AUKUS dan Perlindungan Khilafah terhadap Negara

"Islam merupakan negara independen yang tidak terikat dengan hukum internasional yang akan merugikan negara dan masyarakat. Khilafah akan melepaskan diri dari hegemoni negara-negara sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Swt.."

Oleh. Firda Umayah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Hadirnya AUKUS (Australia, United Kingdom, United State) yang menjadi sebuah pakta keamanan tiga hubungan negara tersebut tampaknya menimbulkan kecemasan tersendiri bagi sebagian negara di dunia seperti Cina, Rusia, bahkan Indonesia. AUKUS yang didirikan pada 15 September 2021 itu memang akan membantu Australia untuk mengembangkan dan mengerahkan kapal-kapal selam bertenaga nuklir.

Hanya saja, Amerika Serikat (US) dan Britania Raya (UK) juga mengerahkan militernya di kawasan Pasifik yang diduga mencoba menciptakan aliansi pertahanan seperti Pakta Pertahanan Negara Atlantik Utara (NATO) di Kawasan Pasifik. Lalu, akankah keberadaan AUKUS menjadi ancaman baru bagi negara-negara di dunia? Ada apa di balik keberadaan AUKUS?

AUKUS dan Pertarungan Kekuasaan di Kawasan Asia-Pasifik

Dilansir dari cnnindonesia.com pada 16 Maret 2023, Indonesia turut mengkhawatirkan adanya AUKUS, setelah Australia berencana membeli kapal selam bertenaga nuklir dari Amerika. Kementerian luar negeri Cina, Wang Wenbin, juga menyatakan bahwa penjualan kapal selam AS kepada Australia dapat melanggar maksud dan tujuan perjanjian nonproliferasi nuklir. Cina juga menuduh bahwa AUKUS telah menghasut perlombaan senjata antarnegara kawasan.

Kekhawatiran Cina terhadap AUKUS memang memiliki alasan. Setelah kekuatan Cina tumbuh pesat khususnya di bidang ekonomi, Cina disinyalir memang menantang domisili AS di kawasan Asia-Pasifik. Hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh Cina di beberapa negara kawasan Asia-Pasifik termasuk Indonesia. Bahkan, Cina telah membangun angkatan laut terbesar di dunia dan berusaha keras menguasai wilayah yang diperebutkan seperti Laut Cina Selatan. Sehingga, kekhawatiran Cina terhadap AUKUS merupakan bukti adanya pertarungan kekuasaan di kawasan Asia-Pasifik.

Tak hanya itu, kekhawatiran Indonesia terhadap AUKUS juga tampak saat Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Muhammad Ali mengadakan pertemuan dengan Kepala Angkatan Laut Australia, Vice Admiral Mark. Pada pertemuan itu, pihak Indonesia meminta agar keberadaan AUKUS tidak berdampak pada hal-hal yang tidak diinginkan Indonesia. Selain itu, Indonesia juga meminta agar Australia saling menjaga hubungannya dengan Indonesia secara baik (kompas.com, 5/4/2023).

AUKUS dan Ambisi Negara-Negara Kapitalis

Keberadaan AUKUS sejatinya merupakan gambaran nyata bahwa negara-negara pengemban ideologi kapitalisme selalu haus kekuasaan dan wilayah. Termasuk Cina. Sudah menjadi opini umum bahwa Cina berusaha menggantikan posisi Amerika yang dikenal sebagai negara adidaya.

Ambisi Cina untuk menguasai wilayah Asia-Pasifik sejalan dengan ambisi Amerika yang tak ingin kehilangan taji di hadapan negara-negara pengikutnya. Oleh karena itu, keberadaan AUKUS jelas tidak akan membawa keuntungan bagi umat Islam termasuk Indonesia. Justru, keberadaan AUKUS, Cina, dan negara kapitalis lainnya akan semakin membawa penderitaan kepada umat Islam ketika ambisi para negara kapitalis ini dibiarkan.

Ambisi para negara pengemban ideologi kapitalisme ini merupakan sebuah keniscayaan yang memang ada dalam ideologi tersebut. Karena, ideologi kapitalisme lahir dari akidah sekularisme yang berlandaskan materi semata. Sehingga, semua aktivitas yang dilakukan harus mendapatkan keuntungan materi yang besar. Walhasil, pertarungan perebutan kekuasaan dan pengaruh di kancah internasional akan selalu ada. Lebih dari itu, watak dari negara kapitalis adalah watak penjajah yang tidak akan rela wilayah kekuasaannya direbut oleh siapa pun.

Khilafah Melindungi Negara dari Ancaman Luar

Dengan adanya pertarungan ambisi negara-negara kapitalisme, ini akan memengaruhi kondisi negara-negara pengekor dari negara adidaya kapitalis yang mayoritas merupakan negara berkembang bahkan miskin. Negara pengekor tidak akan mampu melindungi dirinya dari semua pertarungan kekuasaan negara-negara kapitalis yang ada di dunia. Sebaliknya, negara-negara pengekor tersebut, justru akan terus menjadi korban dari imbas pertarungan yang ada. Negara pengekor akan terus terintervensi dengan negara adidaya yang berada di atasnya.

Oleh karena itu, perlu adanya negara independen yang mampu melindungi negeri dari bahaya pertarungan tersebut. Seperti yang dilakukan oleh negara Islam, Khilafah. Khilafah sebagai negara dengan sistem pemerintahan Islam, merupakan negara independen yang tidak terikat dengan hukum internasional yang akan merugikan negara dan masyarakat. Khilafah akan melepaskan diri dari hegemoni negara-negara sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Swt.. Dalam Al-Qur'an surah Al-Maidah ayat 51, Allah Swt. berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصٰرٰٓى اَوْلِيَاۤءَ ۘ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّهٗ مِنْهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ

"Hai orang-orang yang beriman. Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia kamu, mereka satu sama lain saling melindungi. Barang siapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sungguh dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."

Khilafah sebagai negara Islam juga memiliki sistem politik luar negeri yang didasarkan kepada syariat Islam. Di mana Islam melarang tegas negara melakukan hubungan kerja sama dengan kaum kafir harbi fi'lan atau kafir yang memerangi kaum muslim secara nyata. Seperti Cina, Amerika dan Israel. Kalaupun Islam membolehkan menjalin kerja sama dengan kafir harbi hukman, maka kerja sama yang dilakukan harus diikat dengan perjanjian yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Yaitu, dengan jaminan bahwa hubungan kerja sama tersebut tidak merugikan negara dan menimbulkan bahaya.

Dalam struktur pemerintahan, Khilafah juga memiliki direktorat luar negeri yang menangani semua urusan luar negeri. Direktorat ini akan mengatur hubungan Khilafah dengan negara-negara asing yang bukan harbi fi'lan baik dalam aspek politik, ekonomi, pertanian, perindustrian, perdagangan, hubungan kabel maupun nirkabel, dan sebagainya. Khilafah juga melarang rakyatnya untuk menjalin hubungan kerja sama kepada harbi fi'lan serta dilarang mengekspor bahan-bahan yang diperlukan oleh negara, termasuk bahan-bahan yang dapat memperkuat negara musuh baik secara industri, ekonomi, maupun militer.

Penutup

Sekali lagi, adanya AUKUS membuktikan bahwa pertarungan kekuasaan negara-negara pengemban ideologi kapitalisme selalu hadir sebagai bukti ambisi atas ideologi tersebut. Sebaliknya, Khilafah sebagai negara Islam justru akan mampu melindungi warga negara dari segala risiko yang diperoleh dari pertarungan tersebut. Karena Khilafah adalah negara independen yang tegak berlandaskan akidah dan syariat Islam. Sehingga semua aktivitas Khilafah tidak lepas dari upaya menjaga eksistensi negara itu dari segala bahaya dan ancaman yang mengintai. Wallahu a'lam bishawab.[]

Fenomena Thrifting: Impor Sampah Branded ke Negara Berkembang

”Apa yang dilakukan pemerintah dalam pelarangan thrifting hanyalah kamuflase untuk memuluskan jalannya usaha para korporat kelas kakap dan membunuh pedagang kecil yang sekarang gigit jari.”

Oleh. Sherly Agustina, M.Ag.
(Kontributor NarasiPost.Com, Penulis, dan Pemerhati Kebijakan Publik)

NarasiPost.Com-Thrifting dan flexing menjadi fenomena yang menggejala di negeri ini, terutama di kalangan generasi milenial dan Z. Bagi mereka, mengenakan pakaian dan pernak-pernik branded sesuatu yang sangat penting. Oleh karenanya, mereka akan melakukan apa saja agar terlihat baik penampilannya. Generasi muda berburu pakaian bekas branded misalnya impor dari negara maju, memikirkan outfit of the day (OOTD) setiap hari. Pertanyaannya, apakah ini takdir bagi negara berkembang atau by design negara maju untuk negara-negara berkembang?

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Aria Bima memuji Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Aturan yang melarang impor pakaian bekas (thrifting). Aria mengatakan, larangan itu merupakan langkah tepat upaya pemerintah untuk melindungi industri tekstil dalam negeri. Fenomena masuknya pakaian bekas impor tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara penampung sampah baju bekas. Karena pakaian bekas yang masuk ke Indonesia merupakan pakaian bekas yang dikumpulkan kemudian dijual di Indonesia (Wartaekonomi.co.id, 27-3-2023).

Fenomena Thrifting

Melihat fenomena thrifting, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, benarkah thrifting mengganggu industri tekstil dalam negeri? Kedua, fenomena thrifting sebenarnya impor sampah branded negara maju ke negara berkembang dan impor life style hedonis-materialis yang diterima dengan senang hati oleh generasi milenial dan Z di Indonesia.

Jika pemerintah melarang thrifting dengan alasan mengganggu perekonomian industri tekstil dalam negeri, benarkah demikian? Faktanya, dari data Asosiasi Pertekstilan Indonesia impor pakaian jadi dari Cina menguasai 80% pasar di Indonesia. Pada tahun 2020 impor pakaian jadi dari Cina sebesar 51.790 ton sementara pakaian bekas impor hanya 66 ton atau 0,13% dari impor pakaian dari Cina. Lalu, di tahun 2021 impor pakaian jadi dari Cina 57.110 ton sementara impor pakaian bekas sebesar hanya 8 ton atau 0,01% dari impor pakaian jadi dari Cina (Kompas.tv, 23-3-2023).

Melihat data tersebut, siapa sebenarnya yang dibela oleh Mendag dan Menkop UMKM?

Apabila data ini benar adanya, maka bisa dilihat bahwa pemerintah tidak benar-benar memperhatikan UMKM pedagang barang bekas impor. Apa yang dilakukan pemerintah dalam pelarangan thrifting hanyalah kamuflase untuk memuluskan jalannya usaha para korporat kelas kakap dan membunuh pedagang kecil yang sekarang gigit jari. Nyata, bahwa negara ini ada dalam genggaman para korporat yang selalu memberikan modal kepada para pejabat yang terpilih saat pemilu.

Bentuk balas budi para pejabat dan penguasa kepada para pengusaha adalah memuluskan jalan usaha korporat dengan aturan dan kebijakan apa pun. Tak peduli rakyat jadi korban, yang penting cuan. Wajah buruk kapitalisme yang kian dipertontonkan ini sudah selayaknya dicampakkan. Selain itu, sampah impor life style hedonis dan konsumtif telah merusak generasi muda yang tersibukkan dengan penampilan materi -an sich.

Generasi muda saat ini sudah terkontaminasi budaya konsumtif dan sophaholic (gila belanja). Pakaian bekas misalnya yang sudah menjadi sampah, bertemu dengan keinginan masyarakat miskin terhadap barang branded tetapi murah, hal itu memunculkan fenomena thrifting. Hal ini menunjukkan, bahwa negara-negara berkembang adalah tempat sampah bagi negara maju yang sophaholic.

Pandangan Islam

Lalu, apa solusi untuk meningkatkan industri tekstil dalam negeri? Pilihannya ialah negara harus bisa melepaskan diri dari cengkeraman industri tekstil asing dan aseng yang mematikan industri lokal dalam negeri. Bangsa ini harus mulai berani ambil sikap mandiri, karena sejatinya Indonesia memiliki segala kelebihan sumber daya alam dan manusia yang bisa diberdayakan. Potensi yang ada jangan dibiarkan dibajak dan dimanfaatkan oleh korporat yang memiliki kepentingan. Lebih tepatnya, Indonesia harus bisa lepas dari cengkeraman kapitalisme global.

Dalam Islam, kebutuhan sandang warga negara menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya, dengan menanamkan mindset bahwa berpakaian bukan hanya memenuhi nafsu konsumtif dan shopaholic. Negara memenuhi kebutuhan primer sandang rakyatnya untuk menutup aurat, sebagaimana Allah Swt. berfirman di dalam surah Al-A’raf ayat 26, “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.”

Konsep berpakaian dalam Islam yaitu sopan, tidak menyerupai orang kafir dan lawan jenis serta tidak transparan. Berpakaian juga untuk menjalankan kewajiban mendekat dan taat pada syariat. Mengenakan pakaian terbaik untuk beribadah kepada Allah, bukan disibukkan oleh outfit of the day (OOTD) yang dipamerkan seperti sekarang.

Negara harus tegas mengambil kebijakan, jika ada permainan industri tekstil yang merugikan negara dan rakyat, segera ditindak. Negara yang menjamin ketersediaan sandang setiap warga negaranya. Akidah yang menjadi asas setiap perbuatan, sehingga mendorong warga negara untuk terikat pada syariat terutama cara berpakaian yang islami. Dalam berpakaian tidak berlebihan, sepantasnya dan sewajarnya saja yang penting bersih dan halal.

Islam memang mencintai keindahan, tapi tidak berlebihan. Konsep berpakaian dalam Islam sangat unik dan sederhana, ini yang tidak dimiliki sistem lain. Kapitalisme menjadikan manusia diperbudak dunia berlomba mendapatkan barang branded bekas dan asli hanya untuk flexing. Oleh karenanya, hanya Islam satu-satunya sistem kehidupan yang bisa memanusiakan manusia tanpa diperbudak dunia. Allahu a’lam bi ash-shawab.[]

Penyelesaian Stunting Urgen dan Penting

Stunting merupakan persoalan yang urgen untuk bisa segera diselesaikan. Sebab kasus ini akan sangat berkaitan dengan masa depan sebuah bangsa. Apa jadinya negara ini jika generasi penerusnya dibiarkan tumbuh dalam kondisi stunting? Apa yang akan mereka lakukan pada peradaban di masa mendatang?

Oleh. Hessy Elviyah, S.S.
(Kontributor NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-Gemah ripah loh jinawi, begitulah gambaran negara Indonesia yang subur dan makmur karena sumber daya alamnya yang melimpah ruah di setiap pelosok daerah. Selain itu, Indonesia juga digadang-gadang sebagai paru-paru dunia. Hal ini disebabkan negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia itu mempunyai keadaan alam yang sempurna bahkan menjadi negara penting karena mampu menekan kenaikan suhu bumi lantaran memiliki hutan yang luas sebagai aset dunia untuk keberlangsungan hidup.

Namun sayangnya, semua itu kini ibarat sebuah dongeng sebelum tidur. Hal ini bisa dilihat dari fakta bahwa Indonesia harus menghadapi kenyataan di negaranya masih dijumpai kemiskinan ekstrem yang akhirnya mengakibatkan kasus stunting pada anak cukup tinggi. Sungguh miris, paru-paru dunia saat ini sedang sakit kronis.

Dalam Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menyebutkan terdapat 21,6% prevalensi stunting. Sementara itu Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebutkan keluarga yang termasuk kedalam kategori miskin ekstrem, anak-anaknya juga terkena stunting. Maka dari itu Kemenko PMK melakukan konvergensi program untuk memerangi stunting dan kemiskinan ekstrem. Duet kerja berbagai pihak diharapkan mampu mengatasi permasalahan kemiskinan ekstrem dan stunting dengan cepat dan tepat. Karena menurutnya, kemiskinan dan stunting saling berkaitan. (Antaranews.com, 19 Maret 2023)

Ketidakselarasan antara kondisi alam dengan kekayaan melimpah dan kondisi masyarakat ini memunculkan pokok persoalan baru. Walaupun berbagai program telah diupayakan namun angka kemiskinan dan stunting masih bertengger dalam data. Tentu saja kebijakan-kebijakan tersebut perlu evaluasi yang menyeluruh. Pasalnya selain tidak menyelesaikan masalah, kebijakan yang dikerjakan dan menggunakan anggaran negara tersebut malah justru terkesan merugikan negara. Hal ini bisa diperhatikan dari berbagai kebijakan mereka yang terkesan buang-buang anggaran semata. Sebab angka stunting selalu ada setiap tahunnya. Persoalan ini seolah menjadi persoalan yang tak pernah bisa diselesaikan.

Stunting merupakan persoalan yang urgen untuk bisa segera diselesaikan. Sebab kasus ini akan sangat berkaitan dengan masa depan sebuah bangsa. Apa jadinya negara ini jika generasi penerusnya dibiarkan tumbuh dalam kondisi stunting? Apa yang akan mereka lakukan pada peradaban di masa mendatang? Sungguh ini perkara penting yang harus segera diatasi.

Namun begitulah ciri khas negara pengemban kapitalisme. Setiap kebijakannya tidak fundamental sehingga cenderung menimbulkan masalah baru. Asas dari setiap pengambilan keputusan adalah manfaat, yang lebih mementingkan keuntungan para pengambil kebijakan, bukan untuk kemanfaatan rakyat.

Hal ini jauh berbeda dengan Islam. Islam memandang negara sebagai pelindung warganya bukan justru sebagai alat bisnis. Negara dalam Islam diperintahkan oleh Allah Swt. untuk tampil melakukan kebijakan dengan menjamin kebutuhan dasar rakyatnya, seperti kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan), kesehatan, pendidikan serta keamanan.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, negara dapat memfasilitasi dengan membuka lapangan pekerjaan untuk kepala keluarga. Negara pun harus memastikan bahwa setiap kepala keluarga bertanggung jawab untuk bekerja demi menafkahi keluarganya. Ketika ada kepala keluarga yang nakal, tidak mau menjalankan kewajibannya maka negara pun tidak akan tinggal diam. Sanksi tegas akan diberlakukan setelah adanya edukasi hingga nasihat yang seharusnya akan membuat para kaum laki-laki selalu giat dalam mencari nafkah.

Lebih dari itu, negara juga mengambil kebijakan yang paling tepat yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi syariah, di antaranya dengan memanfaatkan sumber daya alam sebagai kepemilikan umum untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Tentu saja harta jenis ini tidak boleh dikuasai asing sebagaimana yang dilakukan hari ini. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad bahwa kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.

Sistem ekonomi Islam juga meniscayakan pemenuhan kebutuhan masyarakat menggunakan kas negara (baitulmal). Sistem ini dilakukan oleh Islam untuk mengelola pemasukan dan pengeluaran sesuai syariat, bukan pada utang dan pajak yang mencekik umat. Penerapan ekonomi syariah hanya akan tegak bersamaan dengan tegaknya sistem pemerintahan yang juga segaris dengan syariah Islam.

Sistem inilah yang akan mampu mengkondisikan umat untuk bisa mencukupi kebutuhan pokok bahkan kebutuhan sekundernya. Dengan begitu kasus stunting yang saat ini menjadi pekerjaan rumah dapat diselesaikan sebab kemiskinan ekstrem tidak akan menjamur sebagaimana terjadi saat ini. Kondisi alam sebuah negara yang melimpah ruah akan linear dengan kondisi masyarakat yang berkah, atas ijin Allah. Masa depan negara pun akan lebih terarah sebab calon para pemimpinnya terpenuhi gizinya karena kehidupan sejahtera.[]

Teruslah Berjalan

"Dia menemukan fakta baru bahwa bukan menang yang seharusnya dijadikan sebagai tujuan, itu terlalu sempit. Tujuan yang seharusnya harus luas, menyangkut orang lain, dan menjangkau lebih luas lagi. Maka secara tidak langsung kemenangan itu akan datang sendiri."

Oleh. Nofifah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Tidak punya prestasi, merasa rendah diri, merasa tertinggal, dan perasaan-perasaan lain yang sebagian besar membawa dampak buruk terhadap dirinya, itulah Nofifah. Seorang perempuan muda berusia 20 tahun yang saat ini sedang menempuh pendidikan tinggi di salah satu perguruan tinggi di Sumatra.

Namun sayang, jiwa-jiwa seperti Nofifah belakangan ini makin banyak bersemayam dalam jiwa anak muda Indonesia. Tidak sedikit anak muda Indonesia yang merasa bahwa dirinya tidak berharga karena tidak pernah menjuarai lomba apa pun. Padahal, dia tidak pernah juara hanya karena dia tidak pernah mencobanya.

Cobalah pikirkan ini! Mereka, teman-temanmu yang mungkin selalu memamerkan prestasinya di depanmu, ternyata hanya sebuah kebetulan saja. Mungkin saat itu keberuntungan memihaknya. Sebenarnya kau lebih berpotensi, tetapi kau tak pernah berani untuk mencobanya. Sepintar apa pun dirimu, janganlah besar kepala dan menganggap bahwa sekali mencoba akulah yang akan menjadi pemenang, karena merasa kau paling berprestasi.

Ini yang akan penulis ceritakan. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dari kisah penulis.

Untuk pertama kalinya, Nofifah memberanikan diri mengirim naskah atau tulisan ke sebuah komunitas menulis dengan sedikit perasaan yakin bahwa dia akan menang. Singkat cerita, tibalah di malam pengumuman pemenang, Nofifah sudah sangat bersemangat akan memperoleh juara dalam lomba kali ini (padahal ini adalah perdana dia mengikuti lomba). Acara dilakukan secara online melalui platform Zoom. Karena perasaan percaya dirinya yang tinggi sebelumnya, besar harapannya bahwa dia akan memperoleh kemenangan. Dia pun mengikuti acara itu sampai larut malam.

Jam sudah menunjukkan pukul 23.00 malam dan pengumuman pemenang akan segera digelar. Namun sayang, namanya tak ada dalam deretan nama-nama pemenang. Kecewa? Pasti. Nofifah putus asa dan seperti kehilangan semangat untuk menulis lagi. Sebenarnya Nofifah bisa saja tidak sekecewa ini, jika sejak awal dia tidak begitu berharap bahwa akan masuk ke barisan para pemenang. Dikarenakan sejak awal demikian, kekecewaan dan rasa putus asanya tentu menghantam dirinya. Lebih parahnya lagi, rasa percaya dirinya yang sebelumnya tinggi, kini diselimuti dengan rasa tidak berguna, tidak memiliki kemampuan, dan perasaan rendah diri.

Selang beberapa hari, pihak komunitas menulis tersebut menghubunginya dan mengatakan bahwa naskahnya masuk ke dalam 35 besar dan buku antologi yang akan diterbitkan oleh pihak komunitas itu. Kini, kepercayaan dirinya sedikit bertambah kembali. Bukan hanya itu, tulisannya pun akan dipublikasikan di website resmi pihak komunitas menulis tersebut.

Maka dengan rasa bahagia yang tiba-tiba itu, semangat menulisnya kembali menyala, perasaan baik pada dirinya kini mulai tumbuh. "ternyata tulisanku gak jelek-jelek amat, ternyata mereka bisa menangkap maksud yang kusampaikan dalam tulisanku," Gumamnya dalam hati.

Hingga kini, dia sudah siap untuk tulisan-tulisan selanjutnya yang lebih baik. Ternyata perasaan "dianggap" itu sangat penting. Ternyata manusia merasa lebih berharga saat manusia lain mengetahui keberadaannya di dunia ini.

Dengan perasaan yang lebih baik, tentu saja Nofifah menyebarkan tulisannya itu kepada semua orang, dia ingin mengatakan, “lihatlah ini, saya punya tulisan, saya yang buat sendiri.” Sesederhana itu dia sudah merasa bahagia. Bagaimana kalau dia yang menjadi juara 1?

Sekarang, Nofifah jadi lebih berhati-hati, dia lebih siaga dari sebelumnya. Tak ingin terlalu bahagia yang akhirnya membuat dia kembali terjatuh karena perasaan yang dia buat-buat sendiri. Kali ini dia bahagia tetapi tetap mengontrol kebahagiaan itu. Dia sudah tanamkan dalam dirinya bahwa masih banyak yang lebih baik dari dia, dia hanya beruntung, dan sejatinya dia belumlah menjadi apa-apa. Dan tentu saja, kerendahan hati itu lebih baik.

Hingga pada suatu hari, Nofifah sedang menuju ke musala untuk melaksanakan salat. Di sana dia bertemu dengan kakak tingkatnya di jurusannya. Maka tanpa berpikir dia menyapanya.

“Eh, Kak!”

Tanpa menunggu waktu lama, orang yang disapa segera membalas dengan tidak kalah ramahnya.

“Nofifah, ya?”
“Iya, Kak,” jawabnya singkat.

Kemudian seseorang yang dipanggilnya kakak ini pun membalas lagi.

“Bagus sekali loh tulisan kamu itu, yang sepotong apel, kakak baca semalam.”

(deg, perasaan yang tidak dapat digambarkan olehnya, terkejut karena tiba-tiba memperoleh pujian karena tulisannya itu).

Maka dengan perasaan yang tidak tergambarkan itu, dia menjawab, “eh, makasih, Kak.”

Sejak kejadian itu, perasaan ingin menang Nofifah kini berubah menjadi "bagaimana agar tulisannya bermanfaat untuk orang lain". Dia menemukan fakta baru bahwa bukan menang yang seharusnya dijadikan sebagai tujuan, itu terlalu sempit. Tujuan yang seharusnya harus luas, menyangkut orang lain, dan menjangkau lebih luas lagi. Maka secara tidak langsung kemenangan itu akan datang sendiri.

Seperti diajarkan dalam Islam “kejar dunia, dapat dunia atau bahkan sering kali tidak dapat, namun saat kita mengejar akhirat maka dunia akan ikut di belakangnya.”

Banyak cerita dan kisah yang sudah dapat dijadikan bahan percontohan, seperti ketika Zulaikha mengejar cinta Nabi Yusuf, namun Allah Swt. menjauhkan Nabi Yusuf darinya. Tapi saat Zulaikha mendekatkan diri kepada Allah Swt. Pemilik Alam Semesta dan isinya, maka Allah Swt. Yang Maha Segalanya mendekatkan Nabi Yusuf kepada Zulaikha.

Maka tetapkan tujuanmu, jangan membuat tujuan pribadi menjadi yang utama. Itu terlalu sempit! Wallahu a'lam bishawab.

Amalan dan Doa

“Namun, pada kondisi tertentu banyak orang yang berdoa tetapi ia seolah sengaja ‘membelakangi' doa-doanya. Ia telah memisahkan doa dan amalannya.“

Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Ada yang tidak paham bahwasanya doa dan amal itu sepaket. Karena tidak paham, kebanyakan kita hanya suka melangitkan doa. Namun, lupa melaksanakan amalan yang mendorong doa cepat dikabulkan.

Sebut saja kita berdoa agar menjadi pribadi saleh dan salihah, hal ini takkan mungkin terwujud jika tak ada upaya meluruskan niat, melakukan perencanaan, dan konsisten mengubah kebiasaan buruk sehingga menjadi pribadi yang ber- syakhshiyah Islam yakni berkepribadian Islam. Di mana pola pikirnya Islam, pola sikapnya juga Islam. Barulah harapan menjadi pribadi saleh dan salihah bisa digapai.

Itulah mengapa doa harus sepaket dengan amal. Sepaket yang artinya sejalan, searah, dan setujuan. Tidak boleh lain arah dan tidak sejalan. Karena doa tanpa amalan itu percuma, sedang amalan tanpa disertai doa itu kering seperti tanaman tak diberi air, dia tumbuh tapi merana.

Apa Itu Doa?

Doa itu adalah zikir yang paling utama, berdasarkan sabda Rasulullah saw. riwayat At-Tirmidzi yang artinya, "Doa adalah inti ibadah." Secara bahasa doa atau addua' bermakna harapan atau permintaan. Secara istilah, doa adalah bentuk berserah diri seorang hamba kepada Allah Swt. dalam memohon keinginan dan meminta dihindarkan dari hal yang dibenci-Nya.

Atas dasar ini, maka kita bisa pastikan bahwa pribadi yang beriman berserah diri kepada-Nya, rida dalam setiap keputusan-Nya. Karenanya pribadi muslim harus senantiasa melibatkan Allah dalam setiap langkah dan napas perjuangannya. Dalam rangka menjauhkan diri dari siksa dan melakukan amal saleh yang mendekatkannya ke surga.

Jadi, jika seseorang berdoa ingin diampuni segala dosanya, dijauhkan dari segala kemaksiatan yang menyeretnya pada dosa, maka satu-satunya jalan adalah berusaha sekuat tenaga melakukan amal saleh terbaik secara kontinu, sehingga ia terbiasa dan dengan sendirinya menjauhkannya dari jalan maksiat.

Sebaliknya, jika seseorang berdoa siang dan malam untuk diampuni dosa-dosa, namun yang ia lakukan hanya sebatas doa, tanpa berusaha memperbaiki diri dan beramal saleh. Maka yang ia dapat hanya nilai ibadah pada doa itu saja, namun harapannya akan sulit terwujud jika ia tak segera mengubah hal-hal buruk yang ada pada dirinya.

Saat Doa Menjadi Sia-Sia

Karena doa dan amal saleh itu sepaket, maka bisa kita pastikan orang yang berdoa mustahil pada waktu yang sama melakukan hal yang kebalikan dari doanya. Misal, seseorang yang berdoa agar ia segera bisa mengenakan hijab, itu artinya ia sedang belajar sungguh-sungguh untuk bisa berhijab. Jika ia berdoa meminta agar istikamah berhijab, itu artinya dia sudah berhijab dan sedang berupaya untuk bertahan dengan hijabnya.

Namun, pada kondisi tertentu banyak orang yang berdoa tetapi ia seolah sengaja "membelakangi" doa-doanya. Ia telah memisahkan doa dan amalannya. Misal, seseorang yang berharap agar Allah menjaganya dari azab neraka, namun ia memakan harta anak yatim, bahkan menyelewengkan jabatannya dengan melakukan korupsi. Ada juga pemimpin yang berharap negeri yang dipimpinnya dirahmati Allah dan berada dalam inayah-Nya, namun ia malah menerapkan kebijakan sekuler dalam mengurusi rakyatnya, dan menggandeng musuh-musuh Allah sebagai kawan, lalu menyerahkan berbagai pengelolaan urusan umat kepada kafir. Ya, jelas doanya hanya omong kosong belaka, dan berakhir sia-sia.

Dan inilah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat muslim dewasa ini. Tidak lain karena pengaruh sekularisme yang menjadi asas dalam kehidupan sosial dan bernegara. Ide memisahkan agama dari kehidupan ini telah membuat umat amnesia, bahwa mencampakkan sistem hidup berdasarkan Al-Qur'an dan sunah merupakan sumber petaka, maksiat yang terburuk di antara maksiat yang paling dibenci Allah Swt.

Pemutus Hak dan Batil

Sebenarnya, hakikat berdoa sebagai inti ibadah merupakan realisasi ketaatan yang tinggi pada Rabb semesta. Doa adalah bentuk berserah diri, sekaligus penghapus rasa sombong yang ada pada hamba. Sombong di sini tentunya adalah sikap menyepelekan hukum-hukum Allah, yakni berhukum dengan ide-ide yang bertentangan dengan konsep Islam.

Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Mukmin ayat 60, "Dan Tuhanmu berfirman: 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina."

Ayat ini seharusnya menjadi pelajaran bagi kita, betapa Allah Yang Maha Pemurah mengabulkan setiap doa hamba-Nya yang bertakwa. Sedang mereka yang bersikap sombong, yakni yang enggan menaati Allah, dan malah menyelisihi setiap perintah Allah, maka bagi mereka cukup kesenangan dunia yang sementara, sedang jahanam adalah seburuk-buruk tempat mereka kembali.

Khatimah

Belajar dari pada nabi dan salafussaleh, mereka beramal dulu baru memohon kepada Allah dengan berdoa. Karena itu, yuk kita semakin rajin beramal saleh, semakin giat berdakwah akan pentingnya penerapan Islam kaffah. Lalu sempurnakan amalan-amalan itu dengan doa, melangitkan pinta agar Allah memenangkan agama ini dalam waktu dekat. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.[]


Photo : Pinterest