiada tara yang tak mungkin aku biarkan terulang lagi. Aku tidak pernah membalas kekejaman mereka dengan sikap sadis yang mereka lakukan dulu, tapi justru memberi bantuan ekonomi mereka yang mulai hancur setidaknya bisa menyadarkan mereka bahwa bagaimana pun aku adalah bagian dari mereka. Ya aku memaafkan mereka, walaupun sangat sulit menepis kenangan pahit atas kekejaman mereka. Lagipula Allah Swt. sudah membalas perbuatan mereka dengan peristiwa-peristiwa menyakitkan pada keluarga mereka.
Kuputar punggungku. Kuraba bagian tulang rusukku yang pernah patah akibat jatuh dari ketinggian 3 meter di Indonesia. Walaupun pernah dioperasi, namun sampai kini rasa sakit seperti tusukan pisau belati yang tajam cukup menyiksaku.Terlebih saat tubuhku benar-benar kelelahan akibat kerjaku.
Kupandangi tumpukan tisu yang penuh bercak darah dari batukku. Dengan tanganku yang bergetar kumasukan pada plastik sampah.
“Ya Allah, aku mencoba memahami dan menerima semua ujian-Mu. Engkau mengujiku dengan harta dan rasa sakit yang tiada henti. Aku tidak ingin mengeluh terus-terusan kepada-Mu. Kalau Engkau izinkan, kuatkan aku menerima semua ujian-Mu. Tambahkan lagi kesabaran dan ketabahanku mengatasinya. Jadikan aku wanita kuat yang mampu menyembunyikan tangisan kepedihan dengan ulasan senyuman. Jangan biarkan anakku meraba dan merasakan kepedihan hati ibunya sendiri. Biarkan mereka menatap masa depannya tanpa rasa khawatir akan rasa sakit ibunya. Izinkan aku tetap membersamai orang-orang yang masih ingin berdakwah dalam dunia literasi. Jika memang kali ini Engkau kirimkan dunia tanpa denting untuk telinga kiriku, masih bolehkah aku berharap agar Engkau pertajam pendengaranku di telinga kananku sehingga aku masih bisa menghasilkan karya-karya video semata untuk dakwahku. Maafkan aku ya Allah, terlalu banyak permintaanku kali ini dan seolah aku tidak sabar menerimanya, padahal Engkau berkali-kali mengingatkanku: ”Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (TQS. Al Baqarah [2]: 155)
Dunia tanpa denting…
Menemani hari-hariku bersama separuh dunia tanpa warna dalam bercak darah yang tiada henti. Namun, aku tidak boleh mengalah karena aku yakin suatu saat aku bisa sembuh. Aku juga tahu masih banyak orang di luar sana yang lebih parah daripada keadaanku, namun mereka tidak pernah menyerah menjalani kehidupannya.
Jika mereka bisa bertahan, lalu kenapa aku tidak bisa bertahan? So, biarkan aku menjadi wanita kuat yang bisa menginspirasi orang lain dan menjadi mentari yang bisa menyinari hidup orang banyak. Biarkan aku tetap menyemai benih kebaikan karena kuyakin kebaikan hanya akan didengar oleh orang tuli dan dilihat oleh orang buta.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.
Double Bay, 20 Mei 2023[]
Photo : Pribadi &google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com