Kembalinya Cahaya Islam di Setiap Penjuru Negeri

”Islam rahmatan lil ‘alamin sungguh akan menjadi rahmat bagi semua, bila Islam diterapkan secara sempurna dan menyeluruh dalam setiap sendi kehidupan.”


Oleh. Tri Wahyuningsih, S.Pi
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pegiat Literasi dan Media)

NarasiPost.Com-Islam adalah agama rahmatan lil’alamin artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta, termasuk di dalamnya manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jin. Sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Anbiya ayat 107, yang artinya “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Islam sangat melarang manusia berlaku semena-mena terhadap makhluk Allah, baik itu hewan, tumbuhan apalagi sesama manusia. Islam sungguh indah mengatur tentang kehidupan, mulai dari bagaimana manusia bersikap terhadap makhluk Allah hingga sampai balasan apa yang kelak akan diterima manusia ketika mengamalkan setiap ajaran Islam dengan baik dan benar.

Ajaran kehidupan di dalam Islam yang sangat indah inilah mungkin yang membawa penduduk Eropa mempelajari dan berbondong-bondong masuk ke dalam agama yang benar ini, Islam. Sebagaimana dilansir dari Pew Research Center, muslim di Eropa menyumbang pertumbuhan penduduk di Eropa sebanyak 4,9 persen pada 2016 lalu. Lebih tepatnya, pada pertengahan 2016, diperkirakan jumlah penduduk muslim mencapai 25,8 juta (4,9 persen dari keseluruhan populasi) atau meningkat dari 19,5 juta (3,8 persen) dari pada 2010 dan populasi muslim ini akan terus meningkat hingga tahun 2050. Sementara ini, Prancis dan Jerman adalah negara dengan populasi muslim terbesar di Eropa. Pada 2016, Prancis memiliki 5,7 juta muslim, sedangkan di Jerman terdapat sebanyak lima juta jiwa muslim. Selain itu, di Uni Eropa juga terdapat negara yang memiliki jumlah populasi muslim seperempat dari seluruh jumlah penduduknya. (Republika.co.id, 23/01/ 2023)

Pengaruh Islam terhadap Renaissance di Eropa

Cahaya Islam akan selalu bersinar di langit Eropa, sekeras apa pun usaha orang-orang kafir membendung sinar Islam ini. Faktanya, berbagai buku sejarah telah menggambarkan bagaimana dekatnya hubungan Islam terhadap peradaban Eropa saat ini. Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak dipengaruhi oleh khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Islam membebaskan negeri-negeri di Eropa kemudian menyinarinya dengan kegemilangan peradaban Islam, Spanyol salah satunya. Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Orang-orang Eropa menyaksikan Spanyol yang berada dalam kekuasaan Islam begitu jauh meninggalkan negara-negara tetangganya.

Islam pada periode klasik berkembang sangat pesat, menguasai berbagai negeri-negeri di Eropa. Ilmu pengetahuan Islam yang menyebar di bumi Eropa inilah yang kemudian menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (Renaissance) kebudayaan Yunani di Eropa. Berkembangnya pemikiran Yunani {red. Renaissance} inilah yang menjadi awal mulanya kebangkitan Eropa dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan teknologi dan terusirnya Islam dari Eropa dengan cara yang sangat kejam. Ya, kemajuan-kemajuan Eropa saat ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam pada periode klasik dan konspirasi apa pun yang dilakukan Barat saat ini untuk menghancurkan image Islam di mata dunia tak akan pernah mampu menutup lembaran-lembaran sejarah yang mengatakan Islamlah yang mempengaruhi kebangkitan peradaban Eropa.

Konspirasi Barat untuk Kehancuran Islam

Berbagai konspirasi global disusun oleh kafir Barat untuk menghancurkan Islam secara sistematis sejak awal kemunduran kejayaan Islam hingga kini. Kafir Barat menyiapkan berbagai skenario luar biasa untuk menghancurkan kaum muslimin. Mulai dari menyerang akidah kaum muslimin hingga menerapkan sistem-sistem kufur mereka di tengah-tengah masyarakat muslim. Kafir Barat membelokkan akidah umat Islam dengan menanamkan “penyakit” sekularisme, pluralisme, serta liberalisme. Mereka mengirimkan agen-agen yang telah terlatih untuk menanamkan pemahaman-pemahaman sesat ini ke tengah-tengah umat. Hingga lahirlah agen-agen baru dari kalangan kaum muslim yang “mencintai" kebebasan ala Barat , meninggalkan akidah mereka demi kebebasan itu.

Kafir Barat nyatanya tak cukup sampai pada tahapan membelokkan akidah kaum muslimin, namun lebih dari itu mereka terus mempengaruhi kehidupan umat Islam hingga sampailah pada tahapan kaum muslimin meninggalkan segala aturan kehidupan Islam (hukum syarak) menggantinya dengan aturan-aturan yang dibuat oleh kafir berasaskan segala obsesi mereka terhadap dunia dan kebebasannya. Mereka mengganti Ideologi Islam yang memancarkan segala aturan kehidupan dari Sang Pencipta. Allah Swt. dengan ideologi kapitalisme mereka yang berasal dari perdebatan cendekiawan dan gerejawan yang tak ada titik temu dan berakhirlah dengan keputusan pemisahan agama dari kehidupan. Asasnya telah rusak, tentu saja penerapannya pun akan membawa kehancuran saja. Kafir Barat dan segala skenarionya akan selalu menyerang kaum muslimin hingga hancur tak tersisa, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap umat Islam Palestina, Suriah, dan lainnya.

Kelak Islam rahmatan lil ’alamin Akan Kembali

Islam rahmatan lil ‘alamin akan sungguh menjadi rahmat bagi semua bila Islam diterapkan secara sempurna dan menyeluruh dalam setiap sendi kehidupan. Mulai dari Islam mengatur masalah ekonomi, sosial, budaya, hukum hingga politik. Penerapan Islam secara sempurna dan menyeluruh inilah yang akan menjadi awal kehidupan yang sejahtera dan tenteram sesungguhnya. Namun, penerapan Islam kaffah ini tak akan terwujud bila tidak ada institusi negara yang menjaga dan menjalankannya. Sebuah institusi yang memiliki pemimpin yang taat dengan hukum syarak dan tentunya menerapkan hukum-hukum syarak dalam setiap menjalankan pemerintahannya.

Penerapan Islam secara kaffah di bawah naungan institusi negara memang bukan perkara mudah tanpa hambatan, tantangan ataupun rintangan yang senantiasa mengadang. Namun, semua itu pasti bisa diatasi dan penerapan Islam secara total ini pasti akan terjadi. Tegaknya institusi ini adalah janji Allah Swt. dan kabar gembira dari Rasulullah saw. Rasul saw. mengabarkan “………Kemudian akan ada Khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwwah.” (HR. Ahmad dan ath-Thayalisi). Dan Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya dan Rasulullah tak pernah membawa kabar bohong, karenanya kelak Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah pasti akan kembali dan mewujudkan Islam rahmatan lil ’alamin, rahmat bagi seluruh umat manusia, muslim ataupun nonmuslim. Oleh karenanya, sebagaimana dulu para sahabat dan generasi sesudahnya berjuang terus-menerus dan penuh kesungguhan mewujudkan penerapan syariat Islam secara sempurna, saat ini pun kita harus berjuang penuh kesungguhan dan terus-menerus untuk mewujudkan penerapan syariat Islam secara kaffah dan menghadirkan Islam rahmatan lil’alamin di tengah kehidupan ini termasuk di Eropa. Semua hanya masalah waktu saja.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Ketika Hari Telah Fitri

”Kemenangan Ramadan meraih derajat takwa. Semoga hal ini bisa kita raih bersama. Dengan meninggalkan sistem kufur dan beralih kepada sistem yang datangnya dari Allah Swt. semata.”


Oleh. Dewi Kusuma
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Umat)

NarasiPost.Com-Ramadan telah berlalu, hari raya Idulfitri pun telah terlewati. Kini telah memasuki bulan Syawal di mana khusus di bulan ini ada momen penting untuk menjalankan ibadah puasa Syawal selama enam hari.

“Barang siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian ia ikuti dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, ia akan mendapat pahala seperti setahun penuh”. (HR. Muslim)

Kadang tanpa disadari puasa Syawal ini terlewati. Banyaknya aneka makanan Idulfitri menggoda hati untuk melakukan puasa Syawal ini entar dan nanti. Padahal, begitu luar biasanya amal ibadah di bulan Syawal. Betapa Allah Swt. sangat mencintai umat-Nya. Diberikan berbagai limpahan pahala.

Allah telah memberikan keistimewaan untuk umatnya Rasulullah saw. Diberikan keluasan hingga nafas di tenggorokan. Tidak seperti umat-umat terdahulu jika ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka Allah akan langsung mengazabnya.

Sedangkan untuk umatnya Nabi Muhammad saw. diberikan penangguhan. Diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri. Dijadikan umat yang terakhir, sehingga selayaknya mampu untuk menelaah kisah-kisah umat terdahulu. Lebih intens untuk bisa tadarusan dan mengetahui makna yang ada dalam Al-Qur’an. Sehingga, mampu berpikir jernih untuk mempersiapkan kehidupan pascakehidupan dunia.

Di bulan Ramadan, Allah jadikan sebagai bulan yang penuh ampunan. Dilipatgandakan amal ibadah secara menyeluruh. Bahkan, Allah melipatgandakan pahala hingga seribu bulan.

Ramadan usai, Idulfitri pun menjelang. Saat yang ditunggu untuk meraih kemenangan. Layakkah disebut sebagai pemenang setelah sebulan penuh berpuasa Ramadan?

Duhai hati… cukupkan diri dengan tipu daya dunia. Cermati setiap keadaan, jadikan semua menjadi pelajaran. Menapaki kehidupan dengan keistikamahan. Jauhkan jiwa dari gemerlapnya dunia.

Jika tak cermat dalam memilah dan memilih tentu akan terseret dengan keserakahan dunia. Terkadang banyaknya harta, tingginya kedudukan (jabatan), serta memiliki keluarga yang terpandang membuat diri silau dan lupa diri. Semua itu hanyalah titipan Ilahi. Kapan pun Allah bisa mengambilnya secara paksa.

Hal ini sering melalaikan, seolah semua adalah hasil jerih payahnya. Padahal itu adalah anugerah Allah, rezeki yang Allah titipkan pada umat-Nya. Tanpa pilih-pilih Allah memberikan rezeki, kebahagiaan dan kesenangan dunia kepada siapa pun yang Dia kehendaki.

Untuk itu semua mesti berserah diri kepada Allah, karena hidup ini hanya untuk beribadah kepada-Nya. Setelah semua menjadi fitri, saat yang tepat untuk lebih taat kepada syariat. Tunduk dan taat hanya kepada aturan Allah semata.

Ramadan usai
Idulfitri terlewati
Sucikan hati
Dengan keikhlasan sejati

Raih ketakwaan dengan penuh keyakinan. Jadikan Islam sebagai cara pandang kehidupan. Al-Qur’an sebagai sandaran dalam berbuat dan bertingkah laku.

Kita inginkan hal yang sama, untuk meraih cinta dan rida Allah. Derajat takwa itu yang diimpikan setiap insan. Setelah puasa Ramadan sebulan penuh terselesaikan. Selayaknya hati pun menjadi suci, tunduk terhadap seluruh aturan Allah. Meski godaan datang menghantam tak perlu untuk diikuti. Tunaikan kewajiban terhadap sesama dan tak perlu menunggu balasan darinya. Cukuplah Allah Swt. yang akan memberikan imbalan pahala.

Fitrinya hati, sucikan jiwa, raih kemenangan dengan ketakwaan. Meneruskan kehidupan selanjutnya sesuai Al-Qur’an. Meski godaan pun pasti datang. Namun semua harus dijalani dengan penuh kesabaran, keikhlasan, dan memohon kekuatan dari-Nya.

Memang tidak ada manusia yang sempurna. Semua pasti pernah berbuat dosa. Mencukupkan diri dan bertekad untuk tidak terbawa nafsu, baik nafsu amarah maupun diperbudak nafsu dunia.

Allah akan menguji hamba-Nya, agar terseleksi yang sesuai syariat-Nya. Bersabarlah ketika ujian itu datang. Tetaplah sertakan Allah dalam setiap perbuatan.

Selesainya merayakan hari raya Idulfitri tentu hal ini mampu membawa perubahan. Berubah dengan menambah ketaatan. Berubah dengan menambah keistikamahan. Meninggalkan semua perlakuan buruk serta menggantinya dengan perlakuan terpuji.

Sebagian bahasa ulama mengatakan “Laysa al-‘id li man tha’atuhu tazid.” (Hari raya bukanlah untuk orang yang mengenakan semua serba baru, namun sejatinya untuk orang-orang yang ketaatannya bertambah).

Kemenangan Ramadan meraih derajat takwa. Semoga hal ini bisa kita raih bersama. Dengan meninggalkan sistem kufur dan beralih kepada sistem yang datangnya dari Allah Swt. semata.

Taat dan takwa mesti tertancap di dada. Mencukupkan diri dari segala perbuatan maksiat, memulai kehidupan baru dengan taat syariat. Meski tak mudah dan tak mulus semua mesti dilakukan dengan penuh ikhlas, sabar, dan pasrah. Allah hanya meminta untuk berusaha bukan meminta hasilnya. Laa haula walaa quwwata illa billah.

Allah Swt. berfirman:
“Dan jika mereka beriman dan bertakwa, pahala dari Allah itu pasti lebih baik, jika mereka tahu.” (TQS: Al-Baqarah: 103).

Manusia tempatnya salah, namun bukan mesti terjerumus dalam kesalahan. Menjadikan sebuah kesalahan menjadi pelajaran dan cemeti untuk berubah. Tentu berubah pada ketaatan bukan berubah menambah kesalahan.

Setiap langkah, kita sertakan Allah. Dialah yang akan memberikan kemudahan, memberikan kekuatan dan limpahan rahmat-Nya. Berjuang dengan taubatan nashuha, hingga akhir hidup diberikan husnul khatimah.

Wallahu a'lam bi ash-shawwab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Petani, Profesi yang Tak Diminati?

”Maka kesejahteraan petani dalam sistem kapitalisme hanyalah angan-angan kosong. Bantuan yang diberikan pun hanya berupa bantuan ala kadarnya bukan untuk mencari solusi yang tepat untuk membebaskan para petani dari kesulitan-kesulitan tersebut.”


Oleh. Gina Ummu Azhari
(Kontributor NarasiPost.Com dan Anggota Komunitas Muslimah Rindu Surga)

NarasiPost.Com-Pemerintah Kabupaten Bandung meluncurkan program hibah untuk petani melalui kartu petani SIBEDAS pada tahun 2023 dengan dana sebesar Rp25 miliar untuk 50 orang petani atau Rp500 ribu per orang. Hal ini diharapkan dapat menarik kaum milenial agar mau memilih profesi sebagai petani. Selain itu, diharapkan pula dapat membantu para petani dan peternak untuk mengembangkan usahanya. Karena peningkatan produksi di bidang pertanian ini akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini diungkapkan oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna di Soreang Kabupaten Bandung, Jawa Barat (Antaranews.com, 07 April 2033 )

Pemuda adalah penerus estafet pembangunan suatu negara. Dalam sistem kapitalisme, mayoritas pencari kerja lebih memilih untuk menjadi karyawan di bidang industri ataupun pertambangan dan sangat sedikit yang berminat untuk menjadi petani. Padahal, pertanian salah satu ujung tonggak ketahanan pangan. Kebutuhan pangan akan terus bertambah, namun jumlah petani dan lahan pertaniannya semakin sedikit.

Banyak program yang dibuat oleh pemerintah untuk meningkatkan produktivitas pertanian maupun untuk menarik minat pemuda untuk terjun di bidang pertanian. Akan tetapi kondisi petani yang tidak terjamin penghasilannya membuat pemuda enggan untuk memilih profesi tersebut. Selain itu terdapat faktor lain seperti tidak adanya perkembangan karier, penuh risiko, tidak dihargai, dan tidak menjanjikan. (CNBC Indonesia, 01/12/2022)

Kebijakan pemerintah yang justru membuka keran impor pada produk pertanian membuat petani sulit untuk bersaing dalam menjual hasil pertaniannya, sehingga menurunkan penghasilannya. Dicabutnya subsidi pupuk berakibat pada tingginya harga produksi semakin menambah kesulitannya. Karena beban produksi yang tinggi, petani akhirnya terjebak berutang kepada tengkulak dan menjual lahan pertanian untuk melunasi utangnya. Ini menyebabkan berkurangnya lahan pertanian. Maka tidak cukup satu program untuk meningkatkan penghasilan para petani melainkan diperlukan kebijakan-kebijakan yang saling berkesinambungan.

Namun, sangat sulit untuk mewujudkan kesejahteraan petani dalam sistem sekuler kapitalisme. Karena asasnya yang berdasarkan pada keuntungan materi. Begitu pun dengan kebijakan pemerintahnya yang menguntungkan oligarki dibandingkan menguntungkan rakyat. Contohnya kebijakan impor untuk produk pertanian yang merugikan petani dan menguntungkan importir. Maka kesejahteraan petani dalam sistem kapitalisme hanyalah angan-angan kosong. Bantuan yang diberikan pun hanya berupa bantuan ala kadarnya bukan untuk mencari solusi yang tepat untuk membebaskan para petani dari kesulitan-kesulitan tersebut.

Berbeda dengan sistem Islam yang berdasarkan syariat mewajibkan seorang pemimpin untuk me- riayah atau mengurus urusan rakyatnya sebagaimana sabda Baginda Rasulullah saw. yang berbunyi: “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari).

Maka kebijakan yang dihasilkan akan mengutamakan kepentingan umat. Demikian pula dalam bidang pertanian, Islam memberikan perhatian dan dorongan yang sangat besar pada umat agar menggeluti bidang ini, di antaranya tampak pada hadis berikut:

”…Tidaklah seorang muslim menanam sebatang pohon (berkebun) atau sebutir biji (bertani), lalu hasilnya dimakan burung, manusia atau binatang, melainkan baginya ada pahala sedekah.” (HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmizi, dan Ahmad)

Selain peran agama, negara pun ikut andil besar dalam pada menjalankan politik ekonomi Islam untuk menyejahterakan umat dengan berkontribusi besar dalam mengoptimalkan sektor pertanian. Negara akan memberikan modal kepada para petani agar mampu mengelola lahannya; mengupayakan harga pupuk yang murah agar terjangkau oleh petani; mendorong penelitian untuk meningkatkan produktivitas pertanian; mengutamakan produksi dalam negeri dan tidak bergantung pada impor; serta merealisasikan program intensifikasi, ekstensifikasi, dan teknologi pertanian. Hal ini akan mampu terwujud dengan sistem perekonomian Islam yang mewajibkan SDA untuk dikelola oleh negara agar mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Jika kehidupan petani terjamin, akan mendorong pemuda untuk bekerja menjadi petani dan meningkatkan produktivitas hasil pertanian.

Demikianlah sempurnanya sistem Islam, akan melahirkan pemimpin yang amanah. Dia akan bersungguh-sungguh dalam jabatannya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Maka upaya untuk menerapkan sistem Islam secara kaffah harus dilakukan demi tercapainya kesejahteraan dan keridaan Sang Pemilik alam semesta.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kisah Pilu Korban Human Trafficking

” Pemerintah seharusnya tidak membiarkan para perempuan bekerja ke luar negeri, akan tetapi menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyatnya khususnya bagi kaum lelaki, bukan menjadikannya sebagai pundi-pundi devisa negara.”


Oleh. Bunga Padi
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Dunia maya kembali dihebohkan dengan viralnya seorang wanita bernama Ayu Febriani (26) asal Kota Bontang. Dalam unggahan video tersebut tampak wajah Ayu sedih. Ia meminta pertolongan kepada pihak Wali Kota Bontang Basri Rase agar memulangkannya ke Indonesia dari negara tempat keberadaannya sekarang.

Pada kesempatan itu, ia juga mengatakan sudah tak sanggup bekerja di luar batas kemampuannya, dengan durasi 16 jam atau overtime. Gaji yang diterima tak sesuai yang dijanjikan sejumlah 400$ USD. Suasana ekstrem, gempa, dan suara ledakan bom membuat Ayu makin tak nyaman, berada di daerah konflik Suriah.

Peristiwa ini bermula ketika Ayu dijanjikan oleh seorang agensi penyalur tenaga kerja ke luar negeri yang bernama Eli Saraswati di Jawa Timur untuk bekerja di Turki sebagai driver. Tetapi kenyataannya berbeda, sampai di Turki Ayu malah dikurung dan tidak diberi ruang untuk berkomunikasi dengan siapa pun. Kemudian ia dijual ke Suriah menjadi seorang babysister. Kini hampir setahun sudah ia menjalani profesi barunya.

Peristiwa perdagangan manusia yang dialami Ayu tentu menjadi perhatian warganet dan Bontang khususnya. Tak terkecuali Kepala Disnaker Bontang Abdul Safa Muha. Ia berusaha mencari solusi mengenai nasib Ayu, mengingat kasusnya ilegal secara hukum di negeri ini dan legal secara hukum di negara lain, tentu menjadi dilema tersendiri. (Bontangpost.id, 10/4/2023)

Apa yang terjadi pada Ayu makin membuka mata kita bahwa perdagangan manusia masih tumbuh subur di negeri ini. Terbukti, dari catatan Kementerian Luar Negeri telah terjadi penambahan kasus TPPO dari 2021 dengan 361 kasus hingga 2022 menjadi 752 kasus, mengalami peningkatan 100 persen lebih.

Oleh karenanya, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim dan Kementerian Luar Negeri Yudha Nugraha mengimbau masyarakat, terutama yang sedang mencari pekerjaan untuk berhati-hati tidak mudah tergiur dengan iming-iming gaji mahal, diberangkatkan ke luar negeri, dan modus lainnya. Karena rawan penipuan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Maraknya kasus kejahatan, penipuan, dan perdagangan orang di Indonesia tak lepas dari peran teknologi internet. Para pelaku kejahatan dan penipuan dengan mudah melancarkan aksinya dengan menyebarkan selebaran atau iklan dengan gaji yang menggiurkan bagi para pencari kerja lewat jejaring sosial, brosur yang ditempel di tempat umum dan lain-lain.

Bagi mereka yang minim pengetahuan atau informasi pekerjaan yang akurat dan legalitas agen penyalur tenaga kerja ke luar negeri, sangat rentan jadi korban pelaku human trafficking. Ditambah lagi uang persekot yang lumayan besar kisaran Rp5 juta hingga Rp10 juta serta gaji besar melebihi UMR cukup membuat pencari kerja tergoda.

Masalah lain yang muncul adalah visa yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya. Biasanya para pekerja ilegal akan menggunakan visa ziarah atau visa umrah yang seharusnya menggunakan visa bekerja. Selain itu, penerapan moratorium penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di 19 negara kawasan Timur Tengah masih berlaku, yakni Perpu Kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah. Realitasnya, hal itu justru membawa malapetaka pelanggaran hak buruh migran perempuan, HAM, diskriminasi, dan human trafficking.

Hal ini pula yang mendorong Solidaritas Perempuan dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyampaikan instruksinya melalui Konferensi Pers Virtual pada 14/10/2021. Perwakilan testimoni disuarakan Satria dan Martini mantan TKI yang mengalami kasus penipuan dan kekerasan yang kasusnya hampir serupa yang dialami Ayu. Semula Martini dijanjikan bekerja di Turki malah dikirim ke Libia. Pun begitu Satria yang bekerja di Madinah mendapatkan kekerasan. Sebagai orang yang pernah menjadi korban, mereka sangat menyayangkan adanya peraturan kebijakan Kepmenaker tersebut dan meminta untuk mengevaluasi dan mencabutnya. Sebab peraturan tersebut dinilai sangat tidak adil, merugikan dan mencederai nilai-nilai kemanusiaan. Karena menghilangkan perlindungan jiwa raga buruh migran. (Komnasham. go.id, 15/10/2021)

Sistem Kapitalisme Akar Masalah

Rangkaian peristiwa perdagangan manusia bak puncak gunung es yang belum terselesaikan di Indonesia hingga kini. Meski ada perundangan-undangan yang berlaku masih sebatas pragmatis dan parsial belum menyentuh akar persoalan.

Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang butuh makan, untuk memenuhi semua itu tentu dengan cara bekerja untuk mencukupinya. Tetapi ketika lapangan pekerjaan yang diharapkan tidak ada, sementara kebutuhan hidup terus berjalan. Maka solusi yang mudah diambil menjadi buruh migran LN meski terkadang nyawa taruhannya. Pemerintah seharusnya tidak membiarkan para perempuan bekerja ke luar negeri, akan tetapi menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyatnya khususnya bagi kaum lelaki, bukan menjadikannya sebagai pundi-pundi devisa negara.

Bila ditelisik, untuk melepaskan jeratan dari ketidakadilan bagi buruh migran rasanya kecil kemungkinan bisa terwujud dalam paradigma sistem sekuler liberal kapitalistik. Sebab, yang menjadi tolok ukur sistem ini adalah asas manfaat dan materi. Tak peduli apakah merugikan orang lain, haram, atau buruk cara tempuhnya. Maka tak mengherankan juga jika lapangan kerja di negeri sendiri malah dinikmati para oligarki.

Sudah berapa banyak pertemuan digelar guna mencari jalan keluar permasalahan TPPO termasuk yang baru-baru ini dilaksanakan sejumlah 49 negara dalam Konferensi Menteri Proses Bali kedelapan di Adelaide, Australia. Rapat yang digelar 2 tahun sekali oleh para menteri ini membicarakan 8 poin bidang kerja sama termasuk kejahatan transnasional. Namun, belum membuahkan hasil.

Khilafah Menyolusi Migran Perempuan

Dalam pandangan Islam, manusia adalah makhluk paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk lainnya. Dengan segenap potensi yang ada pada dirinya, Ia akan menjadi manusia mulia, terhormat, bahkan memiliki kehidupan yang sejahtera, makmur, aman, dan damai.

Islam merupakan agama sekaligus ideologi. Segala persoalan sekecil sebesar atau serumit apa pun bisa diselesaikan. Termasuk kasus perdagangan manusia tidak akan terjadi. Negara Khilafah dalam me- riayah rakyatnya hanya menerapkan hukum-hukum syariah dalam roda pemerintahannya termasuk berlakunya hukum ekonomi Islam. Pun termasuk menyediakan lapangan pekerjaan dan mengatur ketenagakerjaan ke negara luar.

Islam memberikan aturan-aturan yang jelas kepada pekerja maupun pemberi kerja termasuk upah yang akan diberikan. Kerja sama yang dilakukan atas akad ijarah. Di mana keduanya bersepakat untuk saling menguntungkan. Pemberi kerja harus memberikan hak pekerja atau upahnya bila pekerjaan telah selesai. Seperti hadis riwayat Ibnu Majah Rasulullah saw. mengingatkan kepada tuannya agar segera menunaikan upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering.

Keagungan Islam lainnya, negara menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya, terutama perlindungan terhadap perempuan agar tak perlu bekerja sebagai buruh migran maupun domestik. Karena sejatinya nafkah dirinya dan anak-anak telah ditanggung kepala rumah tangga (suami) Jika terkendala semisal sakit dan tak memungkinkan bekerja, maka jatuh ke wali yang lain seperti kakek, ayah mertua, saudara laki-laki, dan seterusnya. Sebagaimana tertuang dalam firman Allah di surah Al-Baqarah ayat 233 yang mengingatkan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.

Sejatinya, perempuan adalah tulang rusuk yang harus diayomi, dilindungi dan dikasihi. Allah Swt. telah memberikan posisi yang strategis, yakni berkarier surga kepadanya di dalam rumahnya sendiri dengan predikat ummun warabbatul bait. Di samping tiang negara dan pencetak generasi saleh dan salihah. Yang kelak sebagai penjaga peradaban gemilang. Oleh karena itu, Islam sangat memuliakannya dengan memastikan segala pemenuhan kebutuhan pokok individu termasuk pangan, sandang, dan papan tercukupi dengan baik.

Menjadi cerdas dan pintar tentu menjadi dambaan setiap orang. Pun perempuan berhak mengenyam pendidikan dengan kualitas terbaik, lengkap sarana dan prasarananya dari negara yang kemudian ilmunya ditransfer dalam mendidik buah hatinya dan masyarakat. Selain itu ada jaminan kesehatan, serta perlindungan keamanan, di mana negara akan memberikannya cuma-cuma tanpa dipungut bayaran sepeser pun. Negara Khilafah sadar sepenuhnya sebagai penggembala bagi rakyatnya harus bersikap amanah.

Dalam riwayat hadis Bukhari no. 844 Rasulullah saw. menuturkan, " … Seorang bapak adalah pemimpin atas para anggota keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu. Seorang ibu adalah pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya, dan akan dimintai pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya itu. Dan seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya itu … "

Sayangnya, jaminan kesejahteraan bagi perempuan belum terwujud dalam sistem hari ini, kecuali di sistem kehidupan Islam kaffah. Dengan demikian, menjadi tanggung jawab bersama, seluruh kaum muslim untuk mewujudkannya dengan menggencarkan amar makruf nahi mungkar di tengah umat seperti metode dan thariqah dakwah yang telah diteladankan Rasulullah saw.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab. []


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Apem, Ungkapan Maaf yang Tak Terucap

"Kue apem berasal dari serapan bahasa Arab "affum, affuwun, afwan" yang berarti maaf atau ampunan. Bagi masyarakat Jawa, makanan kerap digunakan sebagai sarana untuk mengungkapkan maksud dari seseorang."


Oleh. Firda Umayah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sebelum Islam hadir ke Nusantara khususnya tanah Jawa, suku Jawa sarat akan aneka tradisi yang penuh simbol dan makna tertentu. Hingga pada saat wali sanga hadir untuk mendakwahkan Islam, sebagian para wali turut melakukan akulturasi untuk memasukkan makna yang islami pada tradisi yang ada. Salah satunya dalam pemberian makna aneka makanan. Termasuk kue apem, yang dijadikan masyarakat Jawa simbol sebagai ungkapan maaf dan permohonan ampunan.

Ya, kue apem berasal dari serapan bahasa Arab "affum, affuwun, afwan" yang berarti maaf atau ampunan. Bagi masyarakat Jawa, makanan kerap digunakan sebagai sarana untuk mengungkapkan maksud dari seseorang. Tak hanya kue apem, terdapat beberapa makanan lain yang dijadikan simbol dari makna tertentu. Seperti ketupat, yang juga digunakan untuk permintaan maaf, iwel-iwel yang sarat akan harapan orang tua kepada anaknya, dan lain-lain.

Kue apem biasanya disuguhkan dalam acara kirim doa, tahlilan, sedekah bumi, syukuran, atau yang lainnya. Pada acara kirim doa, kue apem kerap hadir sebagai simbol permintaan maaf dan permohonan ampunan bagi keluarga yang menyelenggarakan tahlilan dan orang meninggal yang dikirimi doa. Sebagaimana kue pada umumnya, kue apem memiliki rasa manis, dengan tekstur empuk, bentuk bulat, dan harum. Kue apem dapat dibuat dengan cara dipanggang atau dikukus.

Kue apem merupakan kue yang terbuat dari bahan dasar tepung beras, tepung terigu, gula, santan, ragi instan, dan sedikit garam. Semua bahan dicampur jadi satu lalu adonan dikukus atau dipanggang. Dalam mengukus atau memanggang, adonan kue dimasukkan ke dalam cetakan yang berbentuk bulat, bunga, atau yang lainnya. Di Indonesia sendiri, kue apem memiliki banyak varian. Tergantung dari bahan campuran yang diberikan. Bisa ditambah gula aren, tape singkong, pandan, atau yang lainnya.

Dari semua bahan yang terkandung di dalamnya, kue apem kaya akan karbohidrat dan lemak nabati. Sehingga, kue ini sangat cocok untuk sumber energi. Dalam 100 gram kue, terdapat 148-168 kkal energi tergantung dari komponen bahan yang digunakan. Sesuai dengan perkembangan zaman, kue apem kini mudah ditemukan karena biasa terdapat di penjual aneka kue basah dan kue tradisional. Sehingga, tak perlu menunggu undangan tasyakuran atau acara lain untuk bisa menikmati kue ini.

Apem, adalah simbol dari ungkapan maaf seseorang kepada orang lain dan permohonan ampunan kepada Allah Swt. Begitu dalam makna ini, membuat kue ini seakan wajib ada ketika masyarakat Jawa melakukan suatu tasyakuran. Dalam Islam, meminta maaf merupakan hal yang sangat dianjurkan. Seseorang yang minta maaf, merupakan orang yang memiliki kerendahan hati. Meminta maaf, tidak selamanya menandakan bahwa orang tersebut memiliki salah kepada orang lain. Akan tetapi, ini merupakan bagian dari ajaran Islam yang harus dilakukan oleh seorang muslim. Bahkan kata "maaf" merupakan salah satu kata ajaib yang dapat melembutkan hati seseorang. Saling memaafkan juga dapat mempererat ukhuwah islamiah dalam masyarakat.

Dalam hadis Rasulullah saw. disebutkan,

"Tidaklah Allah memberi tambahan kepada seseorang hamba yang suka memberi maaf melainkan kemuliaan." (HR. Muslim)

Allah Swt. berfirman,

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ

"Jadilah seorang pemaaf dan suruhlah orang melakukan yang makruf dan jangan pedulikan orang-orang yang bodoh." (QS. Al-A'raf: 199)

Begitu juga dengan memohon ampunan kepada Allah Swt. Ini adalah salah satu kewajiban bagi setiap muslim. Siapa saja yang enggan memohon ampun kepada Allah, maka ia termasuk orang yang sombong. Ini jelas perbuatan tercela, dosa, dan tidak disukai Allah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Abu Dzar berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda,

Sesungguhnya Allah berfirman, "Wahai hamba-Ku, sungguh kalian bersalah kecuali orang yang Aku maafkan, maka mintalah kepada-Ku ampunan niscaya Aku akan mengampuni kalian semua."

Dalam Al-Qur'an, Allah Swt. juga berfirman,

وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

"Dan mohonkanlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan." (QS. Muhammad: 19)

Oleh karena itu, hendaklah setiap muslim senantiasa memohon ampunan kepada Allah Swt., bertobat, dan berusaha tidak melakukan perbuatan dosa apa pun itu. Tak hanya itu, hendaklah muslim juga mendoakan dan memohonkan ampunan untuk muslim yang lain, seperti mendoakan orang tua, anak, kerabat, guru, ulama, atau orang-orang saleh, serta orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup di dunia. Wallahu a'lam bishawab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Waspadalah! Nomophobia Menyerang Generasi

”Nomophobia adalah salah satu gangguan yang muncul akibat penggunaan kecanggihan teknologi yang kurang tepat. Dalam pandangan Islam, menggunakan teknologi dalam kehidupan hukumnya adalah mubah atau boleh.”


Oleh. Firda Umayah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Di era digitalisasi saat ini, penggunaan gawai (gadget) seperti smartphone merupakan kebutuhan hidup yang sulit dihindari. Anak-anak, remaja, tua, muda, kaya, dan miskin, hampir semuanya pernah menggunakan gawai. Sayangnya, penggunaan gawai yang tidak dikontrol dengan baik, membuat sebagian orang termasuk generasi muda terkena nomophobia.

Nomophobia adalah singkatan dari no mobile phone phobia yaitu rasa takut yang berlebih saat jauh dari gawai. Umumnya, nomophobia dialami oleh para pengguna smartphone. Meskipun sebagian orang menganggap sepele, namun penderita nomophobia akan memiliki gangguan kesehatan mental. Karena, dapat menimbulkan rasa cemas, gelisah, khawatir, bingung, bahkan marah saat tidak memegang atau menggunakan gawai.

Pada tahun 2015, Indonesia memiliki peringkat keempat sebagai negara paling aktif menggunakan smartphone setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Pada tahun 2018, penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti dan Muyana pada pelajar SMK menunjukkan bahwa presentase tingkat nomophobia di kalangan pelajar, sebanyak 5% masuk pada kategori sangat tinggi, 31% masuk kategori tinggi, 35% kategori sedang, dan 24% kategori rendah. Mirisnya, para pengguna gawai yang terkena nomophobia semakin lama semakin meningkat. (aksiologi.org, 4-2-2023)

Secara umum, para penderita nomophobia di kalangan generasi memiliki beberapa ciri sebagai berikut:

  1. Merasa tidak tenang jika tidak berdekatan dengan gawai dalam segala aktivitas.
  2. Perhatian mudah teralihkan saat notifikasi gawai berbunyi.
  3. Menjauhi kehidupan sosial dan memilih untuk berinteraksi dengan gawai
  4. Selalu meminta dan mengecek gawai meski dengan segala alasan
  5. Menghabiskan waktu sehari-hari dengan aktivitas menggunakan gawai lebih banyak daripada aktivitas yang lain
  6. Cemas dan panik saat gawai tidak bisa digunakan karena sinyal yang buruk, kuota habis, low battery, dll.

Kemudahan yang diberikan oleh smartphone dalam mengakses informasi rupanya juga memiliki dampak negatif dalam kesehatan fisik yang harus diperhatikan bersama. Berikut ini bahaya nomophobia dalam hal kesehatan fisik.

  1. Mata lelah, perih, panas, gatal, pusing, mual, dan terjadi penurunan kualitas penglihatan
  2. Daya konsentrasi dan fokus menurun
  3. Leher pegal dan sakit
  4. Postur tubuh bungkuk karena sering menunduk
  5. Menurunkan kemampuan komunikasi secara verbal
  6. Menurunkan kualitas tidur yang berefek pada kebugaran tubuh

Untuk mencegah dan mengobati penderita nomophobia di kalangan generasi, maka pengurangan penggunaan gawai secara signifikan merupakan hal yang harus dilakukan. Bagi seorang anak dan remaja yang masih labil secara emosional, maka butuh pendampingan orang tua agar anak perlahan dapat mengerti dan terbebas dari nomophobia. Hal itu dapat dilakukan oleh orang tua dengan usaha berikut:

  1. Orang tua sebaiknya tidak menunjukkan penggunaan gawai di depan anak tanpa kebutuhan penting. Ini agar anak tidak turut meminta penggunaan gawai.
  2. Alihkan perhatian anak saat meminta hiburan melalui gawai dengan kegiatan bermanfaat lainnya. Orang tua juga perlu mendampingi anak jika anak tidak mau melakukan kegiatan tersebut secara mandiri.
  3. Ajaklah anak untuk berkomunikasi secara langsung tentang kebutuhan yang ia perlukan apa pun itu. Jangan langsung menyerahkan gawai kepada anak saat anak membutuhkan sumber informasi untuk hal yang ia perlukan. Sebisa mungkin, orang tualah yang memegang penggunaan gawai, kecuali penggunaan gawai tersebut dalam pengawasan dan pendampingan orang tua.
  4. Perbanyaklah melakukan interaksi dengan anak dengan family time agar anak tidak kosong secara emosional dan spiritual.
  5. Ajaklah anak untuk melakukan aktivitas bersama baik aktivitas yang mendukung kebutuhan hidupnya atau aktivitas yang menyenangkan baginya.
  6. Segera konsultasikan kesehatan anak jika setelah penggunaan gawai, anak memiliki gangguan kesehatan seperti gangguan penglihatan, gangguan mental, atau yang lainnya.

Nomophobia adalah salah satu gangguan yang muncul akibat penggunaan kecanggihan teknologi yang kurang tepat. Dalam pandangan Islam, menggunakan teknologi dalam kehidupan hukumnya adalah mubah atau boleh. Kebolehan ini karena teknologi merupakan hasil dari pengembangan ilmu pengetahuan yang tidak berkaitan dengan pemikiran (tsaqafah) tertentu. Meskipun kecanggihan teknologi dikembangkan oleh nonmuslim, namun selama tidak bertentangan dengan syariat Islam, muslim boleh mengambilnya.

Terdapat beberapa dalil syarak yang menunjukkan kebolehan penggunaan hasil ilmu pengetahuan. Seperti dalam Al-Qur'an surah ayat 80. Allah Swt. berfirman,

وَعَلَّمْنٰهُ صَنْعَةَ لَبُوْسٍ لَّكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ مِّنْۢ بَأْسِكُمْۚ فَهَلْ اَنْتُمْ شَاكِرُوْنَ

"Dan Kami ajarkan kepadanya (Daud) cara membuat baju besi untukmu, untuk melindungi kamu dalam peperangan, maka apakah kamu tidak bersyukur?"

Meskipun penggunaan teknologi boleh di dalam Islam, namun Islam melarang di dalam penggunaan yang berlebihan sehingga melalaikan manusia dari mempersiapkan kehidupan akhirat. Bahkan Allah Swt. telah memberikan peringatan agar muslim tidak menjadikan kehidupan dunia sebagai permainan dan senda gurau semata (QS. Muhammad: 36).

Sebaliknya, jika penggunaan teknologi mampu menambah amalan muslim karena penggunaan yang ditujukan untuk dakwah Islam dan kebaikan lainnya, maka Allah menyukai hal itu selama muslim tersebut tidak larut dalam aktivitas yang bersifat dunia maya semata. Sebab, bagaimana pun juga, aktivitas terbaik yang digunakan dalam menyeru kebaikan adalah aktivitas yang langsung dilakukan dengan komunikasi dua arah. Kecanggihan teknologi hanya untuk memudahkan aktivitas yang tidak dapat dilakukan dengan dua arah secara langsung karena keterbatasan waktu, tempat, dan biaya.

Termasuk dalam sebuah keluarga, orang tua sebagai pendidik yang utama dan pertama bagi anak-anaknya harus memahamkan kepada anak atas posisi penggunaan gawai dan teknologi di dalam pandangan Islam. Agar anak dapat memiliki pandangan yang sama dan mampu belajar untuk mengatur waktu dengan baik sembari terus dipantau dan dikontrol oleh orang tua. Terlebih lagi, jika penggunaan teknologi sudah membawa bahaya (mudarat) bagi anak, maka orang tua harus mengambil tindakan untuk menyelamatkan anak dari bahaya tersebut. Karena, Islam melarang segala sesuatu yang membawa kemudaratan bagi diri sendiri dan orang lain.

Rasulullah saw. bersabda,

"Tidak boleh melakukan perbuatan yang mencelakakan diri sendiri dan orang lain." (HR. Ibnu Majah)

Wallahu a'lam bishawab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Mudik Asyik, Penuh Berkah

"Silaturahmi pada dasarnya merupakan hubungan yang terjalin karena ikatan darah atau rahim dari seorang perempuan. Tujuan dari silaturahmi adalah agar sesama kerabat dapat saling berbuat baik, tolong menolong, dan yang lainnya. Ini adalah bagian dari apa yang disyariatkan oleh Islam."


Oleh. Firda Umayah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sobat, hari raya Idul Fitri sudah di depan mata. Masyarakat Indonesia sudah ramai berbondong-bondong melakukan "mudik" alias "mulih dilik" yang berarti pulang sebentar. Pulang ke kampung halaman untuk berkumpul bersama orang tua dan kerabat yang lama tak dijumpai. Bertukar kisah serta perjuangan saat berjuang di tanah perantauan masing-masing.

Meski mudik selalu penuh dengan rasa bahagia, namun tak jarang mudik bisa menjadi momen sedih lantaran perkataan atau sikap yang kurang baik dari keluarga atau kerabat. Tren "flexing" alias pamer saat berkumpul dengan keluarga kerap membuat keluarga lain tak nyaman saat berjumpa. Hingga dapat menghilangkan keberkahan dalam bersilaturahmi. Tentu, hal ini tidak ingin terjadi kepada kita, bukan?

Untuk menjaga silaturahmi dan momen mudik tetap asyik serta penuh berkah, berikut ini tip yang bisa sobat lakukan.

Pertama, pahamilah tujuan mudik dengan benar.

Rasulullah saw. pernah bersabda,

"Beribadahlah kepada Allah, janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan dirikanlah salat, dan tunaikan zakat, dan jalinlah silaturahmi dengan orang tua dan saudara." (HR. Bukhari)

Sobat, alasan utama mudik adalah untuk menjalin silaturahmi. Silaturahmi berasal dari bahasa Arab "silah" yang berarti hubungan dan "rahim" yang berarti kandungan. Silaturahmi pada dasarnya merupakan hubungan yang terjalin karena ikatan darah atau rahim dari seorang perempuan. Tujuan dari silaturahmi adalah agar sesama kerabat dapat saling berbuat baik, tolong menolong, dan yang lainnya. Ini adalah bagian dari apa yang disyariatkan oleh Islam.

Dalam Syarah Sahih Muslim dituliskan, Imam An-Nawawi ra. menjelaskan bahwa silaturahmi adalah berbuat baik kepada kerabat sesuai dengan keadaan orang yang hendak menghubungkan dan orang yang dihubungkan. Kebaikan itu dapat berupa harta, bantuan tenaga, dengan mengunjungi kerabat, memberinya salam, dan lainnya.

Kedua, pahami adab dalam bertamu dan bersilaturahmi.

Sobat, adab merupakan perkara penting yang harus diperhatikan setiap muslim. Allah Swt. memerintahkan umat Islam untuk memiliki adab dan akhlak yang terpuji. Allah Swt. tidak menyukai orang-orang yang memiliki akhlak yang tercela.

Di antara beberapa adab yang harus dilakukan oleh muslim adalah menjaga aib saudara seimannya. Menjaga aib saudara seiman adalah kewajiban bagi setiap muslim. Rasulullah saw. bersabda,

"Siapa saja yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat." (HR. Ibnu Majah)

Selain itu, adab yang harus diperhatikan adalah berkata yang baik ketika bertemu dengan saudaranya. Oleh karena itu, budaya "flexing", "body shaming", "kepo berlebihan", dan yang lainnya tentu harus dijauhi, ya Sobat.

Rasulullah saw. bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

"Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari)

Ketiga, jadikan momen mudik sebagai bagian dari amar makruf nahi mungkar.

Sobat, mudik penuh berkah tidak sekadar dengan berjumpa dan membagikan hadiah kepada orang tua dan kerabat, ya. Ada kewajiban yang selalu menyertai muslim di mana pun ia berada. Yaitu amar makruf nahi mungkar. Momen berkumpul yang menyatukan berbagai keluarga dengan aktivitas yang berbeda merupakan ladang pahala bagi seorang muslim. Seperti menyampaikan dakwah Islam agar kerabat terhindar dari pemikiran dan sikap yang tidak sesuai dengan hukum syarak.

Tentu saja, ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Perlu kedekatan yang terus berkelanjutan meskipun komunikasi yang dilakukan hanya melalui telepon, tulisan, atau yang lainnya.

Dalam Al-Qur'an surah At-Tahrim ayat 6, Allah Swt. memerintahkan kita untuk menjaga diri dan keluarga dari panasnya api neraka yang bahan bakunya terbuat dari manusia dan api. Di mana dalam neraka tersebut selalu dijaga oleh para malaikat yang kasar dan keras, namun tak pernah menyekutukan Allah dan selalu melakukan segala perintah-Nya.

Keempat, saling mendoakan dan mendukung dalam kebaikan.

Sobat, momen mudik dan kumpul keluarga tidak hanya digunakan untuk mengingatkan saja, ya. Tapi jadikan juga sebagai momen untuk saling mendoakan dan mendukung dalam kebaikan. Dukungan atas perilaku positif yang sesuai dengan syariat Islam akan mampu menjaga semangat seseorang di dalam ketaatan kepada Allah Swt. Ini juga dapat menjadi pengingat bagi kerabat agar berhati-hati dalam bersikap serta semakin menguatkan tali silaturahmi di antara anggota keluarga dan kerabat.

Ingatlah, bahwa Allah Swt. telah mengingatkan kita dalam Al-Qur'an surah Al-Asr, agar kita tidak menjadi orang-orang yang merugi lantaran tidak menjadi orang beriman yang melakukan amal saleh, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Nah, itulah keempat hal yang bisa Sobat lakukan agar mudik tetap asyik namun penuh berkah. Ingat juga bahwa keberkahan hanya datang ketika muslim melakukan segala sesuatu yang sesuai dengan syariat Islam. Keberkahan merupakan nikmat yang berasal dari Allah Swt. dan bagian dari ketenangan hidup manusia sehingga manusia tidak akan tersesat dari jalan-Nya.

Allah Swt. berfirman,

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى

"Maka apabila datang padamu petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak celaka." (QS. Taha: 123)

Wallahu a'lam bishawab.[]


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Photo : Google

Ramadan Setiap Hari

"Derajat inilah yang seharusnya menjadi tujuan setiap mukmin ketika menjalankan kewajiban puasa Ramadan. Derajat takwa ini bukan hanya diraih saat bulan Ramadan saja, akan tetapi hasil dari puasa yang kita kerjakan secara ikhlas di bulan Ramadan, semestinya melahirkan pribadi yang semakin bertakwa pasca Ramadan."


Oleh. Ummu Ainyssa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-"Umi…Alhamdulillah ya puasa sudah mau selesai dan sebentar lagi kita akan merayakan lebaran," kata putraku yang saat ini duduk di kelas 1 SD.

"Iya Mas, sedih ya bentar lagi bulan Ramadan akan meninggalkan kita," jawabku menimpali.

"Lho kok sedih sih mi, Mas malah senang karena sebentar lagi kita akan merayakan hari raya dan tidak puasa lagi." Tambahnya seakan meyakinkanku.

"Bulan Ramadan 'kan bulan yang penuh kebaikan, Mas, pahala pun dilipatgandakan, dan setan juga pada diikat, kalau Ramadan selesai berarti 'kan setan dilepas lagi dan bakal mengganggu kita lagi," jelasku singkat.

Begitulah kiranya yang dirasakan oleh hampir semua anak seusianya. Ada kebahagiaan tersendiri saat Ramadan hendak usai. Lain halnya bagi kita yang sudah balig dan berakal, terkhusus bagi muslim yang beriman. Memang sudah selayaknya bagi setiap mukmin untuk menyambut hari raya dengan gembira, namun di balik rasa gembira itu tentu ada rasa sedih yang mendera. Sebab bulan Ramadan yang mulia, penuh dengan ampunan dan rahmat, kesempatan terbaik bagi setiap mukmin untuk berlomba-lomba meraih pahala akan segera berlalu. Tamu agung yang selama sebulan datang dengan semua kebaikan akan segera pulang.

Bagi muslim yang beriman, berbagai keutamaan dan kemuliaan yang ada di bulan Ramadan telah memberikan motivasi besar untuk meraih derajat tertinggi yaitu menjadi orang yang bertakwa. Selama sebulan penuh, kaum muslim mampu menundukkan hawa nafsunya. Di bulan ini pulalah kaum muslim terlatih dalam ketundukan dan ketaatannya kepada perintah dan larangan Allah Swt., termasuk meninggalkan aktivitas yang sejatinya dihalalkan di bulan-bulan lain, seperti makan dan minum. Maka, jika meninggalkan sesuatu yang halal saja bisa, apalagi meninggalkan perbuatan yang jelas haram.

Semua larangan itu bisa dengan ringan kita tinggalkan, sebab dorongan ketaatan yang begitu kuat dalam diri kita. Maka, sudah seharusnya tingkat keimanan ini senantiasa harus kita jaga, bukan hanya di bulan Ramadan saja, tetapi juga di bulan lainnya. Bahkan kita jadikan setiap hari sebagai bulan Ramadan. Teringat apa yang dituturkan oleh Imam Al-Ghazali, tatkala menjelaskan perumpamaan kehidupan,

"Jalani hidupmu seperti seolah-olah setiap harinya adalah Ramadan, maka akhirat akan menjadi hari rayamu."

Bahkan di dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, beliau menjelaskan bahwa orang yang berpuasa terbagi dalam tiga tingkatan, yakni shaum al-'umum, shaum al-khushush, dan shaum khushush al-khushush.

Shaum al-'umum adalah puasa tingkatan pertama yang merupakan pelatihan dasar. Puasa yang hanya sekadar tidak makan, minum, dan meninggalkan semua hal yang membatalkan sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Di tahapan ini manusia masih sangat rentan dengan pembatalan nilai-nilainya, karena masih terbukanya pintu kerusakan pahala puasa dengan keburukan anggota badan dan akal pikirannya. Ibarat orang yang berpuasa tetapi masih sering berkata bohong, gibah, mencaci, iri hati, dendam, dan lain-lain.

Sementara Rasulullah saw. pernah menyampaikan bahwa siapa saja yang berpuasa tapi tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan jahil, maka Allah tidak peduli dengan puasanya. Demikian seperti diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Abu Hurairah.

Imam An-Nasai dan Ibnu Majah dalam sunannya, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda,

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إلَّا السَّهَرُ

“Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapat pahala puasa kecuali hanya lapar dan haus saja. Berapa banyak orang yang bangun malam, tidak mendapat pahala kecuali hanya bangun malamnya saja.”

Selanjutnya shaum al-khushush. Imam Al-Ghazali menyebut tingkatan ini sebagai puasanya orang saleh yang sudah sampai derajat istimewa. Di tingkatan ini puasa tidak lagi hanya mengendalikan perut, melainkan juga mengendalikan dan mengontrol perilaku badan maupun panca indranya. Matanya sudah dikendalikan dari melihat tontonan yang sia-sia apalagi haram. Lisannya dikendalikan dari mengatakan ucapan yang sia-sia, seperti memfitnah, mengumpat, berdusta, dan lain-lain. Telinganya dipelihara dari mendengarkan perkataan yang sia-sia. Begitu pun seluruh anggota badannya dikendalikan dari tindakan dan perbuatan yang sia-sia.

Adapun shaum khushush al-khushush adalah tingkatan yang tertinggi yaitu puasanya orang-orang yang paling istimewa. Mereka berpuasa bukan sekadar menahan syahwat perut dan farji, menahan dan mengendalikan seluruh anggota badan dan panca indra dari segala perbuatan sia-sia, tapi juga mengendalikan dan mengarahkan segenap perasaan dan pikirannya untuk senantiasa selalu fokus pada ketaatan kepada Allah Swt. semata. Hasil dari puasanya adalah terlihat nyata adanya perubahan dalam hidupnya untuk selalu terikat dengan ketaatan terhadap perintah dan larangan-Nya.

Puasa pada derajat ini adalah puasa yang paripurna, puasa yang 100 persen, di mana mulai dari perut dan semua anggota badan, panca indra sampai kepada pikiran dan perasaan ikut berpuasa. Dikendalikan, dikontrol, dan difokuskan hanya kepada satu objek, yaitu kepada rida Allah Swt..

Derajat inilah yang seharusnya menjadi tujuan setiap mukmin ketika menjalankan kewajiban puasa Ramadan. Derajat takwa ini bukan hanya diraih saat bulan Ramadan saja, akan tetapi hasil dari puasa yang kita kerjakan secara ikhlas di bulan Ramadan, semestinya melahirkan pribadi yang semakin bertakwa pasca Ramadan.

Bukankah Rasulullah saw. pernah menyampaikan bahwa barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadan karena iman dan berharap pahala, niscaya diampuni untuknya dosa-dosa yang telah lalu. Maka, sungguh sangat disayangkan jika di bulan Ramadan Allah telah mengampuni dosa-dosa kita, namun selepas Ramadan kita kembali menjadi pendosa.

Lantas bagaimana agar kita bisa menjadikan setiap hari bagaikan Ramadan? Hal ini tentu butuh perjuangan dari diri kita sendiri. Ringannya kita menahan hawa nafsu di bulan Ramadan adalah karena tingkatan keimanan kita yang tinggi, sehingga kita meyakini 100 persen bahwa perintah berpuasa adalah sesuatu yang wajib hukumnya dan tidak bisa ditawar lagi. Maka, ini jugalah yang seharusnya kita yakini dalam perintah Allah yang lainnya. Dan di sini dibutuhkan sikap mujahadah yaitu bersungguh-sungguh menjalankan perintah Allah. Yakin bahwa semua perintah dan larangan Allah adalah benar, tidak ada sedikit pun keraguan di dalamnya.

Selanjutnya, yang tidak kalah penting untuk kita tanamkan dalam diri kita adalah sikap muraqabah atau merasa selalu diawasi oleh Allah Swt.. Orang yang merasa dirinya selalu diawasi oleh Allah tentu akan merasa takut saat hendak melakukan perbuatan maksiat. Jika masuk ke sebuah gedung yang terpasang kamera pengawas CCTV saja kita merasa malu untuk berbuat yang aneh-aneh, apalagi jika yakin Allah-lah yang langsung mengawasi aktivitas kita. Keyakinan inilah yang akan selalu memotivasi kita untuk selalu terikat dengan syariatnya Allah. Di mana Allah Swt. memerintahkan setiap muslim agar dalam setiap aktivitasnya senantiasa terikat dengan hukum syariat.

Setelah perjuangan yang besar dalam diri kita, maka sangat perlu juga bantuan dari orang-orang di sekitar kita. Yakni perlunya kita untuk selalu berkumpul dengan orang-orang saleh. Sebab keberadaan orang saleh ibarat magnet kebaikan bagi kita. Tatkala kita hampir tergelincir dalam kemaksiatan, maka akan ada orang saleh di samping kita yang akan selalu mengingatkan dan saling memberikan nasihat.

Mengingat tidak mudahnya meraih derajat ketakwaan, maka perlu kita hadirkan dalam diri kita akan kewajiban untuk terus mencari ilmu. Semakin kita mencari ilmu, kita akan merasa betapa banyak kekurangan dalam diri kita. Dosa-dosa kita akan semakin terlihat. Bukankah kita selalu berdoa ingin dikumpulkan dalam golongan orang yang bertakwa? Sementara orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang paham dan tahu ilmu tentang apa yang hendak diperbuat, sebab amal perbuatan tanpa dilandasi ilmu bisa tertolak.

Selanjutnya, yang terpenting juga adalah terus berdoa agar Allah selalu memberikan keistikamahan dalam setiap ibadah kita. Doa merupakan ibadah yang mulia. Allah Swt. sangat menyukai hamba-Nya yang berdoa, sebab dengan berdoa, artinya memperlihatkan sikap berserah diri kita serta mengakui betapa lemahnya diri kita sehingga kita membutuhkan Allah.

Allah Swt. berfirman dalam surah Ghafir ayat 60,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ

"Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina."

Itulah sebabnya Rasulullah saw. pernah mengajarkan umatnya untuk memperbanyak doa agar Allah Swt. selalu berikan keistikamahan serta mengokohkan hati kita terhadap agama dan atas ketaatan kepada-Nya.

Dengan semua ini, tentu harapan kita adalah semoga kita bisa menjalani setiap aktivitas dengan ringan sesuai dengan syariat yang Allah turunkan. Tiada lagi tujuan hidup kita melainkan kita hanya mengharap rida Allah semata. Sehingga setiap hari yang kita jalani bagaikan suasana di bulan Ramadan dan berhari raya di surga-Nya kelak. Wallahu a'lam bishawab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Menangkis Kanker Kulit dengan Sunscreen

”Oleh karena adanya kerusakan tersebut, manusia pada hari ini sangat dianjurkan menggunakan sunscreen setiap hari. Bukan hanya untuk kecantikan, namun penggunaan sunscreen dapat menurunkan risiko kanker kulit akibat paparan radiasi matahari.”


Oleh. Nurjanah Triani
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kulit merupakan organ yang paling besar dalam tubuh manusia. Selain itu, kulit juga menjadi bagian terluar yang berkontak langsung dengan lingkungan seperti sinar matahari, debu, kotoran, dan lain-lain. Oleh karena itu, kesehatan kulit menjadi hal yang rentan bermasalah, karena menjadi bagian pertama yang terpapar dengan benda asing.

Meski demikian, sebenarnya Sang Pencipta menciptakan kulit dengan proteksinya tersendiri. Contoh saat kulit terpapar sinar matahari secara berlebih, tubuh akan memproteksi diri dengan memproduksi pigmen bernama melanin untuk melindungi dan memperbaiki sel-sel yang terganggu oleh radiasi. Pigmen inilah yang membuat kulit berubah warna menjadi lebih gelap.

Namun, seiring berjalannya waktu, bumi tak lagi mampu membendung segala bentuk radiasi. Salah satu penyebabnya ialah penipisan ozon sebagai pelindung bumi. Penipisan lapisan ozon menyebabkan peningkatan radiasi sinar UV-B yang berdampak pada kerusakan sistem perlindungan alami makhluk hidup, sehingga meningkatkan kerentanan ketahanan pada manusia, hewan, dan tanaman. Salah satu dampak bagi manusia akibat kerusakan ozon adalah kanker kulit.

Berbeda dengan keadaan zaman dahulu, di mana belum banyak pabrik-pabrik yang menghasilkan banyak asap, kendaraan roda dua dan roda empat yang berjejer di jalanan hingga polusi udara tak tertahankan, bumi masih terproteksi oleh pelindungnya dari radiasi, yakni lapisan ozon. Namun, kerusakan-kerusakan yang ada di bumi akibat ulah manusia mengakibatkan efek rumah kaca yang berdampak pada menipisnya lapisan ozon.

Dalam Al-Qur'an Allah berfirman,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar-Rum: 41)

Oleh karena adanya kerusakan tersebut, manusia pada hari ini sangat dianjurkan menggunakan sunscreen setiap hari. Bukan hanya untuk kecantikan, namun penggunaan sunscreen dapat menurunkan risiko kanker kulit akibat paparan radiasi matahari. Pemakaian sunscreen dapat melindungi kita dari paparan UV-A dan UV-B.

Dampak dari sinar UV-A adalah mempercepat penuaan dini, keriput serta flek hitam. Sinar UV-A mampu menembus bagian dalam kulit, bahkan sinar UV-A mampu menembus awan dan kaca. Oleh karena itu, penggunaan sunscreen tetap dianjurkan meski keadaan sedang mendung atau sedang dalam ruangan. Sementara itu, sinar UV-B tidak menembus awan maupun kaca, namun radiasinya lebih kuat, kulit yang terpapar sinar ini sebentar saja bisa terbakar atau sunburn.

Sunscreen berbeda dengan sunblok. Sunblok berfungsi untuk menangkis masuknya sinar matahari ke dalam kulit, sementara sunscreen hanya bersifat menyaring yang artinya tubuh masih mendapatkan sinar matahari yang masuk ke dalam tubuh. Umumnya, sunscreen mengandung axybenzone atau avobenzon. Sedangkan sunblok biasanya mengandung titanium oxide atau zinc oxide.

Berikut tip cara menggunakan sunscreen benar

1. Pilih SPF yang tepat

SPF adalah kadar perlindungan sunscreen terhadap sinar matahari. SPF pada sunscreen sangat bervariasi, ada yang SPF 15 dengan perlindungan 93%, SPF 30 dengan perlindungan 97% dan SPF 50 dengan perlindungan 98%. Disarankan menggunakan SPF 30. SPF melindungi dari sinar UV-B

2. Pilih sunscreen dengan protection of grade UV-A (PA)

Berbeda dengan SPF yang melindungi kulit dari UV-B, PA berfungsi untuk melindungi kulit dari UV-A yang dapat menyebabkan penuaan dini, keriput, garis harus dan lain sebagainya. Jika SFP diukur dari angka, PA diukur dari banyaknya tanda (+). Mulai dari PA+ hingga PA++++. Semakin banyak tanda (+), semakin besar perlindungan dari sinar UV-A.

3. Kocok sebelum penggunaan

Hal ini dianjurkan agar seluruh kandungan dalam kemasan tercampur merata. Jika tidak, kandungan akan menggumpal dan tidak memberikan perlindungan secara merata pada kulit.

4. Gunakan dua ruas jari

Untuk perlindungan maksimal, gunakan sunscreen sebanyak dua ruas jari atau sekitar satu sendok teh.

5. Gunakan sunscreen 15-30 menit sebelum keluar ruangan

Sunscreen membutuhkan waktu untuk terserap oleh kulit. Jika penyerapannya tidak sempurna, perlindungan sunscreen pada kulit tidak akan maksimal.

6. Re-apply sunscreen 2 jam sekali saat keluar ruangan

Perlindungan sunscreen semakin lama akan semakin berkurang, terlebih jika sudah di atas 2 jam, maka perlindungan yang diberikan tidak akan maksimal.

7. Pakai sunscreen pada tahapan terakhir

Jika kamu memiliki serangkaian skincare lainnya, maka sunscreen menjadi tahapan akhir penutup dari rangkaian tersebut.

Perlu diketahui, jika kamu termasuk orang yang memiliki serangkaian skincare, maka manfaat dari semua skincare yang digunakan tidak akan berdampak apa pun jika kamu melupakan penggunaan sunscreen. Sebab, kerusakan kulit dan permasalahan kulit lainnya hadir disebabkan oleh radiasi matahari. Terlebih saat kamu menggunakan bahan aktif seperti retinol di malam hari, maka pada pagi hari kamu wajib menggunakan sunscreen sebagai perlindungan. Sebab saat eksfoliasi dan regenerasi kulit, di mana kulit sedang berganti dengan kulit baru yang mengakibatkan penipisan kulit, akan lebih rentan rusak jika terkena radiasi matahari tanpa perlindungan.

Dalam Islam, menjaga kesehatan termasuk di dalamnya kesehatan kulit merupakan suatu kewajiban. Allah Swt. menitipkan jasad kepada manusia untuk dikembalikan dalam keadaan baik. Menjaga kesehatan juga sebagai bagian dari memberikan hak untuk diri sendiri. Karena Allah sangat membenci orang-orang yang berbuat zalim, salah satunya zalim terhadap diri sendiri dengan tidak menjaga kesehatan dengan baik.

Islam merupakan agama yang sangat mengutamakan kebersihan. Pun dalam beribadah, kebersihan menjadi salah satu syarat sahnya salat. Hal tersebut juga memiliki tujuan kebaikan yakni terhindar dari berbagai penyakit dan tubuh menjadi sehat.

Memiliki fisik yang sehat bagi seorang muslim adalah hal yang harus diperjuangkan. Sebab, fisik yang sehat memudahkan kita untuk beribadah dengan lebih baik. Serta perjuangan Islam membutuhkan orang-orang dengan fisik yang sehat agar mampu menerjang berbagai ujian dengan kuat.

Oleh karena itu, dengan mengetahui fakta saat ini bahwa bumi tak mampu lagi secara maksimal menjaga makhluk hidup di dalamnya, termasuk manusia dari radiasi, maka pemakaian sunscreen untuk melindungi diri dari kemungkinan terkena kanker kulit bisa menjadi salah satu hal yang dianjurkan pula dalam Islam.

So, bagaimana Sob, sudah memiliki produk sunscreen yang tepat belum?

Wallahu a’lam bish shawab[]


Photo :Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Generasi Makin Sadis dalam Sistem Sekuler Kapitalisme

"Sistem sekularisme kapitalisme ini telah gagal dalam mendidik generasi. Kurikulum pendidikan berbasis sekuler nyatanya gagal dalam menciptakan generasi cerdas dan berkualitas di semua sisi. Padahal, untuk menciptakan masa depan emas, dibutuhkan generasi yang cerdas pemikirannya dan mulia akhlaknya. Sangat mustahil generasi seperti ini lahir dalam sistem sekularisme kapitalisme."


Oleh. Mutiara
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Dakwah)

NarasiPost.Com-Masa depan suatu peradaban dapat tergambarkan dari generasi mudanya. Kenapa ? Karena yang akan memimpin peradaban ke depannya adalah anak-anak muda yang dididik hari ini. Jadi, untuk melihat bagaimana peradaban ini akan dibawa, bisa dilihat dari bagaimana generasi muda saat ini. Namun, mirisnya kekerasan saat ini seakan akrab sekali dengan generasi muda. Pasalnya, jumlah kekerasan yang dilakukan generasi muda termasuk pelajar semakin hari semakin meningkat jumlahnya.

Beberapa saat terakhir berderet kasus kekerasan yang dilakukan pemuda, seperti yang terjadi di Purworejo yaitu sarung yang sudah dimodifikasi menjadi senjata untuk digunakan perang antargeng. Sebagaimana yang disampaikan oleh Kapolsek Purworejo, AKP Bruyi Rahman, menyebutkan bahwa kebanyakan dari anggota geng-geng tersebut adalah anak-anak (Kompas.com,25/03/2023).

Kasus yang sama juga terjadi di Sukabumi dan Jakarta Selatan, hingga kasus ini membuat resah masyarakat karena jumlah mereka juga tidak sedikit. Lebih mengerikannya lagi, di Sukabumi 3 ABG membacok siswa SMP hingga tewas sambil live IG (Instagram) (detik.news.com, 24/03/2023).

Diketahui kejadian pembacokan tersebut sengaja ditayangkan secara live, tersebab pelaku tidak terima korban menuduh ketiga pelaku melakukan vandalisme di gedung sekolahnya. Kejadian pembunuhan juga terjadi di Yogyakarta, dan lebih mirisnya adalah kasus pembunuhan ini diikuti dengan mutilasi (cnnindonesia.com, 23/03/2023).

Sederet kasus kekerasan tersebut seharusnya dapat menjadi gambaran bahwa generasi muda saat ini semakin terjerat dengan kekerasan dan jumlahnya semakin banyak dan beragam. Generasi semakin ke sini semakin kehilangan jati dirinya, apalagi Indonesia merupakan negeri mayoritas muslim yang seharusnya menjadikan Islam sebagai identitas diri pemudanya. Kasus kekerasan pada lingkup pemuda yang tak kunjung usai dan sudah sering kali terulang ini, bukan suatu masalah yang dapat diselesaikan secara pragmatis yang cukup dihukumi dengan penjara, tetapi butuh sistem yang dapat menjaga pemuda dan memastikan bahwa kasus serupa tidak akan terjadi lagi. Sebab, bila ditelisik lebih jauh, generasi hari ini tumbuh dengan pandangan hidup sekularisme yang memisahkan antara aturan kehidupan dan agama. Agama dipandang sempit hanya mengatur masalah ibadah saja, tetapi tidak dengan masalah sosial, pergaulan, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain.

Pandangan hidup sekularisme menjadikan pemuda mengutaman ego serta hawa nafsu dalam menyelesaikan masalah, sebab jauhnya mereka dari iman yang dapat membentengi diri mereka dari perbuatan maksiat. Belum lagi mereka terjebak pada lingkaran hidup materialistik kapitalistik hingga mereka disibukkan dengan mengejar eksistensi duniawi dengan membuat konten viral walaupun berisikan kekerasan. Selain itu, tidak sedikit juga kasus kekerasan dilakukan karena masalah ekonomi. Susahnya mendapat pekerjaan dan tuntutan hidup membuat mereka terpaksa membuang rasa kemanusiaannya dan terjebak dalam kubangan kriminal. Maka dapat dilihat bahwa masalah ini juga terkait satu sama lain dan tidak cukup dengan menyelesaikan salah satunya, sebab akar masalahnya terdapat pada sistem hidup yang digunakan.

Sistem sekularisme kapitalisme ini telah gagal dalam mendidik generasi. Kurikulum pendidikan berbasis sekuler nyatanya gagal dalam menciptakan generasi cerdas dan berkualitas di semua sisi. Padahal, untuk menciptakan masa depan emas, dibutuhkan generasi yang cerdas pemikirannya dan mulia akhlaknya. Sangat mustahil generasi seperti ini lahir dalam sistem sekularisme kapitalisme. Telah terbukti bahwa semakin jauhnya generasi dari agama (Islam), maka semakin terjebak dalam kemaksiatan. Semakin tinggi nilai sekuler liberal yang dijunjung, maka semakin terjebak dalam kubangan kriminal. Untuk itu sistem hidup sangat berperan besar dalam membentuk generasi.

Sistem Islam dapat mewujudkan generasi emas yang cerdas dan berkualitas dengan akhlak mulia. Islam memiliki tiga pilar penting dalam membentuk generasi. Pilar pertama adalah ketakwaan individu yang diperoleh dari pendidikan keluarga. Keluarga menjadi sekolah pertama dan wajib mendidik anak-anaknya dengan akidah Islam sehingga akan membentuk ketakwaan yang akan menjadi perisai seseorang dalam berbuat maksiat.

Pilar kedua adalah kontrol masyarakat dengan amar makruf nahi munkar (dakwah). Islam mewajibkan dakwah bagi setiap muslim. Adanya kontrol masyarakat melalui dakwah, saling menasihati dan mencegah dari perbuatan mungkar tidak akan memberi kesempatan bagi kemaksiatan tumbuh subur. Dengan begitu, fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial dapat berjalan dengan baik.

Pilar ketiga adalah adanya negara yang menerapkan Islam secara kaffah, menjadikan Islam sebagai asas dalam setiap aspek kehidupan. Negara akan menjalankan pendidikan berbasis akidah Islam untuk membentuk generasi yang berkepribadian Islam. Negara akan memproteksi generasi dari segala bentuk gaya hidup dan tontonan yang dapat merusak keimanan dan ketaatan, seperti memblokir segala situs porno dan konten kekerasan, melarang produksi film yang mengumbar aurat dan konten negatif lainnya, juga akan memberantas peradaran miras dan memberantas industrinya. Negara juga akan memastikan kebutuhan pokok seluruh rakyat terpenuhi sehingga tidak menjadikan mereka terjerumus dalam tindak kriminal demi memenuhi kebutuhan pokok.

Ketiga pilar ini hanya dapat berfungsi optimal jika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan oleh negara. Secara historis, negara Islam telah terbukti menciptakan generasi cerdas dan berkualitas dengan akhlak mulia seperti lahirnya ilmuwan seperti Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Ar-Razi, dan lain-lain yang tidak hanya seorang ilmuwan cerdas tetapi juga merupakan seorang ulama yang fakih fiddin. Dengan Islam sebagai sistem yang mengatur kehidupan inilah genarasi akan terjaga dari setiap tindak kejahatan. Wallahu a'lam bishawab[].


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Oligarki Kian Nyata, Cermin Politik Indonesia

”Iklim sistem demokrasi mewajarkan kapitalis (pemilik modal) memiliki andil yang cukup besar dalam kekuasaan di pemerintahan dan nyatalah bahwa kebijakan yang dibuat sangat tidak prorakyat.”


Oleh. Amelia Al Izzah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Baru-baru ini, Indonesia Political Opinion (IPO) melakukan survei terkait dengan kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi). Survei tersebut dilakukan sepanjang tanggal 1-7 Maret 2023 dengan menggunakan metode Multistage Random Sampling (MRS) atau dengan kata lain metode pengambilan sampel secara bertahap. Hasil survei tersebut, menyebutkan 41 persen responden mengatakan tidak puas atas kinerja Jokowi, 43 persen menjawab puas, 9 persen menjawab sangat puas, 5 persen menjawab tidak puas dan 2 persen menjawab tidak tahu. (CNN Indonesia, 11/3/2023)

Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah menjelaskan beberapa hal yang memengaruhi kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi yaitu, 42,5 persen karena memberikan bantuan sosial, 21,4 persen karena adanya pembangunan infrastruktur, 4,2 persen mengatakan Jokowi merakyat dan sederhana, dan 1,7 persen berhasil mengurangi angka kemiskinan.

Dari hasil survei yang telah dirilis tersebut, hal ini tentu menunjukkan bahwa politik yang ditampilkan dalam keadaan baik-baik saja, ternyata pada faktanya tidak berdampak baik pada rakyat. Secara tidak langsung hal ini menunjukkan bahwa citra politik yang dibangun dan ditampilkan tidak sama sekali memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan rakyat, namun berpengaruh pada kelompok-kelompok tertentu, yakni para oligarki atau pemilik modal. Oligarki adalah bentuk struktur kekuasaan di mana kekuasaan tersebut berada di tangan segelintir orang yang tak lain adalah pengusaha kaya yang mengendalikan perpolitikan baik secara langsung maupun di belakang layar.

Oligarki Cari Selamat, Jokowi Tak Dianggap

Melihat kinerja pemerintah saat ini, ketua Kajian Publik Sabang Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan menyatakan bahwa pemerintah Jokowi kian memperlihatkan kekuasaan oligarki yang paripurna, pemerintahan yang dijalankan nyaris tanpa pengawasan atau check and balance hingga menghasilkan kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan rakyat. (Politic.rmol.id).

Terutama hasil produk legislasi (UU) yang sangat prooligarki, semisal UU Minerba, UU Omnibuslaw dan lain sebagainya. Semakin jelas bahwa kekuasaan yang dibangun ini untuk siapa. Iklim sistem demokrasi mewajarkan kapitalis (pemilik modal) memiliki andil yang cukup besar dalam kekuasaan di pemerintahan dan nyatalah bahwa kebijakan yang dibuat sangat tidak prorakyat, sehingga lambat laun rakyat kian menyadari bahwa citra yang dibangun tak berdampak pada rakyat.

Dalam sejarahnya, kekuatan oligarki di negeri ini bukanlah hal yang baru. Seperti diketahui rezim orde baru yakni saat kepemimpinan Soeharto sudah menerapkan Sultanic Oligarchy yang kemudian terus bergeser menjadi Ruling Oligarchy. Dan di kepemimpinan Ruling Oligarchy inilah para “penguasa” oligarki semakin leluasa berkuasa, tidak hanya di ranah politik tetapi sudah masuk dalam sistem pemerintahan, pos-pos kementerian yang strategis secara ekonomi dan politik, sehingga dapat langsung memberikan tekanan kepada penguasa baru untuk di setir.

Menuju pemilihan presiden 2024 dan akan berakhirnya masa jabatan Jokowi, para “penguasa” oligarki yang notabene adalah pengusaha kaya raya, tentu akan membidik calon yang potensial agar mereka tetap memiliki kendali dalam pemerintahan. Jokowi dikabarkan mulai tak dianggap penting oleh mereka, sejumlah partai politik yang masuk dalam bagian koalisi juga dikabarkan mulai meninggalkan Jokowi satu per satu untuk menyelamatkan diri. Tentu dalam sistem demokrasi, hal seperti ini lumrah terjadi yakni dalam artian di antara mereka yang memiliki kepentingan sibuk dengan urusan mereka sendiri tanpa mementingkan bagaimana terkait kepengurusan rakyat. Mengurusi rakyat seharusnya adalah amanah berat yang harus diemban, bentuk tanggung jawab dari kepemimpinan mereka.

Islam, Politik, dan Pemimpin yang Terbaik

Politik dalam Islam dikenal dengan istilah siyasah yang bermakna pemeliharaan, perbaikan, pelurusan, membuat kebijaksanaan, pemerintahan dan politik yang membawa kepada kemaslahatan umat. Aktivitas politik dalam Islam pada prinsipnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penguasa sebagai pelayan masyarakat memiliki kewajiban memikirkan persoalan rakyat. Hal ini merupakan implementasi dari makna Al-Qur’an dan hadis, yakni orang yang bergantung kepada selain Allah, maka Allah akan berlepas dari orang itu. Dan orang yang tidak memperhatikan kepentingan kaum muslimin maka perlu dipertanyakan keimanannya. Sebagai seorang muslim, sudah barang tentu, Islam menjadi sumber acuan aktivitas kehidupannya di dunia untuk memperoleh akhiratnya.

Aktivitas lainnya yang harus dilakukan dalam politik Islam adalah amar makruf nahi mungkar. Sesuai dengan firman Allah "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah." (TQS. Ali Imran: 110).

Melihat kondisi hari ini, umat Islam sudah jauh dari aturan atau syariat Islam. Sejak barat menawarkan sistem pemerintahan sekuler, umat Islam sedunia hampir tidak punya pilihan lain kecuali mengikuti sistem saat ini yang jelas berbeda secara hakikat, tujuan, orientasi, dan mekanismenya. Islam memandang hakikat kekuasaan merupakan perpanjangan dari kedaulatan Allah Swt., untuk itu aturan atau hukum harus mengaku pada apa yang sudah tertulis dalam Al-Qur’an. Sedangkan dalam demokrasi mengatakan kedaulatan di tangan rakyat, sehingga rakyat berhak membuat hukum atau undang-undang.

Terlebih lagi yang menjadi tujuan negara menurut Islam ialah menegakkan hukum-hukum Allah dan khalifah sebagai penjaganya untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat Sedangkan pandangan demokrasi, negara bertujuan untuk mencapai kekuasaan pribadi atau golongan dengan berbagai cara.

Terlihat jelas bahwa kepemimpinan dalam Islam merupakan amanah dari Allah untuk mengatur dan membimbing manusia ke jalan yang benar. Pengangkatan pemimpin tidak dilakukan melalui cara pemilihan langsung dari rakyat, karena khalifah atau pemimpin sifatnya sebagai pengganti Nabi saw. dalam memimpin umat namun melalui baiat yakni penunjukan beberapa orang untuk bermusyawarah dan memilih salah satu dari mereka untuk menjadi khalifah atau melalui kesepakatan umat Islam.

Islam memiliki konsep kepemimpinan yang jelas, terang, dan dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya kepada rakyat, tapi lebih lagi kepada Allah Swt. Islam telah membimbing kita bahwa kekuasaan yang kita miliki adalah bagian dari kekuasaan-Nya. Siapa yang mendapatkan amanah kepemimpinan dengan cara memintanya maka Allah tidak akan membantunya. Sebaliknya siapa yang mendapatkan amanah kepemimpinan tanpa memintanya, maka Allah akan membantunya yakni pemimpin yang memiliki tujuan untuk menegakkan dienullah di muka bumi ini. Untuk itu wajib bagi kita sebagai umat Islam untuk terus memperjuangkan tegaknya syariat Islam sebagai hukum yang mengatur kehidupan kita untuk menuju akhirat. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Isu Kemiskinan di Negara dengan Tingkat Ekonomi Berskala Jumbo

”Tetapi, hal tersebut justru berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat yang ada. Isu kemiskinan merupakan salah satu problem besar negara ini dari tahun ke tahun.”


Oleh. Nur Indah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Di tengah peringatan yang diberikan oleh International Monetary Fund (IMF) bahwa pada tahun 2023 dunia akan menghadapi resesi, Indonesia justru muncul sebagai negara dengan large enough economy. Hal itu disampaikan oleh Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani dalam acara Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023. Sri Mulyani mengacu pada majalah The Economist yang menyebutkan bahwa Indonesia dan India merupakan negara yang bersaing untuk mencapai top performer di G20 ataupun dunia. Sebagaimana yang diucapkannya pada acara tersebut, parameter yang dijadikan tolok ukur yaitu:
"Ekonominya besar, stability bagus, inflasi yang kemarin yang turun di bawah 5%, nilai tukarnya yang stabil, yield dari surat berharganya yang cukup kompetitif, dan yang jelas growth outlook-nya masih stabil," (www.detik.com, 6/4/2023).

Idealnya, mendapat gelar sebagai negara dengan tingkat ekonomi berskala jumbo adalah suatu kebanggaan. Tetapi, hal tersebut justru berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat yang ada. Isu kemiskinan merupakan salah satu problem besar negara ini dari tahun ke tahun.

Badan Pusat Statistik pada periode Maret-September 2022 memetakan provinsi dengan tingkat kemiskinan paling tinggi di Indonesia. Empat provinsi di kawasan timur Indonesia menempati urutan teratas antara lain Papua dengan tingkat kemiskinan 26.80%, Papua Barat 21.43%, NTT 20.33%, dan Maluku dengan tingkat kemiskinan 16.23%. Jika kita amati, keempat provinsi tersebut memiliki potensi yang besar dalam hal sumber daya alam. Tidak hanya itu, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga dinobatkan sebagai wilayah termiskin di pulau Jawa. Padahal, DIY merupakan salah satu daerah yang menjadi tujuan wisata. (www.kompas.com, 4/4/2023).

Kemiskinan merupakan masalah yang cukup kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, serta kondisi lingkungan. Dilihat dari kacamata ekonomi, ada beberapa penyebab kemiskinan. Pertama, adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sehingga berpengaruh pada pendapatan. Kedua, rendahnya kualitas sumber daya. Ketiga, karena perbedaan akses ke modal.

Pertumbuhan ekonomi menjadi tolok ukur keberhasilan kebijakan yang diterapkan untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Secara teori, apabila pertumbuhan ekonomi meningkat, maka kesejahteraan masyarakat pun meningkat. Namun, teori hanyalah teori. Saat Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi, jutaan masyarakat justru terjerat dalam garis kemiskinan.

Kemiskinan yang terjadi hari ini merupakan buah dari penerapan sistem sekuler-kapitalis dengan prinsip-prinsip liberal. Sistem sekuler adalah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, dalam hal ini negara sebagai institusi resmi yang membuat aturan-aturan terkait kehidupan. Karena aturan Tuhan tidak berlaku dalam sistem ini, digunakanlah aturan yang berasal dari hasil pemikiran manusia yang terbatas. Peradaban Barat menganggap bahwa kebangkitan akan terjadi jika manusia dibebaskan dalam berkarya dan berinovasi. Selain itu, aturan gereja yang diterapkan saat itu dianggap membelenggu dan menghambat kebangkitan. Pemikiran inilah yang kemudian melahirkan pandangan hidup yang sekuler.

Dalam sistem sekuler-kapitalis, negara berfungsi sebagai fasilitator yang bertugas membuat regulasi terkait dengan mekanisme pasar. Kendali pasar sendiri dipegang oleh pihak kapitalis atau pemilik modal. Akibat dari liberalisasi pasar ini, muncullah kesenjangan ekonomi antara pemilik modal dengan pihak-pihak tertentu.

Kesenjangan ekonomi itu terlihat jelas di empat provinsi dengan tingkat kemiskinannya paling tinggi. Jika kita berbicara sumber daya alam yang ada di Papua, maka Papua adalah surganya. Papua memliki potensi sumber daya alam yang melimpah mulai dari emas, tembaga, gas alam, minyak bumi, dan nikel dengan jumlah. Tetapi, jika berbicara tentang kemiskinan, Papua juga menempati peringkat teratas.

Pengelolaan sumber daya alam yang ada di Papua sebagian besar diambil alih oleh asing. Sekali lagi, negara hanyalah sebagai fasilitator dan mekanisme pengelolaan SDA diserahkan pada swasta. Inilah fakta penerapan sistem sekuler-kapitalis. Kekayaan alam tidak menggambarkan kesejahteraan.

Islam Jadi Solusi

Secara fitrah, manusia akan selalu ingin menuju ke arah kebangkitan yang hakiki. Jalan menuju kebangkitan itu berbeda-beda sesuai dengan bagaimana paradigma berfikir seseorang terkait dunia dan alam semesta. Pada sistem sekuler-kapitalis kebangkitan akan terwujud jika prinsip kebebasan itu dipegang. Dan ini terbukti gagal! Sebab, kebangkitan hanyalah pada aspek fisik bukan pada kualitas manusianya.

Berbeda dengan Islam. Islam adalah agama sekaligus sistem hidup yang berasal dari Al-Khaliq, Zat Yang Maha Mengetahui. Allah Swt. adalah yang paling tahu terkait dengan kebutuhan manusia yang diatur di dalam syariat yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunah. Tujuan utama diturunkannya Al-Qur'an adalah sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam segala aspek kehidupan. Allah Swt. menegaskan dalam QS. Thaha ayat 124:

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.

Dalam sistem Islam, parameter keberhasilan suatu aturan adalah apakah aturan tersebut sesuai dengan hukum syarak, bukan berlandaskan pada angka pertumbuhan ekonomi seperti yang saat ini terjadi. Negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan umat. Dalam sistem ekonomi Islam, kepemilikan swasta dibatasi. Ada tiga jenis kepemilikian di dalam Islam yaitu kepemilikan individu (swasta), kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.

Kepemilikan individu adalah harta yang diperoleh dari hasil bekerja, waris, harta pemberian negara, dan lain sebagainya dimana manfaat dari barang tersebut dapat dimanfaatkan secara langsung.

Kepemilikan umum contohnya seperti barang tambang yang tidak terbatas dan harta benda yang merupakan kebutuhan umum. Rasulullah saw. bersabda: “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput, dan api.”

Kepemilikan negara yaitu harta yang tidak termasuk kepemilikan umum melainkan kepemilikan pribadi, tetapi terkait dengan hak kaum muslimin secara umum. Misalnya jizyah, kharaj, ganimah, fai, ‘usyur, harta orang yang meninggal tetapi tidak memiliki ahli waris, harta orang murtad, bangunan perkantoran, sekolah, rumah sakit, dan lain sebagainya.

Dalam Islam, kepemilikan atas harta benda sangat jelas batasannya dan tujuan pengelolaannya pun semata-mata untuk kemaslahatan umat.
Wallahu a‘lam bi ash-shawab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tawuran Mengusik Ramadan

”Tawuran bukan hanya masalah masyarakat, sekolah, dan keluarga, tetapi lebih kepada masalah sistematik yang semuanya saling berkaitan.”


Oleh. Nilma Fitri
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Imbauan pihak kepolisian ramai bersuara agar Sahur on The Road (SOTR) tidak dilaksanakan dalam Ramadan tahun ini. Apresiasi kegembiraan menyambut datangnya Ramadan itu, kini telah dihentikan. Padahal, geliat SOTR sangat akrab dengan deru nafas Ramadan. Kemeriahannya yang hanya terjadi sekali setahun itu, kini terusik dengan kericuhan, keributan, hingga tawuran.

Itulah alasan mengapa Polres Metro Bekasi Kota mengimbau masyarakat untuk tidak menggelar Sahur on The Road (SOTR) tahun ini. Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Pol Dani Hamdani mengatakan, kegiatan SOTR dinilai dapat memicu tawuran. Karena pada beberapa waktu sebelumnya kegiatan ini malah dijadikan sebagai ajang tawuran (sindonews.com, 20/3/2023).

Tidak hanya di Bekasi, baru-baru ini warga Cilincing, Jakarta Utara dibuat risau dengan aksi tawuran yang terjadi di wilayahnya pada bulan Ramadan. Aksi tawuran tersebut turut memakan korban, yaitu seorang remaja berinisial KM (17 tahun) dan seorang polisi, Aipda Y ikut terluka karena terkena lemparan senjata tajam.

Berawal dari hal sepele, saling ejek antarkelompok di media sosial, hingga saling tantang dan berujung dengan adu fisik dan senjata tajam. Tawuran pun akhirnya dipilih sebagai jalan akhir perselisihan (Detiknews.com, 1/4/2023).

Dampak Tawuran

Fenomena tawuran kini menjadi hal lumrah di masyarakat. Keberadaannya menimbulkan keresahan bagi masa depan generasi bangsa saat ini. Dampaknya sangatlah pelik. Bukan hanya bagi negara dan masyarakat sekitarnya, tetapi juga keluarga dan pelaku tawuran. Luka-luka hingga cacat permanen dan kematian, tentu saja sangat membawa pengaruh pada masa depan.

Penyesalan mendalam yang datangnya belakangan, terutama bagi korban yang cacat permanen, akan terus dibawa sepanjang hidupnya. Begitu juga yang menjadi korban jiwa, pupus sudah kehidupan hanya sampai usia remaja. Cita-cita kandas, masa depan pun tandas.

Akibat lain, seolah tawuran menjadi "habit" (kebiasaan) dan "tren" yang mengakar di kalangan remaja. Perkelahian dan kekerasan dipilih demi mencapai tujuannya. Bahkan mereka yang tetap eksis tawuran, akan tersungkur dalam ketinggian rasa egoismenya. Dan tidak mampu memahami orang lain serta mengembangkan potensi positif dalam dirinya.

Faktor Penyebab Fenomena Tawuran

Bulan Ramadan yang sejatinya diisi dengan banyak beribadah, digeser oleh remaja menjadi waktunya tawuran. Sahur on The Road (SOTR) sebagai bagian kemeriahan Ramadan pun harus rela diamputasi karena khawatir virus tawuran turut menggerogoti rasa khusyuk menjalankan ibadah Ramadan. Miris, bahkan Ramadan pun tak mampu menjadi momentum rohani penghenti tawuran bagi remaja.

Tentu saja hal ini tidak bisa dianggap remeh. Fenomena tawuran yang kerap berulang, adalah peringatan bahwa kondisi remaja Indonesia saat ini tidak dalam keadaan baik-baik saja. Aksi tawuran bukanlah hal yang mudah dicegah, apalagi oleh remaja itu sendiri sebagai aktor utama tawuran. Kita tidak bisa hanya menyalahkan dan menyudutkan sisi remajanya saja sebagai aktor tawuran. Tetapi juga peran orang tua, masyarakat, dan yang utama adalah negara sebagai pemangku kebijakan berjalannya sistem, sangat dibutuhkan untuk mendukung pengendalian tawuran secara optimal sebagai pihak yang paling bertanggung-jawab.

Menilik faktor penyebab dari sisi para remaja. Adanya krisis identitas, membuat remaja kehilangan arah sebagai hamba Allah, dan tidak mampu menemukan nilai positif dalam dirinya. Sehingga mereka kehilangan jati diri dalam memaknai kehidupan dan menuntut eksistensi dengan cara yang salah.

Selain itu lemahnya kontrol diri remaja bahkan sampai pada predikat yang buruk, berdampak pada ketidakstabilan emosi. Kemarahan dan rasa frustrasi mudah terpicu dan berujung pada kekurangpekaan mereka terhadap lingkungan sosialnya. Kontrol diri yang lemah dan buruk ini akan membawa remaja pada kecenderungan melarikan diri atau menghindar dari masalah yang dihadapi. Mereka menjadi suka menyalahkan orang lain dan memilih tawuran sebagai cara singkat keluar dari masalah.

Faktor penyebab dari sisi peran orang tua. Orang tua kurang memberikan perhatian dan kasih sayang. Karena sibuk bekerja demi memenuhi tuntutan hidup akan materi, membuat orang tua lalai memahami masalah dan kondisi yang dihadapi anak-anak mereka.

Kedekatan fisik dan emosional orang tua yang mempengaruhi psikologis anak pun menjadi abai dan tergantikan dengan pemenuhan materi sebagai limpahan kasih sayang yang salah. Anak-anak menjadi rapuh dalam menghadapi masalah, dan membuka celah perilaku-perilaku negatif seperti tawuran.

Penanaman karakter dan akhlak baik, juga tidak lepas dari pengasuhan orang tua. Hal ini akan berpengaruh pada pengelolaan emosi anak dalam lingkungan sosialnya. Bahkan, pengawasan lingkaran pertemanan yang salah akan menggiring anak pada tawuran.

Penyebab fenomena tawuran dari sisi masyarakat, berkaitan dengan lembaga pendidikan yang kurang berperan aktif dalam mencegah tawuran. Edukasi pemahaman yang akan mengubah pemikiran pelajar terhadap tawuran tidak tepat mengena pada dasar pemikiran. Karena lembaga pendidikan saat ini lebih berorientasi sebagai tempat mendapatkan ijazah, dan bukan sebagai tempat pertumbuhan dan pembinaan karakter manusia.

Selain itu, media massa hingga media sosial menyajikan permainan yang mengandung konten kekerasan yang bebas dan mudah diakses para remaja, akan memicu pikiran dan perilaku agresif. Mereka menjadi orang yang mudah tersulut emosinya hanya karena hal-hal sepele.

Peran Negara : Penyebab Utama Tawuran Berulang

Faktor yang tidak kalah penting dan utama adalah peran negara sebagai pemegang regulator sistem kemasyarakatan. Karena tawuran bukan hanya masalah masyarakat, sekolah, dan keluarga, tetapi lebih kepada masalah sistematik yang semuanya saling berkaitan.

Peran negara juga yang akan mampu menciptakan lingkungan yang baik bagi remaja. Melindungi dan menjaga generasi dari pengaruh-pengaruh budaya dan pemikiran yang merusak. Sedemikian penting itulah eksistensi negara untuk menyelamatkan generasi dari fenomena tawuran yang merusak.

Kapitalisme dan sekularisme yang saat ini diterapkan negara Indonesia merupakan faktor paling berimbas pada tawuran yang terus berulang. Sistem sekuler yang meniadakan nilai-nilai agama dari kehidupan telah berhasil mencabut pagar pembatas kebebasan perbuatan manusia. Aturan agama yang menghalangi manusia berbuat maksiat, takut akan dosa tercerabut oleh sistem ini. Menciptakan remaja yang sempurna secara fisik, namun alpa dalam ketaatannya kepada pencipta manusia.

Liberalisme, sebagai akar ideologi kapitalisme, semakin memperparah pemikiran remaja. Atas nama hak dan kebebasan, membuat remaja bebas berbuat dan berkehendak. Aturan agama dianggap sebagai pengekang kebebasan hak asasi manusia. Menghilangkan rasa takut akan dosa, dan bebas sekehendak hati walaupun dampaknya merugikan orang lain.

Inilah yang tengah menyusup pada semua sistem aturan negara kita. Dalam kurikulum pendidikan, pemerintah Indonesia telah mencoret frasa agama dari peta jalan pendidikan. Agama dianggap candu karena akan menghalangi tujuan hidup memperoleh kesenangan. Kebahagiaan hidup pun diukur dari banyaknya materi sehingga menghasilkan manusia-manusia yang berambisi akan materi dan duniawi.

Sekularisme sukses melakukan itu semua. Melemahkan akidah remaja dan merusak moral generasi bangsa. Remaja tidak mampu memahami hakikat kehidupan yang datang dari pencipta. Sehingga, krisis pencarian jati diri dan lemahnya kontrol diri remaja terus berkembang dan menjadi momok tak kunjung selesai.

Belum lagi tatanan ekonomi kapitalisme yang berhasil meregulasi keluarga Indonesia. Menjadikan para orang tua harus bekerja keras hanya demi memenuhi kebutuhan hidup. Kepuasan materi menjadi standar dan tolak ukur kehidupannya, membawa efek bagi orang tua mendidik tidak dengan agama.

Para orang tua mengukur keberhasilan pendidikan dari kalkulasi angka sebagai standar mendapatkan pekerjaan yang layak. Sehingga, orang tua lebih khawatir dengan nilai akademik anak yang merosot daripada moralnya yang anjlok.

Negara juga belum mampu membuat aturan bermedia yang dapat menyaring pengaruh buruk bagi remaja. Pada era kapitalisme-liberalisme saat ini, tidak ada syarat ketat dalam hal bermedia. Tayangan-tayangan yang tidak mendidik bebas berselancar dalam layar. Siapa saja yang memiliki modal bebas mengelola dan menerbitkan media massa dan media sosial. Sehingga budaya dan nilai-nilai liberal yang memperlihatkan kekerasan dan merusak, menjelma menjadi tayangan layak dan sangat mudah diakses oleh remaja.

Begitu besarnya bahaya dampak sistem kapitalisme-sekuler. Bahkan, mampu mendorong manusia untuk bersikap melampai batas aturan agama. Letupan-letupan keresahan sosial di masyarakat yang sedang terjadi akibat tawuran, akan menjadi bom yang siap meledak dan menghancurkan generasi penerus bangsa suatu saat nanti, jika kapitalisme-sekuler masih tetap dijadikan ideologi negara.

Tawuran Lenyap dalam Sistem Aturan Islam

Umat muslim harus memahami, bahwa kapitalisme-sekuler adalah ideologi yang lahir dari pemikiran manusia. Berawal dari pemisahan aturan gereja dan pemerintahan, kemudian terus berkembang dan dipakai secara luas di banyak negara dunia, pun di Indonesia. Inilah alasan ideologi kapitalisme-sekuler tidak akan mampu memberikan solusi tuntas setiap permasalahan manusia. Seperti tawuran remaja ini yang selalu saja menjadi masalah berkelanjutan.

Lain halnya dengan Islam. Kita yakin, Islam datang dari Allah, pencipta manusia. Berisi aturan yang wajib dilaksanakan sebagai bentuk ketaatan dan pertanggungjawaban. Oleh karena itu, Islam bukan hanya sekadar agama untuk ibadah saja, tetapi cakupannya lebih luas lagi. Islam adalah sebuah ideologi yang berawal dari akidah sebagai fondasi dasar tauhid dan melahirkan seperangkat aturan dari Allah Swt. untuk diterapkan dan dilaksanakan manusia.

”Islam adalah rahmatan lil 'alamin, rahmat bagi seluruh alam. “ (TQS. Al-Anbiya : 107). Bukan hanya bagi kaum muslimin, tetapi juga bagi pemeluk agama lain yang bebas menjalankan ibadah agamanya dalam naungan aturan Islam. Begitu indah dan adilnya aturan Islam yang sejatinya berasal dari Allah untuk mengatur kehidupan seluruh manusia.

Seperti pada zaman Rasulullah saw., suri teladan yang setiap perbuatannya adalah contoh yang harus kita ikuti. Di Madinah, saat negara Islam pertama kali berdiri, tidak hanya orang Islam saja yang berada dalam payung kepemimpinan Rasulullah sebagai kepala negara saat itu. Nasrani, Paganisme, dan sebagian besar penduduk Yatsrib (nama kota Madinah saat itu) beragama Yahudi, hidup dalam aturan Islam di bawah Rasulullah.

Sebagaimana dalam Piagam Madinah, masyarakat bersatu dengan keberagaman kelompok dan agama. Antarsesama warga Madinah mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam kemasyarakatan dan kenegaraan dalam satu aturan yaitu hukum syariat Islam.

Karena syariat Islam adalah tatanan kehidupan yang mampu membimbing manusia menjalankan fungsi akalnya demi memperoleh kebahagiaan dunia, hingga akhirat. Islam juga berfungsi sebagai kontrol sosial demi memperoleh kebahagiaan, bukan hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang lain di sekitarnya.

Apalah jadinya jika hidup tanpa aturan Islam. Kerusakan akal hingga kekacauan moral akan terus menyelubungi pikiran dan kehidupan manusia. Tak ayal lagi, fenomena tawuran pun tidak lagi dipandang negatif, tetapi dipilih sebagai solusi perselisihan oleh remaja.

Dalam Islam, tawuran dihukumi haram karena dapat saling melukai hingga saling bunuh membunuh. Hilangnya nyawa akibat tawuran merupakan kematian yang sia-sia, dan dinilai sebagai jenazah yang tidak terhormat, karena termasuk dalam kematian jahiliah dengan kondisi fasik.

Dari Abu Hurairah, Nab saw. bersabda: "Siapa yang berperang karena sebab tidak jelas, marah karena fanatik kelompok, atau motivasi ikut kelompok, atau dalam rangka membantu kelompoknya, kemudian dia terbunuh, maka dia mati jahiliah." (HR. Muslim No. 1848).

Permasalahan tawuran membutuhkan kehadiran negara yang menerapkan Islam kaffah agar tidak terus berulang. Karena permasalahan sistematik maka penyelesaiannya pun harus secara sistematik. Semua aspek yang saling terkait dalam sistem kapitalisme-sekuler membuat problem tawuran layaknya benang kusut yang sulit terurai. Dan akan lepas secara menyeluruh bila dikembalikan kepada aturan Islam. Mulai dari aspek pendidikan, ekonomi, sosial kemasyarakatan, hingga muatan politik yang senantiasa berorientasi pada kepentingan dan kesejahteraan masyarakat bukan kesejahteraan golongan atau individu seperti dalam sistem kapitalisme-sekuler.

Oleh sebab itu, kita wajib menerapkan Islam kaffah untuk mengembalikan fungsi negara sesuai dengan perannya, yaitu sebagai pengurus dan pelindung masyarakat. Tidak hanya dari kemaksiatan dunia, tetapi juga dari siksaan pedih di akhirat. Negara juga wajib hadir sebagai institusi tegaknya aturan Allah Swt. sebagai wujud ketaatan manusia yang ditunjuk Allah sebagai khalifah di muka bumi. Serta mengembalikan peran pemuda menjadi generasi cemerlang penerus tongkat estafet peradaban bukan aktor tawuran. Wallaahu a'lam bi ash-shawwab. []


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Menjaga Muruah Keluarga di Sosial Media

"Seperti yang terjadi di beberapa platform aplikasi, kebebasan dan kemudahan seseorang dalam menyebarkan informasi, bahkan dalam bentuk video membuat tak terbendungnya batasan informasi yang boleh disebarkan."


Oleh. Nurjanah Triani
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kemajuan teknologi memang menjadi salah satu hal yang patut kita syukuri. Kemudahan disuguhkan untuk dinikmati dan dimanfaatkan. Tak ayal, sosial media pun sudah menjadi bagian erat di kalangan kaum muslim. Teknologi bisa menjadi potensi luar biasa saat digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat, memberi informasi, memudahkan komunikasi, hingga menjadi sarana dakwah yang mujarab. Namun, tak dapat dimungkiri bahwa teknologi bak pisau bermata dua, bisa menjadi penawar bagi kesulitan, bisa juga menjadi racun yang mematikan.

Racun teknologi bisa sangat mematikan untuk segala kalangan. Anak-anak yang tak kenal waktu bermain games, remaja yang mulai mencari tontonan-tontonan romantisme perzinaan, dewasa dengan berbagai dating apps yang meresahkan, bahkan orang tua masih ada yang menggunakan sosial media untuk bertengkar lewat story-nya, juga tontonan-tontonan tak senonoh yang bisa didapatkan dari aplikasi apa saja. Maka, racun ini berbanding lurus dengan manfaat teknologi itu sendiri. Kemudahan yang didapatkan berbanding lurus dengan harusnya memperketat penjagaan.

Seperti yang terjadi di beberapa platform aplikasi, kebebasan dan kemudahan seseorang dalam menyebarkan informasi, bahkan dalam bentuk video membuat tak terbendungnya batasan informasi yang boleh disebarkan. Semisal maraknya tren memberikan kode untuk mengajak dan meminta "jatah" yang dilakukan oleh sepasang suami istri, membeberkan perihal "rahasia" di dalam kamar dengan tujuan komedi, komplain perihal kekurangan pasangan saat berhubungan dengan tujuan seru-seruan, dan lain sebagainya. Konten-konten seperti melihat istri yang baru saja bersuci dari datang bulan atau selepas nifas, kemudian sang suami memberi kode untuk mengajak berhubungan, banyak ditemukan di sana. Hingga warganet tak lagi asing dengan kata “jatah”, “ritual malam jumat” dan “fast charging” yang sering menjadi slogan mereka.

Miris. Hal yang seharusnya begitu tertutup rapat, justru menyebar di jejaring sosial. Tak bisa dibayangkan, jikalau yang melihat konten tersebut adalah anak di bawah umur atau remaja, mereka akan secara liar mencari sendiri arti dari konten tersebut di sosial media, hingga tak menutup kemungkinan mengantarkan mereka pada video-video porno yang bertebaran tak tertahan. Belum lagi, tentu tak terjaganya pikiran orang-orang yang paham dan menonton, meningkatnya syahwat dan hawa nafsu dengan pikiran yang kotor. Dampaknya sangat luas, seseorang yang belum menikah paham konten tersebut hingga munculnya syahwat mengantarkannya pada masturbasi dan onani, atau bahkan yang sudah menikah bisa berpikiran kotor untuk membayangkan bagaimana jika benar kedua pasangan suami istri itu berhubungan badan. Ditambah konten seorang istri yang dikenal publik sebagai wanita berhijab sedang menggoda suaminya menggunakan "baju dinas". Bagaimana lagi kita sebagai sesama penikmat sosial media tidak berpikir kotor?. Terutama laki-laki, bukan tidak mungkin kaum lelaki membayangkan bentuk tubuh wanita tersebut. Astagfirullah…

Tentu, selain bagi yang menonton, muruah sebagai pasangan suami istri tidak lagi terjaga. Bagaimana akan terciptanya rahmah dalam keluarga, saat sesuatu yang seharusnya menjadi rahasia berdua, malah terpampang di sosial media ? Bagaimana bisa tercipta generasi pejuang agama, jika dalam prosesnya sudah melanggar aturan Tuhannya?

Maka, dalam pemanfaatan teknologi ini, perlu adanya rambu-rambu yang menjadi batasan:

1.   Tidak ikut-ikutan tren
Begitu banyak tren yang tersebar di sosial media, namun tak semuanya baik untuk diikuti. Sebagai seorang muslim, kita perlu menilik mana hal yang boleh dilakukan dan mana yang dilarang. Jelas, jika hal itu dilarang, meskipun bisa diperhalus, atau berniat untuk candaan, maka tetap perlu dihindari.

2.   Memanfaatkan sosial media untuk kebaikan
Sosial media dengan segala potensinya bisa mengantarkan kita pada pahala yang berlipat ganda. Bukan kita yang menjadi budak konten hanya untuk viral semata. Potensi kebaikan dalam bersosial media juga tak kalah dahsyat pengaruhnya. Kita bisa menggunakan berbagai platform untuk berdakwah menyerukan Islam kepada umat.

3.   Atur algoritma sosial media
Algoritma beberapa platform bisa kita atur berdasarkan ketertarikan. Saat kita lebih lama menonton video berisikan tausiah, maka algoritma akan mengikuti hal tersebut. Beranda kita akan dipenuhi tausiah yang bermanfaat, jauh dari tontonan maksiat. Tetapi, jika kita sendiri secara sadar atau tidak sadar lebih menikmati tontonan tak berfaedah, maka itu pulalah yang ada di beranda sosial media kita.

4.   Mengawasi anak dalam bersosial media
Hal penting lainnya adalah mengawasi anak. Sebagai seorang yang sudah dewasa, kita memiliki kemampuan untuk menyaring mana yang baik dan yang buruk, namun tidak untuk anak. Saat rasa penasarannya muncul tentang sesuatu, ia akan terus mencari jawaban hingga mendapatkannya. Masih beruntung, jika ia bertanya langsung pada kita sebagai orang tua. Celaka, jika anak memilih untuk mencari tahu sendiri di sosial media yang tak terbatas informasinya.

5.   Kokohkan keimanan
Hal pokok lainnya ialah keimanan. Tanpa benteng keimanan, semua bisa hancur berantakan. Keimanan menjadi pondasi diri dan keluarga. Yaps. Tak cukup hanya diri sendiri, kita perlu membentengi keluarga dengan menanamkan keimanan, sebab terkadang tayangan tak sesuai syariat itu bisa kapan saja berlalu-lalang di sosial media, keimananlah yang menentukan respons kita terhadapnya. Pendidikan dalam keluarga juga sangat berpengaruh terhadap respons yang akan dilakukan saat berhadapan dengan sosial media. Anak yang sudah mendapatkan bekal keimanan dari orang tuanya, akan menjadikan orang tua sebagai pusat informasi kebenaran baginya. Maka, saat ia tak sengaja menemukan hal yang tak wajar di sosial media, ia akan bertanya secara langsung kepada orang tuanya. Begitu pula suami dan istri, saat sudah paham rambu-rambu agama, maka tak akan mengumbar hal tak senonoh meski dalam ranah bercanda. Pun suami/istri yang melihat tayangan aurat lawan jenis yang bisa saja lewat iklan atau semacamnya, tak mudah tergoda jika keimanan sudah mengakar di hatinya.

Semua itu memang sulit untuk dilakukan seorang diri saat berhadapan dengan sosial media. Karena derasnya informasi yang ada, tak bisa kita bendung seorang diri saja. Perlu adanya perlindungan dari negara yang dapat memblokir hal-hal yang bertentangan dengan syariat agama. Wallahu a'lam bishawab.[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Merayu Sang Rabbi

"Ramadan telah di penghujung
Tangis kerinduan pun hampir-hampir jatuh
Tak ada jaminan Ramadan selanjutnya akan bersua
Walau harapan tak henti agar dapat bertemu kembali"


Oleh. El Sezen
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Di detik-detik terakhir Ramadan
Seorang hamba bersimpuh di hadapan Sang Ilah
Mengaku banyak salah dan dosa
Merayu dan mengharap belas kasih
Dari Rabbi Sang Maha Mengasihi

Lantunan kalamullah
Merdu terdengar di malam-malam yang pekat
Tahlil dan tahmid saling beradu banyak
Doa-doa tak henti terucap
Ya Rabb, akankah Ramadan ini adalah yang terakhir bagiku?

Jibril turun menghadap Rasulullah saw.
“Barang siapa yang menjumpai Ramadan lantas dosanya tidak diampuni, maka celakalah ia.”
Dengan hikmat Rasulullah saw. mengamini
Ya Rabb…
Tiadalah yang paling diharapkan selain ampunan-Mu
Tetapi diri ini kadang lalai

Ya Rabb. . .
Mata ini, lisan ini, tangan, dan kaki ini
Ampunilah dan jauhkan dari maksiat kepada-Mu
Di Bulan mulia ini
Tanamkanlah iman di hati yang kelabu ini
Tanamkan cinta di hati ini
Akan kebesaran-Mu
Agar nikmat terasa di dalam tangis-tangis setiap sujud itu

Ya Rabb. . .
Sungguh malu diri ini mengharap surga
Tapi, neraka… sungguh takut diri ini walau hanya sedetik lamanya
Lalu Engkau menuntut bukti akan Iman “La ilaha illallah”
Taat pada-Mu adalah suatu kewajiban
Dan menjadikan-Mu satu-satunya pengatur kehidupan adalah suatu keharusan

Ramadan telah di penghujung
Tangis kerinduan pun hampir-hampir jatuh
Tak ada jaminan Ramadan selanjutnya akan bersua
Walau harapan tak henti agar dapat bertemu kembali

Ya Rabb. . .
Seperti Jabal Uhud yang dijanjikan surga
Karena rindu akan Rasullullah saw.
Begitu pun pohon tamar yang menangis dalam kerinduan
Jadikanlah tangis dan kerinduan akan Ramadan
Menjadi senyuman kelak di hari perjumpaan dengan-Mu[]


Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayagkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com